Memori tentangmu menjadi pengingat, bahwa kita pernah sedekat senja dan lautan. Sekaligus menjadi tanda bahwa aku tidak akan mempercayai siapapun lagi. Terima kasih untuk satu luka yang begitu membekas di hatiku saat ini, sahabat.
~*~
Yejin terus berlari hingga beberapa kali menabrak orang-orang yang dilaluinya. Saat ini pikirannya benar-benar kacau, tak sanggup lagi baginya untuk berpikir jernih. Bahkan ia tak meminta maaf sekalipun, dan terus mengayunkan kakinya sejauh yang ia bisa.
Langkahnya terhenti ketika menyadari saat ini ia tengah berada di Deulkkoccumaru, salah satu taman indah yang berada di Kota Seoul, namun jarang sekali pengunjung berdatangan. Tempat yang didominasi bunga yellow cosmos dan suasana yang sepi menciptakan ketenangan sendiri pengunjung yang datang.
Lutut Yejin terasa lemas, mungkin akibat berlarian tanpa istirahat sedikitpun, juga karena hatinya yang saat ini masih terasa sakit. Akibatnya, ia merasa begitu kelelahan sekarang.
Yejin memutuskan untuk duduk di atas tanah yang seluruh permukaannya bermahkotakan rerumputan hijau. Sudahlah, saat ini dia tidak memikirkan untuk mencari bangku yang ada di sekitar taman ataupun duduk memakai alas. Toh rumputnya bersih, pikirnya.
Dia terus merutuki dirinya ketika memorinya memutar kembali kejadian yang baru menimpanya. Yejin mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya, memandangi fotonya bersama Rona saat awal kedekatan mereka. Dia mengingat dengan jelas bagaimana Rona terus memaksanya untuk berfoto bersama padahal ia sangat enggan. Tidak punya pilihan, mau tak mau Yejin harus memasang senyum yang dipaksakannya agar terlihat sedikit lebih baik di layar.
Rona dengan sigap mengirim gambar hasil jepretannya pada Yejin. Dan ya, hingga saat ini Yejin masih menyimpan foto satu-satunya yang akan menjadi kenangan tersediri baginya.
Yejin tertawa renyah saat mengingat kembali kejadian itu, tapi air matanya tanpa sadar mengalir cukup deras. Dia masih tak menyangka kenapa Rona bisa setega itu padanya. Dia sadar memang perkataannya waktu itu salah, tapi dia sendiri tidak sengaja melontarkan kalimat itu.
Dia sendiri sedang tersudut oleh Irene dan gengnya. Yejin tentu tidak terima diberi label oleh orang yang jelas-jelas melakukan hal yang dia sendiri bahkan tidak pernah melakukannya. Jangankan berbuat mesum, berjabat tangan dengan orang baru saja masih susah dia lakukan.
Yejin kecewa kenapa Rona tidak berusaha membicarakan ini baik-baik padanya. Jika memang dia diancam oleh Irene, kenapa dia tidak berusaha mencari solusi bersama dengannya. Apa melakukan hal ini satu-satunya cara? Mengorbankan sahabat sendiri demi keuntungan pribadi?
Masih dengan air matanya yang tak henti-hentinya mengalir, Yejin terus merutuki dirinya sendiri. Lo bodoh Yejin, lo bego. Kemana lo yang dulu, yang ga pernah mau percaya siapapun kecuali keluarga lo sendiri. Even, sama keluarga lo sendiri aja lo masih jarang buat cerita-cerita. Bullsh*t, everything is bullsh*t.
KAMU SEDANG MEMBACA
BINASA (REVISI)
Teen FictionSebuah harapan dapat menghidupkan kembali hati seseorang yang hampir mati. Tapi, tidak segan-segan juga untuk menghancurkan sehancur-hancurnya. Menjadikanmu kepingan usang yang tak lagi bisa kembali utuh pada dirimu di masa lalu. Berharap terlalu ti...