-complete.-
Kala itu, Haechan memilih mengungkapkan perasaannya pada Mark. lelaki yang 2 tahun diatasnya.
Dengan bermodalkan nekat saja, Haidar yang waktu itu kelas 8 SMP, dan Marka yang kelas 10 SMA.
"ya. kita lihat nanti." -haidar
"gue lihatin ter...
Permohonan itu mengalihkan atensi Haidar dan Navendra yang sedang berpikir jalan tikus menuju keluar sekolah.
"Nggak. Nggak bisa. Kamu udah sering begini, dari kemarin begitu terus." satpam pun sepertinya sudah bosan dengan orang yang itu-itu saja.
"Itu kak Marka, 'kan?" tanya Haidar memastikan.
"Iya. Telat dia."
Ide buruk terlintas di benak Haidar. "Ajak kak Marka bolos bareng aja, kuy!"
Bug
"Gila lo? Mana mau dia. Liat tuh, dia aja bersikeras mau masuk. Masa pas udah masuk tinggal keluar gitu aja?"
Haidar berpikir itu ada benarnya juga. Tapi, tak salah mencoba, 'kan?
"Coba aja dulu. Siapa tau kak Marka suka sama gue, terus dia mau karena gue yang ngajak?"
Sejujurnya, Navendra berasa tertampar dengan melihat Marka. Mereka berdua dengan mudah dan tidak telat, bisa masuk dengan ringan. Sedangkan Marka, dia telat dan masuk saja harus memohon.
Tetapi walaupun tertampar, dia tidak mengurungkan niat untuk bolos.
"Pede banget lo."
"Suka-suka siapa? Sirik, 'kan lo gara-gara Jeano nggak bisa diajak kompromi?" Haidar meledek.
"Yayaya. Cepetan, nanti keburu ada yang keliling buat jaga."
Haidar mengendap, diikuti Navendra yang mengcopy segala gerakan Haidar dengan teliti agar tidak ketauan.
Jalan tikus yang dicari Haidar berhasil ternyata. Navendra bisa bernapas lega sekarang.
"Psstt! Mark!"
Sebut saja Haidar tak sopan. Tapi memang begitu kenyataannya. Sejak kejadian kemarin, dia agak kesal dengan Marka. Tapi, itu tidak membenarkan Haidar untuk menghilangkan kesopanannya bukan?
Ya tapi Haidar tetap Haidar. Kepala batu.
Satpam memang sudah memasuki kawasan lapangan tempat dimana upacara dimulai. Hanya tinggal satu satpam yang berjaga. Namun, satpam yang harusnya bertugas di pos, sedang membuat kopi untuk dirinya sendiri.
Jadi, aman-aman saja.
"Bim? Itu lo?" Marka memastikan dengan berbisik.
"Ya iyalah. Siapa lagi?"
"Ikut bolos nggak?" tawar Haidar tanpa beban.
"Nggak. Lo, gue bilangin Bu Nia nanti bolos upacara." Marka mengancam.
"Gue putusin dulu pita suara lo. Lagian, lo juga bakal dihukum akhirnya. Tadi pak satpam nggak kasih ijin buat lo masuk, 'kan?"
Haidar dengan segala akal bulusnya mempengaruhi Marka. Marka yang bimbang malah ikut terjeblos mengikuti Haidar dan Navendra untuk bolos.
Lagian, dia lelah membujuk satpam dengan rokok terus. Tekor Marka lama-lama!
"Ikut deh gue." kata Marka pada akhirnya.
Terhasut Haidar. Haduhh.
Setelah merasa puas, Marka menerima ajakannya, mereka bertiga bolos dengan ringannya. Menanyai Marka, tempat bolos yang berkelas. Tentu saja Marka tau! Dia sudah hampir 3 tahun bersekolah disini.
"Ke taman sekitar sini. Itu biasanya aman kalau upacara."
Ya, memang benar. Pasalnya, tidak ada guru atau pengawas yang mau lelah-lelah memeriksa ke sana.