Gelap. Gelap sekali. Tidak terlihat apapun disekitarku. Aku mencoba meraba sekitarku. Tidak ada orang. Sepertinya yang ku raba adalah tanah, bukan tempat tidur yang tadi jadi tempat aku merebahkan badan.
" ii..ibuuu.." aku mencoba berteriak memanggil Ibu. Tapi yang terdengar suaraku pelan sekali.
Ku coba berteriak sekali lagi denagn suara yang lebih kuat, " iibuuu..." . Tetap saja suaraku terdengar pelan. Aneh. Kenapa begini? Semua orang kemana?
Aku menarik nafas, mengumpulkan energi untuk berteriak lebih keras. Sebelum aku sempat berteriak, tiba-tiba ada pintu yang jatuh dari atas. Untung aku tidak ditimpanya!
Aneh. Meskipun jatuhnya dari atas, pintu itu tidak jhancur. Jangankan hancur, posisinya saja tetap tegak berdiri menancap tanah. Pintu itu juga bercahaya. Aneh sekali. Belum pernah aku lihat pintu seperti ini.
Aku mendekati pintu itu. Aku baru sadar, di pintu itu ada pahatan bentuk bintang dan bulan. Persis yang ada di kalung pemberian Nenek. Persis. Hm, Apa pintu ini bisa dibuka? Perlahan ku sentuh gagang pintu itu. Hey, dia terbuka sendiri. Tunggu, pintu itu benar-benar membuka! Aku melangkah memasuki pintu itu. Kenehan macam apa ini!
Aku melangkah. Penuh keraguan .
Ku pandangi kanan dan kiriku. Pohon. Bunga. Rumah kayu. Aku dimana sih?
Aku mencoba berteriak, " Halo... apa ada orang? "
Sepi. Tetap hening. Aku berjalan lagi menyusuri jalan setapak yang masih tanah ini.
" Kau siapa? " Seseorang mengejutkanku dari belakang. Hampir jantungku copot. Apa tidak bisa dia ini memberikan salam pembukaan sebelum aku menyadari kehadirannya? Aku menoleh ke belakang.
" Aku Dian. Bisa kau beritau aku ada dimana? "
" Kau pasti cucu Nenek Yuni " Perempuan yang terlihat sebayaku itu mengucapkan nama Nenekku
" Kau.. kenal Nenekku? Dari mana kau tau aku ini.. " ucapanku terpotong. Dia menarik tanganku sambil kemudian mengajakku berlari-lari. " Kenapa kita harus berlari? Kau siapa? Mau kemana kita? " aku mulai tersengal.
" Kau harus ikut aku. Semua orang sudah menunggumu. Kau ada di Abulia " Dia menjelaskan dengan singkat. TAPI PERCUMA. Itu malah membuatku makin bingung.
" Ayah dan Ibuku mana? " aku bertanya lagi
Dia diam. Malah semakin memperkencang larinya.
---------
Dia membawaku ke lapangan. Entah lapangan sepakbola atau bukan. Yang pasti banyak sekali orang duduk memenuhi lapangan. Semua orang. Berbagai usia. Anehnya mereka tetap diam .
Perempuan yang tadi membawaku berlari menuntunku ke barisan yang paling depan. Dia menjabat tanganku. " Aku Mili. Selamat datang di Abulia, Dian. Kami sudah lama menunggumu "
Aku? Ditunggu?
Seorang laki-laki mendekatiku, diikuti seorang perempuan yang menggandeng lengannya. Sepertinya mereka sepasang suami istri. " Selamat datang Anakku " laki-laki itu berkata
" Apa? Tidak aku bukan anakmu! Aku tidak kenal kau, dan .. aku tidak kenal kalian semua. Aku tersesat disini. Aku bukan orang yang kalian tunggu" Aku mengelak dan beralasan
" Nak, kami sudah menunggumu. Kau ditakdirkan menuju tempat ini. Kau tidak tersesat. Kau cucu pilihan Nenekmu " Kali ini perempuan itu yang angkat bicara.
" Tidakmungkin!" Aku menggeleng.
" Mili, antarkan dia pulang ke pintu yang tadi menjadi jalan masuknya. Nanti ketika dia mulai paham, dia pasti akan kembali lagi " Laki-laki itu berkata
Mili menuntunku menuju pintu yang tadi menjadi jalan masukku. Kali ini tidak berlari. Tapi berjalan. Setelah sampai di pintu dia meninggalkan ku sendiri. Aku melangkah keluar dari pintu misterius. Perlahan-lahan pintu itu menutup setelah aku keluar. Aku ditengah kegelapan lagi. Aku merasa tanganku ditarik-tarik. Tapi tak terlihat apa yang menarik tanganku. Lama-lama makin kuat.
Aku membuka mata. Semua terang sekarang. Hanya mimpi. Ya Tuhan, Dion menjahili ku lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABULIA
Short StoryAbulia bukanlah nama. Abulia bukan juga istilah yang mengkiaskan sesuatu. Abulia adalah tempat. Tempat tak beralamat. Tempat penuh misteri. Abulia bukan tempat tujuan liburan, tapi tempat menjalankan misi.