Sekolah

77 37 50
                                    

Jika kelahiran ku adalah anugerah untukku
Maka, biarkan aku bahagia barang sejenak.
Meski Kau telah menghempaskan ku begitu jauh dan terasa menyakitkan,
Maka, ajari aku cara untuk bertahan.

- Kim Yejin

••••

~*~

Jalanan kota Seoul selalu padat oleh orang-orang ataupun berbagai jenis kendaraan yang berlalu-lalang. Gedung-gedung pencakar langit menjulang tinggi dengan megahnya. Namsan Tower yang berdiri dengan gagah di atas gunung Namsan dengan ketinggian 479 meter di atas permukaan laut menambah kesan indah ibukota Negeri Ginseng ini.

Adanya keramaian yang membuat sebagian orang merasa hidup. Penyelamat dari rasa sepi yang secara perlahan terasa merenggut nyawa. Tapi tidak dengan Yejin, keramaian di luar tidak memengaruhi hatinya yang tetap merasa hampa.

Berdesak-desakan dengan orang-orang di dalam bus, memperebutkan tempat duduk yang seumur hidup belum pernah dilakukan oleh Yejin. Pengalaman pertama dan akan terus menjadi bagian dari hidupnya.

Mobil mewah, diantar jemput supir pribadi, pergi kemanapun sesuka hati tanpa perlu memikirkan berapa pengeluaran untuk itu semua seolah lenyap ditelan bumi. Kini Yejin harus belajar hemat, memilih bus sebagai kendaraan pulang pergi sekolah adalah hal yang tepat karena tidak terlalu banyak membutuhkan biaya.

Bahkan, ia juga membawa bekal dan memutuskan untuk berhenti menggunakan kartu siswa agar dapat akses makan gratis di kantin sekolahnya. Meski sebenarnya uang mereka tetap terpakai pada saat pembuatan kartu tersebut dan setiap enam bulan sekali harus top up agar selalu aktif dan dapat terus digunakan. Maka dari itu, Yejin memilih berhenti menggunakannya karena biayanya cukup mahal, dan meminta Seri untuk menyiapkan bekal meski hanya dengan lauk seadanya. Dia tak mau membebani ibunya lebih banyak lagi.

Sebenarnya Seri menolak untuk itu, karena dia tidak mau anaknya kekurangan makanan bergizi, tetapi Yejin memaksa. Dengan berat hati Seri mengiakan, jika tidak Yejin mengancam tidak mau sekolah lagi. Untungnya, Seri yang berasal dari keluarga yang sederhana bisa membuat masakan yang enak meski tidak mewah dan tidak banyak yang bisa dibuatkan. Mengingat Yejin harus ke sekolah naik bus, jadi dia harus berangkat lebih awal agar tidak ketinggalan jadwal keberangkatan bus pagi.

~*~

Setiba di sekolah, Yejin kembali menjadi sorotan murid-murid di AHS, tapi kali ini dengan tatapan yang sungguh berbeda. Tidak lagi dengan sorot kagum akan kecantikanya atau statusnya sebagai anak dari Kim Namjoon.

Tatapan-tatapan tajam penuh kebencian, seolah ingin menelan Yejin hidup-hidup. Sepajang koridor orang-orang terus memandanginya. Tidak cukup dengan itu, mulai muncul suara bising yang membuat kuping Yejin terasa panas. Tapi, Yejin berusaha untuk bodo amat, meski itu membuat hatinya terasa nyeri.

Puuk, segumpal keras mendarat tepat di dahi Yejin.

“Hello anak konglomerat, orang terkaya nomor 7 se-Asia. Eh, anak pembunuh ya? Upss...” sapa Irene dengan senyum merekah yang tampak seperti menantikan momen menyenangkan ini.

Orang-orang yang hadir dan menyaksikan pun mulai ikut melemparinya dengan gumpalan kertas sambil berteriak “Pembunuh” dengan kompak. Seolah hal ini sudah direncanakan sebelumnya.

Yejin hanya bisa terdiam, sambil mulai memunguti kertas-kertas yang sudah berserakan di bawahnya.

“Masih punya malu lo sekolah, kenapa nggak ikut nemenin papa lo membusuk di penjara?” sapa Ha Eun Byeol salah satu gengnya Irene. Mereka bertiga termasuk Cheon Seo Jin mulai tertawa dengan puas disusul tawa anak-anak yang lain.

BINASA (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang