Aku memandang ke luar jendela mobil. Yang ku temui masih jajaran pohon rimbun di pinggir jalan. Huh. Aku bosan. Dari kursi paling belakang mobil, ingin sekali aku berteriak, " Ayah, kapan kita sampai? ".
Ya ampun, maaf, aku hampir lupa memberitau kalian bahwa kami sedang dalam perjalanan menuju rumah Nenek. Entah dimana. Aku tidak peduli. Rambutku terasa ditarik-tarik. Huh. Ulah adikku yang usil lagi.
Hai, aku Dian. Siswa salah satu SMA favorit di Indonesia. Aku baru kelas satu. Yang tadi menarik-narik rambutku adalah Dion, adikku. Maklumlah, dia masih TK . Tangannya masih gatal ingin mengusili kakaknya. Aku selalu mendengus kesal tiap Adikku ini ada di dekatku. Bukan apa-apa, habis diusilin, aku juga yang kena sembur.
" Yah, kapan sih sampainya? Dian bosen.. " akhirnya kuberanikan diri benar-benar berbicara, tapi tidak teriak tentunya.
" Sabar nak, sepuluh menit lagi " Ayah meyakinkan ku
" Sepuluh menit, Yah? " aku heran. Yang ku lihat masih jajaran pohon, bukan perkotaan!
" Ini...masih daerah perkebunan kan, Yah? " Aku menyebut perkebunan. Tidak mungkin kan aku bilang ke Ayah ini hutan?
Ayah tertawa pelan. " Salah kita memang Bu, tidak membawa mereka lagi ke desa setelah hampir sepuluh tahun. Mereka jadi lupa "
" Iya, Ayah. Sabar Dian, sebentar lagi sampai, kok .. " Ibu menambahi.
Aku diam saja. Memperhatikan pohon-pohon yang sekarang terlihat mulai diselingi beberapa rumah sederhana. Tiba-tiba mobil berbelok ke kiri. Lalu pemandagan jajaran pohon digantikan pemandangan rumah mulai banyak. Tak lama mobil kami berhenti. " Kita sampai "
-----
Ramai sekali di sini. Semuanya keluarga besar dari Ayah. Semua berkumpul untuk makan bersama. Ku pandangi semua orang yang ada di sini. Mencoba menerka, yang mana yang seumur dengan ku dan bisa kujadikan teman bicara. Tidak mungkin, kan, aku bermain dengan anak seumuran Dion? Kacau semuanya. Hm, beberapa anak perempuan terlihat cocok menjadi temanku. Baiklah, akan ku mulai pembicaraan dengan mereka nanti. Sekarang aku menikmati makanan masakan Ibu dan Bibi-bibi ku dulu. Aku sudah sangat lapar setelah hampir seharian di perjalanan.
Setelah selesai makan, aku berniat ingin ke kamar, membereskan barangku yang sepertinya asal diletakkan saja tadi saat baru sampai. Sebelum sempat masuk ke kamar, seseorang menahan tanganku. Aku terkejut lantas spontan menoleh ke arah belakang. Ya Tuhan ternyata Nenek.
" Nek, ada apa? " aku bertanya heran.
" Jangan masuk dulu. Ikut ke kamar Nenek sebentar, yuk " Nenek membujukku dengan tersenyum. Belum sempat aku berkata iya, Nenek sudah berjalan mendahuluiku. Pemaksaan. Baik-baik, ku ikuti Nenek ke kamarnya.
Wow, kamarnya rapi sekali. Tidak banyak barang di kamar ini. Hanya tempat tidur, satu lemari besar, meja dan kaca rias, serta bufet kecil yang berisi beberap foto Nenek bersama Kakek. Aku berdiri canggung di dekat tempat idur, sementara Nenek mengambil sesuatu di lemari.
Nenek mendekat dan duduk di tepi tempat tidur, aku mendekatinya.
" Dian, kamu tidak pakai kalung, nak? " Nenek bertanya
" Tidak nek " Aku menjawab singkat
Nenek mengulurkan tangannya, memberiku sesuatu. " Ini nak, Nenek berikan kalung ini untukmu ". Kalung itu cantik. Mainannya berbentuk bulan dan bintang yang melekat. Aku menyukainya. Tapi, apakah hanya aku yang diberikan kalung seperti ini oleh nenek? Lalu, kenapa?
Sebelum sempat bertanya, Nenek lebih dulu berbicara, " Pakailah. Ini hanya Nenek berikan padamu. Nenek harap kau selalu memakainya. Kau akan tau, kenapa Nenek memberikan ini hanya padamu. Kau juga akan mengerti kenapa bentuk mainan kalung ini seperti ini. Kau, cucu ku yang terpilih .. " Nenek berkata pelan.
Kuterima kalung itu, lalu kukenakan.
Sungguh. Aku masih penasaran. Nenek misterius. Apa kalung ini kalung magis? Tapi Ayah tak pernah bilang keluarga Ayah bersentuhan dengan hal-hal seperti ini.
Sudahlah. Usai mengucapkan terimakasih aku meninggalkan Nenek dan kembali ke tujuan utamaku. Ke kamar. Kali ini aku berubah keinginan. Bukan untuk membereskan tas lagi. Tapi untuk tidur. Melupakan keanehan sikap Nenek ini dan berharap esok ketika terbangun, aku sudah di rumahku di Jakarta. Ku harap.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABULIA
Short StoryAbulia bukanlah nama. Abulia bukan juga istilah yang mengkiaskan sesuatu. Abulia adalah tempat. Tempat tak beralamat. Tempat penuh misteri. Abulia bukan tempat tujuan liburan, tapi tempat menjalankan misi.