،،̲ chapter 16 ✦

9.1K 1.2K 15
                                    


[—]


Pada akhirnya, memang taman lah pemberhentian mereka untuk bolos. Taman yang menoreh luka pada Haidar, taman yang pernah membuatnya gila karena gugup, juga taman yang menjadi saksi bisu atas penghinaan fisik dari Marka.

Mengingatnya berhasil membuat dendam Haidar kembali naik. Ingin rasanya dia berteriak marah dan sebagainya pada Marka yang kini sedang duduk santai di bawah pohon mangga. Tepat saat dirinya memutuskan untuk confess perasaannya waktu itu.

Apa Navendra tau mengenai hal ini?

Tidak. Haidar tidak memberitahukan siapapun mengenai kejadian waktu itu. Hanya memendamnya, sampai dendam memakan dirinya seiring waktu.

“Na, sini aja. Jangan deket-deket sama jamet. Nanti ketularan jamet baru tau.”

Haidar menepuk space di atas bangku yang berhadapan langsung dengan gedung sekolah mereka, juga membelakangi Marka.

Aura permusuhan yang ketara membuat Marka mengernyitkan dahinya bingung. Tadi, Haidar lah yang mengajaknya dengan antusias. Bahkan terkesan menghasut. Sekarang, dia seperti diasingkan.

Habis manis, sepah dibuang.

Marka merasakan seperti itu.

Navendra menurut saja. Dia juga sebenarnya risih berdekatan dengan Marka. Ada vibes yang berbeda disana.

Jamet bukan penyakit, ya! Terus juga, gue bukan jamet.” Marka membela diri.

Haidar mengacuhkan.

“Dar, lo ada masalah apa sih sama kak Marka? Sedikit-sedikit baik bahkan kesannya akrab banget, sedikit-sedikit ketus banget kayak pacar yang dikacangin.”

“Gak ada apa-apa, Na.” dirinya belum siap bercerita.

“Tap-- eh, bentar. Tante gue telpon. Tumben banget, gue angkat bentar.”

Navendra menyingkir dari bangku panjang yang terbentuk dari besi bercat kuning. Menyisakan space kembali, yang kemudian dalam beberapa detik langsung terisi kembali oleh Marka.

“Bim. Jujur sama gue. Sebelumnya lo ada masalah sama gue? Segitu nggak sukanya lo sama gue? Atau emang ada masalah lain? Lo berubah-ubah terus, gue bingung. Di satu sisi, lo welcome sama gue. Bahkan terkesan, lo ngasih gue lampu hijau. Tapi di satu sisi lainnya, lo ketusin, mojokin, terkesan sebaliknya sama sisi pertama tadi. Tolong, gue bukan orang yang paham sama beginian,”

Itu kalimat yang sama dengan yang dikatakan Navendra barusan.

“DAR! GUE BALIK DULUAN YA! TANTE GUE LAGI BROJOL!! BYE, RUMAH NGGAK GUE KUNCI BTW!”

Navendra menghilang begitu saja. Ranselnya dia kaitkan pada bahunya dan berlari begitu cepat.

“Gue nggak paham banget sama lo yang begini. Tolong kasih tau gue, dimana letak kesalahan gue. Biar gue bisa perbaikin, ngejar lo tanpa hambatan transparan. Gue..

Gue rasa, gue udah jatuh sama lo…”

Wajah Marka memerah. Dapat Haidar lihat dengan jelas dari sini. Ya jelaslah! Mereka, ‘kan duduk bersebelahan.

“Gue udah cinta sama lo.” wajah Marka tambah memerah sekarang. Tanpa dicegah, dia menunduk untuk menyembunyikan wajahnya.

“Tapi lo bilang sebaliknya dua tahun lalu, kak.” ucap Haidar menusuk, tak lupa senyum sinis tersungging di bibirnya.

“Ya?” Marka mendongak dengan tatapan tidak paham. Terkesan bodoh di mata Haidar.

Haidar memutar tubuhnya menghadap Marka. Menggenggam tangan yang lebih besar darinya. Sejenak, Marka merasakan nyaman. Meski dia tau, ini akan bersifat sementara.

“Kak Marka beneran lupa? Atau perlu saya peragain?”

Marka sepertinya masih memproses apa yang dikatakan Haidar.

“Ok, emang kayaknya perlu gue peragain sekaligus jelasin. Ini bakal jadi dongeng kejutan. Jangan lupa sabuk pengaman sebelum jalan ke masa lalu.”

Pfftt.. Lo? Suka? Sama gue? Bocah SMP? HAHAHAHAHA!!”

“Lo udik begini. Udah buluk, eee-- maaf, ya, jelek juga. Bau matahari, masih bocil pula. Mana mungkin gue sama lo. Wah, nggak bener nih anak.”

Haidar masih ingat betul nada dari Marka saat itu. Seperti, itu baru saja terjadi tadi. Masih basah ingatannya tentang kejadian kala itu.

“Iya, kak, Idar suka kakak.” Haidar berujar dengan nadanya yang sama saat itu. Mungkin sedikit dirinya modifikasi dari yang masa lalu.

“Bahkan, gue udah sempet jatuh cinta sama lo waktu itu. Cuma gak gue kasih tau, karena gue pikir lo bakal anggap gue bocah aneh. Ya, lo bisa inget dan tebak gimana akhirnya waktu itu. Atau, perlu gue kasih tau?”

Marka hendak mengeluarkan suara. Tapi sepertinya Haidar tidak membiarkannya.

“Ow! Lo lupa. Ok, gue kasih tau.”

“Lo hina fisik gue habis-habisan. Dengan seenaknya mulut lo bilang ini-itu tentang penampilan gue. Dari yang kelas 7, gue ngikutin lo, bahkan jadiin lo motivasi gue, ah pokoknya sempet jatuh banget gue sama lo, kak. Tapi saat gue down banget, butuh dorongan. Gue beraniin diri buat confess, siapa tau, ‘kan lo baik terus seenggaknya kalau nolak gue waktu itu, gue pikir lo bisa kasih sedikitnya semangat buat gue. Tapi yang ada lo malah nambah beban gue. Semua ekspetasi gue tentang lo hancur. Lo sendiri yang bikin gue dendam sama lo, kak.”

“Cukup? Dan tentang sisi lainnya gue yang kasih lampu hijau ke lo, itu bullshit. Gak ada gue ngasih lampu hijau. Bahkan lampu merah pun gue gak sudi. Gue baik cuma karena inget jasa lo yang nyelametin gue waktu tawuran itu. Sisanya cuma fiktif belaka.” 

Lalu setelahnya, Haidar meninggalkan Marka dengan segala perasannya yang campur aduk sekarang.

[—]

tbc.

doain ya besok try outku nilainya bagusan. biar gak banyak salahnya, kalo makin banyak salah, makin numpuk juga progres :(

glow up [markhyuck] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang