1

636 60 9
                                    

Biarpun udah aq perhalus, cerita ini tetep masuk adult romance y.. Selain karena temanya, beberapa scene juga gak sesuai untuk yang di bawah umur.. Thanks for your understanding 😊...
——————————————————————

Aku dalam perjalanan pulang. Bersiaplah.

Abigail Moretti membaca pesan tersebut di ponselnya, lalu mengerutkan wajah dengan tidak senang. Dia ingin melempar ponsel di tangannya, menghancurkan benda mahal tersebut hingga hancur berkeping-keping. Namun, dia tidak bisa. Pemberontakan hanya akan memicu amarah Cesare. Mendorong pria itu untuk memberi hukuman kepadanya. Abigail pernah merasakan hukuman tersebut karena pemberontakan kecilnya. Dia tidak akan melakukannya lagi. Dia membenci reaksinya saat menerima hukuman Cesare.

Gadis itu paham betul apa maksud Cesare mengirim pesan tersebut. Bersiaplah. Abigail mengencangkan rahang, lalu berjalan menuju lemari pakaian di kamar besar tersebut. Kamarnya dan Cesare. Setidaknya saat pria itu berkunjung kemari. Di mana frekuensinya menjadi makin sering setiap waktunya. Abigail tidak menyukai kunjungan Cesare. Setidaknya begitulah yang otaknya katakan. Namun tubuhnya berkata lain. Dia membenci kenyataan itu. Dan lebih benci lagi saat tahu bahwa Cesare juga menyadari hal tersebut.

Dia menarik keluar salah satu lingerie yang dibelikan oleh pria itu. Putih. Berkebalikan dengan hatinya yang hitam, Cesare sangat menyukai warna putih pada tubuh Abigail. Dia menanggalkan pakaian, lalu mengenakan lingerie tersebut di atas kulit putihnya yang tak bercela. Lingerie itu nyaris tidak menutupi apa pun. Tak akan ada bedanya jika Abigail menyambut Cesare telanjang sekalipun. Bukan pertama kali dia berpakaian seminim ini di depan pria itu, tapi dia tidak pernah bisa menyingkirkan rasa malunya hingga saat ini.

Abigail pergi ke arah meja rias, menyisir rambut pirang gelapnya yang selalu terawat. Dia menyemprotkan parfum ke sekitar kulit lehernya, tempat Cesare suka memainkan bibir di sana. Tangannya bergerak untuk membawa sebagian rambut melewati bahu, membiarkan helai-helai tersebut menjuntai indah. Abigail mengamati penampilannya di cermin. Lalu membencinya seketika itu juga. Namun dia telah belajar untuk menahan perasaannya. Cesare tidak ingin melihat setitik pemberontakan apa pun darinya. Dia ingin Abigail patuh seperti kucing rumahan, maka itulah yang akan dia lakukan. Demi Pietro. Demi kelompoknya.

"What are you thinking?"

Suara berat bernada rendah itu menyadarkannya dari lamunan. Abigail menoleh ke arah sumber suara, dan mendapati Cesare yang tengah bersandar di ambang pintu dengan tangan terlipat di depan dada. Dia pasti terlalu larut dalam pikirannya sendiri hingga tidak menyadari kedatangan pria itu.

"Nothing." Abigail menegakkan tubuh, mengambil langkah ke arah Cesare, langsung meraih kancing kemeja pria itu begitu telah mencapainya.

"Aku mandi dulu." Cesare menangkap kedua tangannya yang masih berada di kancing teratas, menahan gerakan gadis itu.

"Oke." Abigail melepas pegangannya dari kancing tersebut, menjawab tanpa melihat ke arah Cesare. Dirasakannya jemari pria itu yang meraih dagunya, mendongakkan wajah Abigail hingga tatapan mereka bertemu.

Cesare menciumnya. Melabuhkan bibir penuh pria itu pada kelembutan bibir Abigail. Pria itu selalu beraroma sama. Aroma nikotin yang pekat. Tajam dan memabukkan. Abigail memejamkan mata ketika Cesare meningkatkan intensitas ciuman mereka. Cesare mendesak di mulut Abigail, hingga gadis itu mengerang tertahan. Abigail mencengkeram kerah kemeja Cesare, menyandarkan tubuh pada pria itu karena kakinya tidak dapat lagi menopang berat badannya. Dia merasakan bukti gairah Cesare. Mendesak penuh keangkuhan.

Pelukan Cesare di sekeliling tubuh gadis itu mengetat. Abigail merasakan cengkeraman pria itu, lalu tubuhnya terangkat mendadak. Pekikan terkejutnya memutus ciuman mereka.

Bound to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang