•BAB 13•
Kilas BalikSELAMAT MEMBACA
"Abang kenapa? Kok nangis?" lipatan dahi Saka tidak bisa disembunyikan ketika melihat kakaknya menangis sesenggukan. Dia baru saja datang dari kamarnya untuk pergi ke dapur mengambil minum. Tapi yang ia lihat dihadapannya benar-benar tak terduga. Kakaknya, Nizam, yang biasanya ceria kini menangis dengan wajah yang tertunduk.Gadis berusia empat belas tahun itu mendekati kakaknya, "Abang lagi berantem ya sama Kak Angel?"
"Pergi," usir Nizam lirih. Suaranya serak membuat Saka tau kakaknya sudah menangis dalam waktu yang lama.
"Kenapa? Abang bisa kok cerita sama Caca," kekeuh Saka tak mau meninggalkan Nizam sendiri.
"Lo masih kecil gak bakal ngerti apa-apa. Mending Lo pergi," usir Nizam lagi.
Saka yang kala itu sudah duduk di bangku kelas delapan SMP merasa tak terima dikatai 'masih kecil' oleh kakaknya. Tapi itu bukan poin utamanya. Dia lebih terfokus ke cara bicara Nizam barusan. Seumur-umur, baru kali ini Nizam berkata 'lo' ke Saka.
"Abang kalo ada masalah cerita aja, Bang. Caca mungkin gak bisa kasih solusi. Tapi setidaknya beban Abang terangkat sedikit setelah cerita ke Caca," kata Saka sambil menatap kakaknya yang masih menunduk.
"Pergi," lagi-lagi hanya kata itu yang terucap dari mulut Nizam. Laki-laki berusia sembilan belas tahun itu masih senantiasa menatap ke bawah, enggan menatap wajah Nisaka.
"Tapi kenap-"
"Gue bilang pergi ya pergi!" bentak Nizam dengan suara yang lantang. Sontak saja hal itu membuat Saka mundur perlahan. Dia terlalu terkejut dibentak oleh kakak tersayangnya.
Tanpa sepatah kata, Saka berlalu dengan mata yang berkaca-kaca. Meninggalkan Nizam yang menyesali perbuatannya. Dia kelepasan membentak adiknya. Pikirannya yang semrawut membuatnya tak bisa berpikir jernih sampai-sampai membuat adiknya ikutan sedih.
"Lo bangsat Angel!" umpatnya tertahan.
🛡️🛡️🛡️
Sejak hari dimana Nizam membentak Nisaka, sejak itulah kehidupan keluarga mereka berubah seratus persen. Nizam mulai menunjukkan sikap tak sopannya kepada orang tua mereka. Dia sering pulang malam dalam keadaan mabuk. Tak jarang juga Nizam mengambil uang orang tuanya untuk kesenangannya sendiri. Puncaknya adalah ketika Nizam hampir menampar mamanya. Iya hampir, karena Orion sudah lebih dulu menahan tangan lancang Nizam.
Orion murka. Anak laki-laki yang dia anggap bisa menjaga dua bidadarinya ternyata tak jauh berbeda dari seorang biadab. Tanpa ba-bi-bu, hari itu juga Orion mengusir Nizam dari rumahnya. Awalnya Nizam tak terima. Tapi dia berpikir mungkin kehidupannya akan lebih menyenangkan ketika dia tidak tinggal di rumah ini.
Harapan tidak sejalan dengan kenyataan. Itulah yang mengiringi langkah Nizam setelah benar-benar pergi dari rumah. Hari-harinya hanya diisi dengan judi, memalak kedua orang tuanya, tidur di tempat yang berbeda setiap malamnya. Dia sudah abai dengan masa depannya yang berada di ujung tanduk.
Semua masalah yang diciptakan Nizam berimbas kepada adiknya. Saka harus menanggung semua dosa-dosa yang Nizam buat. Seolah-olah karma yang harus didapatkan Nizam malah berpindah haluan menjadi karma untuknya. Entah garis takdir apa yang terjadi di kehidupan Nisaka, dia menjadi wonder women untuk keluarganya. Menjadi tameng ketika Nizam menggila adalah satu dari sekian hal yang tak pernah dia duga.
Di usianya yang berumur lima belas tahun, harusnya ia mendapat support dari orang-orang terdekatnya untuk lebih semangat belajar. Harusnya dia fokus belajar untuk persiapan ujian kelulusan. Harusnya ia menikmati masa putih biru yang sebentar lagi menjadi kenangan masa lalu. Tapi lagi-lagi kenyataan menamparnya. Dia harus merelakan waktu mainnya untuk cepat-cepat sampai rumah menjadi tameng ketika Nizam kembali berulah.
Seperti saat ini, Saka menolak ajakan Hanna yang mengajaknya nongkrong sebentar di warung depan sekolah. Tak ada lagi waktu bersenang-senang baginya. Yang ada di otaknya hanya ada kalimat 'Lo pelindung mama papa, Sa!'
Dia berlalu meninggalkan Hanna yang menatapnya termangu. Sebenarnya Hanna ingin membantu, tapi dia tak mampu. Hanna hanya mampu berdoa kepada Sang Kuasa agar cobaan yang diterima sahabatnya bisa segera teratasi.
Lima belas menit di perjalanan, akhirnya Saka sampai di rumahnya. Kaki jenjangnya berlari kencang ketika mendengar suara gaduh di dalam sana. Matanya membulat sempurna saat melihat kakak kandungnya mendorong ibu mereka dengan kasarnya.
"ABANG!!!" teriaknya melengking. Ia segera membantu ibunya berdiri sambil menatap marah ke arah kakak laki-lakinya yang tak tau aturan itu. Yang ditatap malah balik menatap dengan pandangan remeh seolah-olah orang di hadapannya bukanlah tandingannya.
"Mama gapapa?" tanya Saka khawatir. Pandangannya kembali mengarah ke kakaknya yang sedang bersedekap dada, "Abang mau ngapain balik ke rumah ini lagi? Belom puas bikin hidup kita menderita?"
"Abang sadar gak sih kalo tingkah Abang selama ini memuakkan?!"
Nizam hanya terkekeh sinis mendengar pertanyaan adik perempuannya, "Nisaka! Nisaka!" panggilnya dengan nada yang meremehkan serta kepala yang menggeleng pelan. Dia mendekat ke arah adiknya dan mengusap pelan pipi sang adik, "Lo gak capek apa hidup gini-gini aja? Mending ikut Gue, kita jadi orang kaya. Gimana? Menarik kan?"
Nisaka menatap nyalang ke arah kakaknya. Dadanya naik turun menahan emosi yang siap meledak kapan saja. Ia sudah muak melihat tingkah kakaknya yang kian hari kian menjadi. Mabuk-mabukan, judi, mengabaikan sekolahnya, dan yang paling parah adalah suka berlaku kasar ke orang tua mereka.
Seandainya saja Nizam masih Nizam yang dulu, mungkin dia sudah ada di semester dua tahun ini. Tapi karena terlalu sering membolos, Nizam harus sering mengulang mata kuliahnya di semester pertama. Padahal Saka sangat tau, abangnya ini sangat pandai di pelajaran apapun itu.
"Mending Abang pergi dari sini sebelum Saka teriak maling!" ancam Nisaka masih dengan mata yang menyiratkan amarah. Abangnya malah terbahak mendengar ancaman adik manisnya. Sontak saja hal itu membuat emosi Saka benar-benar tidak bisa ditahan lagi. Dia melepaskan pelan tangan mamanya yang melingkar di lengannya, kakinya melangkah ke arah sang kakak.
"Kalo Abang gak bisa bersikap sopan ke ortu kita, terpaksa Saka juga harus seperti itu biar Abang jera!" sarkasnya kemudian menarik kasar tangan kakaknya. Meskipun berat, Saka tak merasa kesulitan karena sudah sering melakukan itu sejak hampir satu tahun lamanya.
Sampai di depan rumah, Saka menghempaskan tangan kakaknya dengan kasar. Dia menepuk keras tangannya seolah menghilangkan kotoran yang menjijikan.
"Sekali lagi Abang balik ke rumah ini dan membuat kekacauan, Saka gak segan-segan buat ngabisin Abang!" setelah mengucapkan itu dia menutup pintu rumahnya dengan keras sampai menimbulkan bunyi yang memekakkan telinga. Nisaka langsung memeluk mamanya dengan erat, "Saka gak akan biarin Abang terus-terusan nyakitin Mama dan Papa. Saka bakal lindungin kalian dari Abang. Saka janji!"
Jauh di lubuk hatinya, dia ingin rehat walau hanya sejenak. Dia lelah menghadapi abangnya, dia sudah muak. Saka juga ingin dilindungi. Dia ingin berada di posisi itu lagi. Ketika papa, mama, dan kakaknya sama-sama memperlakukannya seperti seorang ratu. Sungguh, Saka ingin sekali mengeluh. Tapi dia yakin, orang tuanya sudah banyak menderita karena Nizam. Dan dia tidak mau menambahkan beban pikiran mereka. Yang bisa ia lakukan hanya menjadi pelindung untuk keluarganya. Saka hanyalah seorang pelindung yang ingin dilindungi
Bersambung
Jangan lupa vote, komen, dan share cerita ini kalo kalian suka yaa^^
makasih buat yg udh mampirBonus nih anggep aja Nisaka pas masih SMP
KAMU SEDANG MEMBACA
RAKSAKA
Novela JuvenilNisaka Maulida, gadis manis berwajah jutek yang biasa disapa Saka. Disaat remaja seumurannya menikmati masa muda mereka, Saka harus mengubur keinginan itu untuk melindungi keluarganya. Hingga suatu hari ia bertemu dengan Rakha Asad Haritsah. Pemuda...