Tidak Seburuk Yang Ku Kira

111 25 2
                                    

Sudah empat hari kami di sini, di Rumah Nenek . Ayah bilang kami hanya satu minggu menginap di sini. Itu akhirnya tiga hari lagi sebelum kami pulang ke Jakarta. Tempat ini sedikit membosankan. Sinyal handphone tidak ada. Teman yang bisa di ajak bicara dengan asyik juga tidak ada. Yang menyenangkan adalah ketika aku berjalan-jalan ke luar rumah yang sejuk dan pemandangan nya menyegarkan mata. Sisanya apa? Biasa saja. 

Aku bisa dibilang introvert. Susah bersosialisasi. Tapi kalau sudah ketemu dengan teman yang klop, mungkin aku berubah jadi orang yang cerewet. Itulah yang membuat aku tidak begitu akrab dengan sepupu-sepupu ku yang ada di sini. Yah, paling hanya mendengar mereka bercerita tanpa aku sendiri ikut berbicara. 

Aku malah senang sekali tidur sekarang. Pernyataanku membenci tidur kini telah resmi ku tarik. Jika tidak tahu apa yang hars dikerjakan lagi, aku tidur. Aku menuju Abulia tentunya. Di sana lebih asyik. Ada Mili, teman ku di Abulia yang sangat baik dan ramah. Tempat-tempat yang ada di Abulia juga menarik sekali. Kalau otakku sudah lelah, aku akan meninggalkan Abulia.

Sore ini aku menyeduh teh dan memasukkan nya dalam botol minuman kecil. Lalu aku membawanya ke kursi kayu yang ada di pingir jalan besar. Aku mau coba saja rasanya minum teh sambil menghitung kendaraan yang lewat. Kurang kerjaan? Memang! Kan sudah ku bilang, aku tidak tau harus ngapain lagi dirumah ini.

Tiba-tiba Nenek mengahmpiri aku yang baru saja selesai menuangkan teh seduhan ke botol. " Untuk apa itu, Dian? " Tanya Nenek.

" Hm, Dian mau duduk sambil minum teh di kursi kayu yang ada di dekat jalan, Nek. Sepertinya asyik .. " Aku mengelak. Padahal yang ingin ku katakan adalah, aku melakukannya karena aku tidak tau mau apalagi.

" Duduk-duduknya nanti saja ya, Nenek mau minta tolong.." Nenek berkata pelan sambil memijat pelipisnya.

" Minta tolong apa Nek? Nenek sakit ya? " 

" Iya. Kepala Nenek sakit sekali. Obat Nenek habis. Kalau Nenek mau ke rumah sakit, gak enak ganggu Pamanmu lagi asyik bersantai di teras.. " . 

Aku mendengus dalam hati, Iya mereka asyik. Lah aku?

" Lalu, apa yang bisa Dian lakukan, Nek? Nenek mau Dian pijat? " Aku ngasal saja. 

" Hahaha..tidak Nak, tidak perlu. Kamu tidur saja sebentar, lalu pergilah ke Abulia. Minta obat pada tabib di sana, tanyakan obat untuk Nenek ". Huhhhhh, Nenek. Lalu rencana minum teh ku bagaimanaaaaaaaa???

Nenek menatapku. Memohon. Lalu tersenyum, " Terimakasih, Nak.. " . Pemaksaan, Nek. Aku belum mengatakan iya sedikitpun. Oh Tuhan.

Aku memasuki kamar. Aku memancing tidurku dengan mendengarkan lagu dari Handphoneku. Biasanya 15 menit saja lagu mengalun, aku sudah tidur. Mataku terpejam. Menyebut Abulia tiga kali, agar ketika tertidur cepat sampai ke sana. Aku resmi tidur. Aku tersesat dalam gelap lagi. Begitu pintu bercahaya jatuh, aku menyentuh gagangnya. Pintu terbuka dan aku masuk.

Mili sudah menyambutku di pintu. " Hai Dian. Kau datang.. " Sapa nya

" Iya Mili. Nenek memintaku menanyakan obat pada tabib untuk beliau. Beliau sedang sakit.. "

" Mari kuantar " Mili bersemangat. Dia menarik tanganku. Ku rasa dia ini hobi menarik tanganku. Dari awal aku bertemu dengannya dia selalu menarik tanganku.

Kami berjalan, menyusuri jalan Abulia.

" Sampai.. " Mili memandang rumah kayu yang di kelilingi tanaman itu.

" Permisi Tabib...." Aku dan Mili sama-sama memanggil dari depan pintu .

Tak lama, langkah kaki terdengar dari dalam rumah. Pintu dibukakan.

" Wah, Dian dan Mili rupanya. Ada apa? " Tabib terlihat antusisa. Wih, tabib ini  persis yang ada di dongeng-dongeng kartun yang dulu sering ku baca. Janggutnya panjang dan putih, jubahnya panjang, tak lupa penutup kepalanya. Tapi tabib ini murah senyum, tidak seram seperti yang dikisahkan dongeng penyihir itu. 

" Begini tabib, Nenek Yuni sedang sakit kepala, beliau ingin menanyakan obat padamu " aku mencoba menjelaskan. Kalau dipikir-pikir, berlebihan juga ya Nenek. Apa tidak ada obat sakit kepala lain Nek di warung? Hus, sudah-sudah, berprasangka buruk pada orangtua tidak baik hehe.

" Baik, silahkan masuk, nanti aku ambilkan dulu ramuan tumbuhannya ya.. " 

" Hm tabib, kata nenek aku ditugaskan menanyakan tanamannya saja.."

" Sudahlah, bawa saja sekalian.."

" Tapi tabib, apa tanaman nya akan tetap ada ketika aku pulang dari Abulia nanti? " 

  " Tentu "  jawab tabib singkat.

Selepas tabib pergi meracik ramuan tanaman, kami berkeliling rumah sehat itu sambil mengobrol. Di sela-sela pembicaraan itu, Mili bilang padaku bahwa benda apapun yang aku bawa dari Abulia bisa tetap berwujud jika aku membawanya ke dunia nyata. Begitu juga sebaliknya. Benda dari dunia nyata yang ku bawa ke Abulia, bisa diterima dan digunakan oleh mereka. 

Aku mulai berpikir menanyakan sesuatu pada Mili, " Mili, apa kalian tau apa itu handphone? " Aku iseng saja bertanya. Hei, siapa tau mereka tau dan punya hahaha.

" Aku tau, tapi warga Abulia yang lain tidak " jawab Mili

" Loh, kok bisa? " 

" Dulu paman mu, Paman Ari, sering membawa barang-barangnya ke sini. Dia dulu sering sekali bermain denganku, menjagaku, mengurusku ketika aku masih kecil. Dia lah yang mengenalkan aku handphone. Tapi dia tidak memberitaunya pada warga Abulia yang lain.." Mili menjelaskan

Hei, tunggu, ada sesuatu yang janggal.

" Kau bilang dulu Paman Ari mengurusmu saat kau masih kecil, sedangkan Paman Ari sudah tua sekarang, lantas kau masuh terlihat seusiaku. Usiamu, berapa? " aku bertanya 

" Di Abulia tidak ada usia, Dian. Kami hanya menerima takdir berkembangnya tubuh kami. Jika lamabat, ya lambat, jika cepat, ya cepat. Itu sudah aturan di Abulia, Dian.. " 

Satu lagi misteri Abulia terungkap. Aku mengangguk. 

Tabib datang, memberikan ramuan itu. Ku masukkan ke kantung baju lalu aku berpamitan pulang. 

Mili mengantarku ke pintu. Aku pulang. Dengan ilmu baru yang membuatku semakin mengenal tempat ini. 

Tiba-tiba mataku membuka. Aku sudah bangun. Ku rogoh saku ku, ramuannya benar-benar masih ada, lalu ku berikan pada Nenek. 

" Kau bisa memanfaatkan Abulia untuk menyelesaikan masalah, Dian. Seperti yang baru saja kau lakukan. Tapi ingatlah, gunakan seperlumu.. " Nenek berpesan ketika aku memberikan ramuan itu.

Ternyata Abulia tak seburuk yang ku bayangkan dulu. Tampaknya tempat ini bsia menjadi tempat yang akan membantuku menyelesaikan masalah. Baik. Aku sempurna mensyukuri.

    

      

       

ABULIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang