Tidak. Murid baru itu memilih duduk di sebelahku. Apakah ini sungguhan?
Namanya Agri, itu informasi pertama yang ku serap dari perkenalan massal yang dilakukannya di depan kelas 10 menit yang lalu. Dia pindahan dari Padang. Tapi perawakannya sunguh seperti orang tionghoa. Putih dan sipit. Senyumnya. Biasa saja bagiku. Tapi entah mengapa, gadis-gadis centil di belakangku tiba-tiba berbisik-bisik riuh. Pendengaranku menangkap salah satu dari mereka berkata " Ihh..manis bangett.. " . Aku memutar bola mata, mendengus, dan sedikit memajukan bibir.
Aku tidak terlalu memperhatikannya. Hanya mendengar saja perkenalan di depan kelas itu. Maaf, aku sibuk membaca sedikit novel yang aku selipkan di bawah tumpukan buku tulis di mejaku. Perkanalan usai. Pelajaran dimulai. Aku menutup novelku. Aku menoleh ke samping. HAH!
Sejak kapan Agri ada di sebelahku? Tak terdengar dia duduk di sebelahku. Atau aku yang terlalu fokus pada novel? Ya ampun, aku kaget sekali tadi. Hampir saja refleks berteriak.
Agri malah tertawa. " Maaf, aku mnegagetkanmu ya? Habis daritadi kamu asyik sekali membaca novelnya " Dia berbisik pelan.
" Sttt! Kalo ada yang tau ini novel bisa habis aku " Aku membalas dengan membisik juga.
Asing. Baru kali ini ada yang memilih duduk di sebelahku. Padahal ini bukan satu-satunya tempat kosong yang bisa diisi. Ah kebetulan saja mungkin. Sudahlah. Kami larut dalam materi sosiologi sebagai menu pembuka hari ini.
-------------------
" Kalung kamu bagus, Dian.. " Tiba-tiba Agri bicara disela-sela mulutnya yang sibuk mengunyah bakso. Aku menanggapinya dengan ucapan terimakasih dan senyum. Habis mau apalagi? Ceritakan soal Abulia? Tidak mungkin. Dia akan kira aku gila.
" Tapi entah kenapa, feeling ku bilang kalung itu bukan kalung biasa " Agri menatapku tajam. Seperti memaksa bicara. Tanganku dingin. Apa anak ini bisa membaca pikiranku ya?
" Ah, Nggak kok. Ini kalung biasa, pemberian dari Nenekku.. " Aku menutupi dengan senyum canggung.
" Kalo kamu nggak siap cerita sekarang juga gak apa-apa kok Dian, kapan-kapan kamu boleh cerita " . Darr! Seperti tersambar petir! Aku diam saja dan tersenyum.
Tiba-tiba geng gadis centil itu mendekat. Aku mendengus lagi. Nampaknya akan terjadi intimidasi dalam hitungan detik ini. Agri juga menyadari nya. Aku gantian memandang Agri. Agri menarik tanganku tiba-tiba. Persis seperti Mili menarik tanganku. Dia mengajakku berlari. Entah mngapa badanku mengikut.
" Hahahha, maaf. Aku hanya malas menanggapi mereka. Lebih tepatnya aku tidak nyaman " Agri melepaskanku di perpustakaan yang cukup jauh dari kantin.
" Jangankan kamu, Gri. Aku yang tiap hari ketemu mereka udah eneg sendiri Gri. Hahahha " . Entah kenapa kami bisa punya kebencian yang sama pada gadis terlalu ceria itu.
" Aku ini introvert, Gri. Sedikit yang mau berteman denganku. Yah, syukur-syukur kalau disapa dan disenyumin setiap ketemu sama mereka. Apalagi gadis-gadis centil itu, pekerjaan mereka hanya berbisik tiap aku datang " .
" Mulai sekarang ada aku. Kita bisa kok berteman. Panggil aku Agi saja lah. Mulutmu ribet banget kalau memenggal namaku jadi 'Gri' . Haahahah.. " . Aku mengangguk. Ikutan tertawa.
Aku sempurna bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABULIA
Short StoryAbulia bukanlah nama. Abulia bukan juga istilah yang mengkiaskan sesuatu. Abulia adalah tempat. Tempat tak beralamat. Tempat penuh misteri. Abulia bukan tempat tujuan liburan, tapi tempat menjalankan misi.