Kepercayaan

45 26 20
                                    

".... Na, gimana nih. Bu Jesicca ngomong gitu ke gue. Terus gue harus ngapain? Lo tau sendiri kan Irene dan gengnya sering banget nyari masalah ke gue. Gue bing-"

Yejin memaku, dia sangat bingung bagaimana bisa percakapannya dengan Rona saat ini terdengar ada di ponsel Irene.

"Kenapa? Kaget? Kalo mau tahu alasannya gue bisa punya rekaman suara sama sahabat lo kenapa lo nggak tanya sendiri ke orangnya?" ujar Irene yang sedari tadi sengaja menunggu kepulangan Yejin.

Irene dan gengnya seperti biasa selalu melakukan aksi yang membuat Yejin kesal. Dan Yejin pun selalu berani untuk membantah, namun Irene justru tertawa puas sambil mengeluarkan senjata yang sudah bisa dijamin akan membuat Yejin syok.

Yejin terheran, biasanya Irene dan dua nenek lampir lainnya akan sangat marah setiap kali dia melawan. Tapi kali ini mereka justru tertawa yang membuat Rona merasa ngeri. Tidak biasanya mereka tertawa sepuas ini, kecuali jika mereka berhasil membuat Yejin sangat menderita. Ya, dengan cara terus-menerus mengungkit ayahnya.

Irene memutar rekaman suara seluruh percakapan Yejin dengan Rona yang membuatnya tahu masalah baru yang harus dihadapi Yejin. Tentu saja dia sangat bahagia mengetahui hal ini. Dan tidak lupa juga untuk menunjukkannya pada Yejin karena ini akan semakin meningkatkan mood-nya.

Dengan sengaja Irene tidak melanjutkan isi percakapan itu sampai selesai karena melihat Yejin dengan wajah kebingunannya sudah membuatnya merasa puas.

Nggak mungkin, aku yakin Rona nggak mungkin kaya gitu. Dia nggak mungkin ngekhianatin sahabatnya sendiri.

"Heh pembunuh, malah bengong!" satu dorongan tangan Seo Jin dengan mudah membuat Yejin terjatuh ke belakang.

Yejin masih terdiam memaku, tidak merespon apapun tindakan mereka.

"Hahaha, mana? Biasanya juga tukang ngegas. Takut? Uuhh, kaciann" timpal Eun Byeol disusul tawa kedua temannya.

"Ga bisa ngelawan ya cantik? Makanya jadi orang tu jangan belagu. Anak pembunuh aja so keras!!!" lagi dan lagi aksi menarik rambut Yejin sepertinya menjadi candu bagi Irene.

"Lepasin gue!" Yejin memberontak dan langsung bangun dari lantai. Ia berlari meninggalkan mereka bertiga sambil menahan air matanya yang sedari tadi hampir tumpah.

Rona, gue percaya sama lo. Mereka pasti bohong. Gue yakin mereka cuma mau hubungan kita jadi renggang.

Yejin terus membatin sambil berjalan jauh meninggalkan mereka bertiga. Meskipun dia berusaha untuk meyakinkan dirinya sendiri, tapi air matanya tetap saja tak bisa berbohong bahwa hatinya terasa begitu sakit. Nggak, aku ga boleh nangis, Rona ga salah. Ok, gue percaya sama lo!

~*~

Tok Tok Tok...

Permisi...

Tok Tok...

"Iya sebentar" teriak Seri dari ruang dapur yang sedang memasak untuk makan malam keluarganya.

"Iya ada ap, eh Nami? Seri tampak kebingungan begitu melihat mantan pembantunya kembali datang.

Nami memang tahu alamat rumah baru mereka, karena sejak kepindahan mereka ke rumah baru dia turut membantu membereskan semuanya. Meski Seri sudah menolak tawarannya dengan alasan sungkan, tapi Nami meyakinkan hingga akhirnya Seri terpaksa menyetujui. Tapi sudah lama sejak hari itu, Nami tidak pernah berkunjung bahkan sudah lama mereka tidak berkomunikasi meski hanya lewat telepon.

"Iya, nyonya ini saya. Saya ke sini mau kasih sedikit oleh-oleh"

"Eh, jangan panggil saya nyonya lagi. Kamu kan sudah bukan asisten rumah tangga saya lagi"

BINASA (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang