Malangnya tak pernah mujur

21 6 1
                                    

Dering ponsel yang membunyikan alarm menunjukkan pukul 6 pagi. Oh jelas sudah, hari ini akan menjadi hari yang sangat tidak mengenakkan. Tapi Sahna tetap merapal dalam hatinya agar hariya akan berjalan tetap menyenangkan walau ia sedikit kesiangan. 

Sahna segera berlari ke kamar mandi untuk bersiap ke sekolah. Oh no, dia sudah pasti telat hari ini. Padahal kan hari ini hari keduanya di sekolah.

10 menit bersiap, akhirnya dia berangkat dan menunggu angkot di depan gang. Namun malangnya nasib sahna hari ini. Sudah kesiangan, angkot pun tak mungkin ada. 

Hampir 15 menit sahna menunggu, namun tak kunjung datang lah abang angkot. Sampai akhirnya dia merutuk dalam hati, kenapa dia bodoh sekali. Dia kan membawa motor bu Wiwin tadi malam, seharusnya dia naik itu saja daripada harus menunggu yang tak kunjung datang. 

Dia segera berlari menuju kamarnya dan menaiki motor. Dia sudah sangat tergesa-gesa dan melajukan motornya diatas kecepatan normal. Namun sepertinya nasib malang masih mengikuti sahna, bagaimana tidak dia baru saja menabrak sebuah lampu jalan di perempatan dekat sekolahnya. 

Astagaaa sial sekali dia hari ini wkwk.

**

Dia tertatih tatih melangkahkan kakinya dan juga badannya yang terasa remuk karena kecelakaan tadi pagi. Lalu kemana motornya? Yaa sahna memang sengaja memarkirkan motornya ke tempat parkir di luar sekolah. 

Dia masuk dan ternganga, kok gerbang terbuka lebar. Dia melirik jam tangannya dan kembali terngaga, ternyata sudah setengah delapan. Dan itu artinya dia sudah telat satu jam!

Dia berusaha berjalan normal sebelum akhirnya sebuah suara menginterupsi pejalanannya. "hebat sekali, baru 2 hari sudah berani telat satu jam" sahna sangat mengenal suara itu. Yaa itu adalah suara Pak Wahyu, guru kesiswaan sekaligus anak bu Yanto. 

Sahna memejamkan matanya dan merutuki nasib sialnya hari ini.

Membalikkan badan dan menghadapinya dengan senyuman adalah pilihan terbaik. "Sudah telat masih berani senyum-senyum. Baju lecek, hijab berantakan, lusuh, gakaruan. Kamu sebenarnya niat bersekolah atau tidak?" Sahna hanya bisa menunduk dan memejamkan matanya saat mendengarkan pak Wahyu mengomel. 

Beberapa kakak osis yang bertugas menjaga di lapangan menundukkan pandangan dan menggigit bibir bawahnya. Mereka sungguh paham kalau pak wahyu adalah seseorang yang sangat pedas mulutnya jika ada siswa yang melanggar.

Salah satu dari pengurus osis tersebut maju karena melihat lambaian tangan dari pak Wahyu. "kamu urus dia, beri hukuman yang biasanya. Setelah itu, bersihkan baju sama jilbabnya. Jangan sampai dia masuk kelas dalam keadaaan seperti gelandangan begitu." Kakak osis tersebut hanya mengangguk dan mengiyakan sebelum akhirnya pak wahyu melenggang pergi dari hadapan mereka.

"Kamu sabar ya, pak Wahyu emang gitu kalo ada yang melanggar. Tapi sebenarnya dia orang baik kok." ucap kaka osis tadi yang kutahu namanya dewinta sembari merangkulku. Kemudian dia menyampaikan hukuman jalan jongkok yang harus dilakukan oleh sahna sebelum dia membersihkan dirinya.

 Sahna melakukan hukuman tersebut dengan sedikit menggerutu. Lama kelamaan panas matahari terasa sangat menyengat dan membuatnya sedikit pusing.

Ohhh shitttt..

Dia lupa belum sarapan, pantas saja pusing. Akhirnya dia segera menyelesaikan hukumannya dan mengikuti kakak osis yang mengarahkannya untuk membersihkan badan dan mengobati lukanya. 

Tapi sangat disayangkan

Meskipun bertubuh gemoy, ternyata tidak membuat sahna sekuat itu. Sahna jatuh pingsan saat akan menaiki tangga. Astagaa menyusahkan sekali dia.

