Dunia memang kejam, tapi jika kamu tidak berusaha membiasakan diri, kamu akan hancur hanya dalam sekali pukulan.
~*~
Perasaan Yejin semakin suntuk ketika menyadari bahwa hari ini adalah hari dimana dia harus kembali menjalani rutinitas sekolahnya. Dia ingin hari-hari libur seperti hari minggu atau tanggal merah berlangsung lebih lama. Bukannya tidak suka dengan kehidupan di sana, tapi ia sudah lelah dengan perlakuan teman-temannya. Terutama nenek lampir dan gengnya, julukan baru yang ia berikan pada Irene dan komplotannya.
Mereka tidak bosan-bosan untuk merundung Yejin, meski begitu Yejin selalu berani untuk melawan bahkan menyerang balik. Dia sudah muak dengan perlakuan buruk mereka jika terus-terusan memilih untuk diam. Memangnya dia patung pancoran, diapa-apain diem aja?
***
“Ma, Yejin berangkat ya” ucap Yejin seraya beranjak dari meja makan.
“Eh, sebentar” ucap Seri sambil berjalan ke arah meja dapur tempat ia biasa memasak.
“Ini bekalmu sayang”
“Oh, iya ma. Ya udah, Yejin berangkat dulu ya. Haechan kakak sekolah dulu ya, kamu baik-baik di rumah sama mama” ucapnya sambil melambaikan tangan tanda perpisahan pada adikya yang menggemaskan itu.
“Oce kakak” balas Haechan mengacungkan jempol mungilnya.
~*~
“Ada tikus kotor, bau menyengat sampai alam baka, ihh ga suka gelayy!” ucap Irene dengan gaya menutup hidung dan mulutnya begitu melihat Yejin tengah berjalan ke arahnya.
Yejin memutar jengah kedua bola matanya “Minggir!” ucapnya sedikit lantang.
“Ini jalanan bapak lo?”
“Terus lo dan geng konyol lo baris kayak anggota militer di tengah jalan gini faedahnya apa? Upacara udah lewat, kalo mau sana diem di tengah lapangan!”
“Anak pembunuh aja belagu ya,” tidak tahan lagi dengan ucapan Yejin yang menurutnya sudah kurang ajar, Seo Jin membalas seraya mendorong dahi Yejin dengan telunjuknya.
“Busuk lo, pembunuh” timpal Eun Byeol.
Yejin hanya bisa terdiam mendengar kata pembunuh. Bukan karena takut, tapi kata-kata itu selalu berhasil membuatnya terbayang-bayang pada Namjoon. Rasa sakit, sesak, sedih, dan kecewa seketika berhamburan di hatinya. Daddy, i hate you.
Dengan segera dia meninggalkan tiga orang yang selalu berhasil membuat kupingnya terasa panas. Tawa keras mereka bahkan masih terdengar jelas meski Yejin telah berjalan menjauh.
Baru ngelewatin tiga nenek lampir aja udah gini, belum lagi harus ngadepin teman-teman sekelas, hah capek.
~*~
Suasana kelas selalu terdengar riuh jika sudah jam pelajaran kosong. Seperti biasa, Yejin bakal jadi sasaran empuk untuk melampiaskan kebosanan beberapa teman-teman sekelasnya.
Dulu mereka begitu segan pada Yejin, sangat hormat layaknya melihat anak presiden. Padahal Yejin selalu mengatakan untuk bersikap biasa saja pada dirinya, tetapi tetap saja mereka merasa sungkan. Bahkan, saat Yejin bersuara untuk membela Rona waktu dirundung oleh Irene dan gengnya mereka hanya bisa terdiam. Tidak ada yang bersuara apalagi membantah.
Tapi sekarang, mereka seolah amnesia dengan pengaruh kuat Yejin. Bagi mereka Yejin saat ini adalah mangsa yang nikmat untuk binatang buas yang sedang kelaparan. Bahkan, mungkin saja mereka benar-benar melupakan Yejin masih sebagai manusia yang punya hati dan perasaan.

KAMU SEDANG MEMBACA
BINASA (REVISI)
Teen FictionSebuah harapan dapat menghidupkan kembali hati seseorang yang hampir mati. Tapi, tidak segan-segan juga untuk menghancurkan sehancur-hancurnya. Menjadikanmu kepingan usang yang tak lagi bisa kembali utuh pada dirimu di masa lalu. Berharap terlalu ti...