いち-Hari Pertama

608 88 21
                                    

"Anak-anak, ayo sarapan, nanti kalian telat lho!"

Usai mendengar teriakan sang mama, delapan orang anak turun dengan pakaiannya masing-masing.

Empat orang dengan pakaian santai dan empat lainnya dengan seragam sekolah.

"Heh cicak monyong, lo ngapain dorong-dorong gue sih? Hampir jatuh nih gue!!!"

"Ya maaf Ju! Gak sengaja juga. Lagian lo kenapa masang dasi ditangga sih? Kenapa gak dikamar lo aja tadi?"

"Ya gak sempat dodol. Kan lo yang gangguin gue dari tadi."

Ketika si kembar adu mulut, enam saudaranya yang lain hanya menyaksikan dengan tatapan...b aja. Dah sering liat juga-_-

Mereka duduk mengelilingi meja makan. Dengan satu kursi kosong diujung.

Para pelayan yang tadinya menyiapkan makanan, kini sudah kembali ke tempatnya. Wanita yang tadi meneriaki anak-anaknya, kini sudah duduk manis dikursinya.

"Pagi sayang!" Wanita tersebut membalas kecupan singkat suaminya dipipi. Elusan lembut di pucuk kepalanya, membuat ibu delapan anak itu tersenyum manis. Ia pun meletakkan tas kerja suaminya kursi.

Hal itu pun sudah menjadi tontonan rutin pada pagi hari di keluarga ini, tepatnya bagi delapan anak yang tengah duduk dihadapan mereka.

Setelah menyadari anak-anak yang tengah memperhatikan aksi mereka, sang kepala keluarga tersebut beralih menghadap ke depan.

"Selamat pagi para kesatria tampan papa..." Ucapnya seraya tersenyum. "...dan putri cantik papa yang sangat papa sayang" lanjutnya mengelus rambut putri kesayangannya.

Setelahnya, semua mulai sarapan dengan tenang, tanpa ada yang berbicara sepatah kata pun ditengah aksi makan mereka. Suara sendok dan garpu yang bersahutan menjadi pengisi suara di meja makan tersebut.

Sarapan pagi selesai

"Oh ya pa, mungkin nanti Sean pulang telat. Soalnya ada rapat OSIS untuk ngurus penutupan MPLS siswa baru untuk besok."

"Juan juga pa. Kan Juan juga anggota OSIS. Jadi nanti ikut bang Sean rapat."

Mendengar kedua abangnya membahas penutupan MPLS, Riki langsung mendongakkan kepalanya, yang tadinya sibuk dengan ponselnya kini menatap lurus ke samping, ke kedua abangnya.

"Penutupannya besok bang?" Sean dan Juan mengangguk. "Berarti nanti kita gladi dong?! Kalo gitu, aku izin pulang telat juga ya pa!" Riki menoleh ke arah sang papa yang juga tengah menatapnya.

Papa Albert mengangguk mengizinkan. Asalkan anak-anaknya tidak melakukan hal aneh dan merugikan, Papa Albert tidak akan mempermasalahkan itu. Terlebih lagi mereka itu laki-laki, tidak mungkin untuk mengekangnya terus.

Terkecuali mungkin Valen, anak perempuan satu-satunya diantara tujuh saudaranya.

Ia lebih sering tidak diizinkan kemana pun dan melakukan apa pun daripada yang lainnya.

"Kamu gak ikut abang-abang kamu rapat OSIS, Valen?" Tanya sang Papa. Valen menggeleng pelan. Bukannya ia tak ingin ikut, tapi ia bukanlah anggota OSIS.

Saat ingin mencalonkan diri menjadi anggota OSIS dulu, Valen dilarang oleh salah satu abangnya. Entah apa alasannya, yang pasti saat itu Valen sangat kesal.

***
Empat orang berseragam SMA itu turun dari mobil, menyusuri koridor sekolah menuju kelasnya masing-masing.

Orang-orang yang berada di koridor dan berlalu lalang menjadikan mereka pusat perhatian. Dengan sneakers putih yang melekat dikaki mereka, tas branded, hingga jam tangan merk Rolex yang melingkar di lengan mereka, tentu hal itu akan menjadi daya tarik setiap siswa maupun siswi untuk menjadikan mereka teman.

THE SIBLINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang