Aku mengedarkan pandangan ke luar jendela mobil. Yang kulihat masih pepohonan. Sama saja dengan yang kulihat satu tahun yang lalu. Iya, satu tahun. Cepat sekali semuanya berlalu. Aku ingat sekali, waktu itu aku sangat bosan dalam perjalanan ini. Waktu itu adikku Dion masih jadi musuh terbesarku. Sekarang semua telah jauh berbeda. Kali ini entah mengapa aku sangat ingin segera sampai di rumah Nenek. Sekarang Dion juga bukan jadi musuh besarku lagi
Semua karena Abulia. Tempat itu memberiku banyak sekali pelajaran dan petualangan. Sedih sekali mendengar isi telepon Nenek beberapa minggu yang lalu. Nenek bilang aku akan segera pergi dari Abulia. Meninggalkan Abulia. Kalung itu menggenapi waktunya untuk berpindah tangan .
Mobil yang dikemudikan Ayah berbelok. Aku hafal sekali, sebentar lagi pasti sampai. Aku membenarkan posisi dudukku menjadi tegap.
" Duh, kayaknya ada yang udah nggak sabar mau sampe nih.. " Ibu menggodaku. Aku tersenyum.
——————————————————-
Kami sampai. Nenek sudah terlihat berdiri di depan pintu menyambut kami. Hei, tak hanya Nenek di sana. Ada Paman Ari dan.. siapa gadis cilik itu? Putri Paman Ari kah?
" Dian, cucu Nenek .. " Nenek menyambutku dengan pelukan.
" Aku rindu Nenek .. "
" Nenek juga, Dian. Oh iya kenalkan itu adik sepupumu, Ira. Putri pamanmu.. " Nenek memandang ke arah Ira.
" Dialah yang akan mengenakan kalung itu selanjutnya "
Aku menatap juga ke arah Ira. Aku akan segera kehilangan Abulia.
———————————————————
Aku merebahkan badanku di tempat tidur. Tempat tidur yang sama dengan satu tahun yang lalu. Aku teringat detik-detik menuju kedatangan pertamaku di Abulia. Tapi sebentar lagi aku benar-benar tidak bisa pergi ke tempat itu lagi. Nenek membebaskanku kapan saja aku mau memberikan kalung itu kembali pada Nenek. Tapi percuma saja, cepat atau lambat akan segera tiba perpisahan menyedihkan itu. Kupilih malam ini sebagai malam terakhirku di Abulia.
Aku memejamkan mata. Pintu bercahaya jatuh.
Kali ini aku tak buru-buru memasuki Abulia. Aku terdiam beberapa saat di depan pintu bercahaya yang satu tahun lalu amat aku takuti itu. Tanganku menyentuh daun pintu itu dan menutup mataku. Aku mengucapkan salam perpisahan pada pintu ini. Air mataku jatuh.
Aku memegang gagang pintu dan membuka pintu itu. Pelan. Aku meresapi hal-hal yang aku lakukan untuk terakhir kali. Aku melangkah masuk.
Mili muncul dari depan pintu, memelukku erat.
" Aku tau kau akan pergi " Mili berkata dengan suara parau sekali.
" Kau tetap sahabatku. Terimakasih untuk semua yang kau lakukan selama ini Mili. " Aku balas memeluknya erat.
" Abulia harus berterimakasih padamu. Kau telah menyelamatkan kami. Mereka semua ingin bertemu denganmu, ayo ikut aku " Mili menarik tanganku. Tapi dia tidak mengajakku berlari melainkan berjalan. Mungkin dia tau aku ingi meresapi hal-hal yang aku lakukan untuk terakhir kali.
Entah kemana Mili akan membawaku. Aku memandangi kanan-kiriku. Pemandangan yang terakhir kalinya akan aku lihat. Kami sampai di lapangan. Di sana ramai warga Abulia berkumpul. Mili membawaku ke tempat ini lagi. Tempat ini.... ah aku teringat satu tahun yang lalu. Aku dituntunnya berdiri di depan warga Abulia.
Semua warga Abulia diam. Kulihat Mili merogoh saku celananya. Mili lalu menyodorkan tangannya padaku. " Ini.. kenang-kenangan untukmu dari kami semua warga Abulia "
" Apa itu Mili? "
" Gelang. Mainannya berbentuk bulan dan bintang. Jika kau tidak memiliki kalung ini lagi esok hari, setidaknya kau masih memiliki gelang ini. Kami harap kau tidak pernah melupakan kami " Mili memelukku lagi.
Oh perpisahan. Aku menangis.
Mili mengenakan gelang itu di tanganku. Gelang itu sepertinya terbuat dari emas putih. Mainannya persis seperti mainan kalung Abulia yang kukenakan saat ini. Hanya bentuknya lebih kecil.
" Terimakasih. Kalian semua tidak akan pernah aku lupakan.. " Aku terisak.
Bel berbunyi. Oh Tuhan. Haruskah sekarang aku meninggalkan Abulia?
Aku memandangi semua warga yang berdiri di hadapanku. Mereka semua tersenyum. Beberapa terlihat menahan tangis. Mili menarik tanganku, mengantarku menuju pintu. Aku menangis sepanjang jalan menuju pintu
" Sampai jumpa Dian, sahabatku " Mili memelukku entah yang keberapa kali begitu kami tiba di depan pintu. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Aku sempurna terisak.
Kakiku berat sekali melangkah. Tapi harus ku langkahkan. Selamat tinggal Abulia.
Aku merasa ada yang mengelus pipiku. Aku membuka mata. Nenek. Aku baru sadar, pipiku basah sekali. Tanganku spontan mengelap airmata yang memenuhi pipiku. Gelang itu terbalut apik di pergelangan tanganku. Nenek menatapku dengan mata yang teduh. Nenek seperti tau apa yang baru saja terjadi di Abulia. Aku memeluk erat Nenek.
Setelah merasa tenang, aku melepaskan kalung itu dari leherku.
" Kau telah menjalankan misimu dengan sempurna.. " Nenek menenangkanku.
" Terimakasih, Nek. Sudah mempercayaiku selama satu tahun ini "
Aku memeluk Nenek lagi.
Mulai detik ini aku kembali menjadi Dian. Dian tanpa Abulia.
Notes :
Hai readers, terimakasih sudah membaca sampai ending cerita ini. Begitulah perjalanan Dian selama di Abulia. Semoga kalian suka. Voments nya jangan lupa ya. Smpai ketemu di next story :-)
KAMU SEDANG MEMBACA
ABULIA
Kısa HikayeAbulia bukanlah nama. Abulia bukan juga istilah yang mengkiaskan sesuatu. Abulia adalah tempat. Tempat tak beralamat. Tempat penuh misteri. Abulia bukan tempat tujuan liburan, tapi tempat menjalankan misi.