Beberapa anggota PMR datang, untuk segera membawa sahna ke UKS. Pak Wahyu yang kebetulan lewat mengernyit bingung. Ada apa lagi dengan cabe-cabean itu? Astagaa dia benar-benar membuat pusing. 

Beberapa menit berlalu, akhirnya sahna terbangun. Dokter menjelaskan bahwa tekanan darahnya dangat rendah, dan jangan lupa pula asam lambung yang dia miliki sudah mulai naik karena tidak sarapan.

Pak Wahyu yang bersidekap dada membuat semua pengurus osis yang tadi membantu menggotong sahna mundur teratur dan segera meninggalkan tempat. Hanya menyisakan dewinta yang memang mendapat tugas menemani sahna.

"Kenapa tidak sarapan?" tanya pak wahyu dengan dingin

" Kesiangan pak"

"Kenapa bisa sakit pinggang?" lanjutnya.

"Abis kecelakaan pak, tadi mau dijelasin. Tapi bapak marah-marah terus. Jadinya saya kuatin aja deh, tapi ternyata saya ga sekuat itu" saut sahna diikuti cengiran khas

"yang sopan, saya guru kamu." ketusnya.

Dewinta mengernyit melihat percakapan antara keduanya. Sungguh dia seperti masuk di sebuah novel. Lakinya mulut cabe, cewenya cabe-cabean. Astagaaa.

"Dewinta, kamu antar dia pulang." suara pak Wahyu menginterupsi. Dewinta hanya membalasnya dengan senyum dan juga sebuah anggukan.

*****

"Mbak dewinta, pak Wahyu emang sering gitu ya?" tanya sahna saat diantar pulang oleh dewinta.

"kenapa memangnya?" tanya dewinta balik.

"ya ndak papa mbak. Cuman kan ya aneh aja gitu, dia tiba-tiba gini, tiba-tiba gitu. Mana nanyanya kek introgasi lagi. Capek banget jadi aku urusan mulu sama dia."

Dewinta yang mendengarnya hanya terkekeh dan melanjutkan perjalanan mereka sampai pada tujuan.

"Kamu banyak istirahat ya, biar besok sudah bisa masuk" ucap dewinta lembut. Pipi gemoynya semakin terlihat lucu saat tersenyum

"iya mbak. Makasih udah mau nganter sampe rumah. Makasih juga udah nguatin pas dimarahin guru gajelas satu itu." dewinta hanya mengangguk dan tersenyum. Kemudian keduanya berpisah karena memang sudah berbeda tujuan.

*****

Tok tok tok... 

Tok tok tok...

Suara ketukan pintu sama sekali tidak mengganggu tidur sahna. Entah dia tidur atau latihan meninggal. Seseorang yang berada diluar menggedor semakin keras yang mengakibatkan sahna terusik. Mau atau tidak mau dia harus membuka pintu itu. Tapi kenapa rasanya berat sekali sih.

Sahna mengumpulkan tekat untuk bangun dan membuka pintu. Dia segera meraih hijab dan menuju pintu kosnya. Bagaimana tidak terkejut kalau yang bertamu adalah seseorang yang sungguh tidak ingin dia temui.

 Pak Wahyu. 

Sungguh rasanya sahna hanya ingin tidur dan menghilangkan pak wahyu dari dunianya. Tapi semua itu tidak mungkin!!!!

Terpaksa dia melengkungkan senyum formalnya. "saya hanya ingin memastikan kamu tidak mati di dalam kosmu" ucap pak wahyu dingin. 'astaga, sungguh sangat pusing melihat gurunya yang satu ini' rutuknya dalam hati.

"Silahkan pak, duduk dulu di kursi depan itu" ucap sahna sambil menunjuk 2 buah kursi yang berjajar di teras kosnya. 

Pak wahyu mencebikkan bibirnya dan mulai berpikir. "tidak perlu, saya hanya menunaikan kewajiban saya sebagai guru. Saya pamit, Assalamu'alaikum." ucap wahyu sebelum akhirnya dia meninggalkan sahna yang cengo melihat perlakuan tidak jelas pak wahyu.

*****

hai hai geskuuu, maaf ya lur. Kisah ini berputar pada sahna. jadi, karakter pak wahyu dan yang lainnya mungkin tidak akan aku perkuat:)

mohon support dan dukungannnya ya:D

jangan lupa vote dan komen juga:D

My SahnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang