،،̲ chapter 5 ✦

16.6K 1.8K 43
                                        

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[-]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[-]

Selepas mengganti baju yang tadinya penuh dengan air-air semangka, Marka menyusul ke sekolah dengan umpatan penuh.

Jika kemarin Haidar yang dihukum, maka sekarang sebaliknya.

Seperti saat ini, Haidar akan melakukan apa yang dilakukan Marka kemarin.

Haidar mengacaukan daun-daun yang sudah dikumpulkan susah payah oleh Marka. Membuang kotak susu strawberry yang barusan disedot habis ke serakan daun itu.

"Bangs- Terserah lo deh, Bim. Capek gue dimusuhin lo terus." Marka dengan skenario drama.

"Alay. Lagian lo kemarin juga berantakin daun yang udah gue sapu. Impas namanya."

"Nee..."

Yang lebih tua menghela napas. Bersiap untuk menyapu dedaunan tadi. Raut wajahnya terlihat sangat sabar dan pasrah sambil menyapu.

Rasa tak tega dari lahir yang tumbuh dan tergerak. Selain itu, rasa bersalah membuat Haidar ikut membantu menyapu bersama Marka.

"Kalau gitu, kenapa lo berantakin tadi?" tanya Marka halus.

Haidar menggeleng cuek, "Gak tau. Gue, 'kan ada rasa bersalah. Nggak kayak lo. Berantakin juaranya, bersihin lagi gak mau."

Tapi sepertinya sarkasan terang-terangan tidak membuat Marka tersindir. Malah dengan santai, dia mengoper sapu lidinya pada Haidar.

"Apa?"

Memilih tak menjawab, Marka dengan wajah tengilnya berjalan mendekati pohon rindang, duduk berteduh dibawahnya, meluruskan kakinya tak lupa juga kedua mata yang menutup.

"Maksud lo?! KOK ORANG SATU INI DIKASIANIN MALAH NGELUNJAK ASU?!"

Tentu saja Haidar tak terima. Walaupun hampir seluruh daun dirinya yang menghamburi, tetap saja tidak bisa begini!

Dia bisa saja melempar sapu ini ke depan wajah Marka, tetapi hati nuraninya berkata tidak. Jadi, dengan emosi melebih tinggi badannya yang berusaha ditahan, Haidar menyapu dedaunan sialan ini.

Haidar sendiri tidak bisa mengontrol raut wajahnya jika merasa emosi.

Berbeda dengan aura suram yang dikeluarkan Haidar, Marka tetap dalam posisi sebelumnya. Senyum terpatri di wajahnya kala sebelumnya dia sempat mengintip dari ekor matanya bagaimana adik tingkatnya menyapu dengan emosi.

Sepertinya Abimanyu memiliki kontrol emosi yang rendah. Pikir Marka.

Pikirannya barusan memunculkan ide yang menurutnya akan menyenangkan.

"Bim. Bagian sana masih banyak daun yang belum lo sapu. Botol plastik juga disebelah situ masih banyak. Kertas-kertas bekas juga di sini masih banyak. Terus... Masih banyak kardus kotak di sudut kiri. Nanti, lo kumpulin dulu kertas-kertas itu terus masukin aja ke kardus. Nah, itu 'kan kardusnya banyak tuh, lo kumpulin aja botol itu di kardus. Baru deh lo kumpulin daunnya terus terakhir lo kuburin di tan--"

"LO AJA YANG GUE KUBUR, GIMANA?!"

Benang merah tipis itu akhirnya putus juga. Sama seperti emosi Haidar, meledak juga akhirnya.

Haidar berjalan tergesa menghampiri Marka. Menariknya agar anak tengil yang sialnya kakak tingkatnya, agar berdiri. Tak peduli ringisan yang keluar dari bibir Marka.

Berhasil. Marka berdiri meski agak terseok.

"Udah gue bantuin malah ngelunjak. Enak aja! Lanjutin! Gue yang mandor disini. NIH CEPETAN!!"

Marka takut-takut menerima sapu dari Haidar.

Sapu berhasil berpindah tempat. Haidar bersedekap dada seperti atasan yang angkuh, "Sapu daunnya, kumpulin botol plastik, tumpukin kertasnya terus susun di kardus."

"CEPETAN!"

Marka merasa seperti latihan anak paskibra. Senior yang galak dengan suara seperti yang Haidar lakukan barusan.

"Baik, paduka ratu!"

Sebelum terkena timpukan dari Haidar, Marka cepat-cepat lari.

"Heran. Ada aja modelan orang yang begitu. Ntah siapa yang bakal jadi pendamping hidupnya. Jangan jauh-jauh ke pendamping hidup dulu deh. Pacar aja dulu. Entah siapa yang bakal jadi pacarnya nanti!"

"Babak belur nanti dipukulin terus." lanjut Marka.

"MARKA GIDEON PRATAMA!!!"

Alarm danger berbunyi di kepalanya.

"YES BABE?"

"GUE DENGER OMONGAN LO BARUSAN!"

"YEA, I'M SORRY LOVE!!"

Haidar memijat keningnya pusing. Kenapa dulu dia menyukai Marka dulu?

Dulu?

[-]

glow up [markhyuck] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang