[-]
Ini akhir pekan. Hari Sabtu. Dimana, biasanya anak muda akan keluar dengan pasangannya dan menghabiskan waktu berduaan.
Berbagai macam. Ada yang dari matahari menyapa memilih menginap di rumah sang kekasih, ada juga yang memilih dari senja menyapa dan menghabiskan waktu sampai bulan menampakkan diri di langit gelap dengan bintang yang menemani.
Tetapi sepertinya dari kedua opsi, Haidar memilih untuk ke supermarket sendirian dengan seragam khas ditutupi jaket kebanggaan dan kesayangannya. Melamar pekerjaan tadi pagi, check! Dia mendapat shift sore hari sampai supermarket tutup sebagai kasir.
Bukannya Haidar tak diberi uang oleh kedua orang tuanya yang dirinya sendiri pun tak tau bagaimana keadaannya sekarang. Tapi, karena Haidar mungkin.. gengsi? Dan juga ingin belajar mandiri --katanya.
Lumayan juga gajinya untuk sebulan.
"Selamat datang!" sapa Haidar riang pada pelanggan pertamanya hari ini.
"Oh, hai."
Haidar tentu saja terkejut kala didapatnya Marka yang datang dengan-- perempuan yang berbeda. Tetapi dirinya harus profesional.
Menyembunyikan banyak pertanyaan yang jikapun sudah selesai shift, tidak akan ia tanyakan pada lelaki yang sibuk memilih eskrim dengan perempuan yang tampak centil itu.
Mungkin mereka memang berpacaran?
Apa peduliku?
"Hey!"
Tepukan kencang pada pundaknya cukup mengejutkan bagi Haidar.
"Anjir, Bi! Kaget gue."
Yea, hari pertama bekerja di hari Sabtu, Haidar memiliki teman.
Abian Baskara, atau akrab dipanggil Bian atau Abi. Bian seharusnya shift pagi, tetapi karena ada kendala, dia menggantinya dengan shift sore. Kebetulan, Bian bertemu Haidar. Mereka berteman pada akhirnya.
Kalau tidak salah, Bian adalah sebayanya. Tetapi lebih tua 3 bulan Bian tentu saja.
"Maaf-maaf. Habisnya lo serius banget liatin mereka."
Apa Bian menyadarinya? Atau memang dirinya yang terlalu terang-terangan memerhatikan? Pasalnya, Bian terlebih peka terhadap sekitar.
"Santai. Nggak, gue cuma aneh aja. Soalnya mereka keliatan mau beli k*ndom..."
Bian tertawa kecil, "Emang kenapa? Wajar-wajar aja, 'kan?"
Wajar ya?
Haidar menggaruk tengkuknya sambil tertawa canggung. "Iya juga. Duh, gue bodoh banget."
"Gak masalah. Nanti juga lo terbiasa sama orang yang beli itu."
Sebenarnya dia sudah terbiasa. Hanya belum terbiasa dengan orang yang membelinya saja. Apalagi dengan perempuan yang dirinya yakini adalah kekasih dari Marka.
Tetapi dari yang Haidar lihat disini, sang gadis lah yang lebih agresif dibandingkan Marka sendiri. Bahkan sedari tadi yang heboh perempuan itu.
Heboh masalah rasa, bentuk, cover, dan lainnya. Hingga, tak jadi membeli. Hanya melihat-lihat.
Yang mana hal itu tanpa sadar membuat Haidar bernapas lega.
Tunggu.
Lagipula kenapa harus lega? Apa pedulinya?!
"Ini aja."
Giliran Bian yang melayani. Tadi, dengan baik hatinya, Bian menawarkan untuk Haidar beristirahat.
Tatapan matanya bertubrukan dengan Marka. Bahkan Haidar seakan tak mendengar apapun, atau bahkan Bian yang cerewet mengenai tawaran diskon yang berlaku, seakan dirinya tak mendengar itu.
Hanya fokus pada satu hal. Bola mata hitam Marka yang menyiratkan sesuatu.
"Marka? Ayo, babe!"
Suara cempreng nan alay memecahkan fokus Haidar dan menariknya ke dunia nyata.
Mirk iyi bibi! Babe babe, babi kali ah. Ejek Haidar dalam hati.
Sedangkan Marka, dia tanpa menjawab, berlalu keluar meninggalkan gadis freak ini.
Bagaimana tidak?!
Si freak ini menatapnya dari atas kepala sampai bawah kaki seakan menilai. Mata yang menilai teliti dirinya membuat Haidar ingin mencongkelnya.
"Hush mbak! Tuh udah ditunggu pacarnya." usir Haidar tanpa basa-basi.
Dia risih dengan tatapan gadis freak ini. Ew.
[-]
KAMU SEDANG MEMBACA
glow up [markhyuck] ✓
Fanfiction-complete.- Kala itu, Haechan memilih mengungkapkan perasaannya pada Mark. lelaki yang 2 tahun diatasnya. Dengan bermodalkan nekat saja, Haidar yang waktu itu kelas 8 SMP, dan Marka yang kelas 10 SMA. "ya. kita lihat nanti." -haidar "gue lihatin ter...