11

410 59 11
                                    

Santiago Parra adalah seorang pria yang masih prima di usianya yang memasuki kepala lima. Meski tubuh berisinya kadang membuat pria itu lebih lamban bergerak, tapi itu bukan penghalang berarti dalam bisnis ilegal yang dia jalani. Setelannya selalu rapi dan sebatang cerutu mahal seringkali terselip di antara bibirnya.

Pietro memasuki kamarnya yang kini beraroma tembakau pekat. Dia tidak pernah menyukai bau nikotin, bahkan tidak memiliki keinginan untuk mencicipinya sama sekali. Namun, kini dia harus rela saat cerutu Santiago menguarkan aroma yang dia benci ke seluruh penjuru kamarnya.

"Kapan berlianku tiba?" tanya pria itu tanpa basa-basi begitu Pietro telah berdiri di hadapannya yang sedang duduk nyaman di sofa panjang.

"Segera. Kau akan mendapatkannya sebelum matahari terbit." Pietro berkata kaku. Mengamati dengan jengkel saat Santiago membuang abu cerutunya ke atas meja kaca.

"Aku akan membutuhkan adikmu sebagai jaminan."

"Adikku tidak ada hubungan dengan ini semua."

Santiago tertawa keras. "Usaha yang bagus, Moretti. Tapi De Santis memancing peperangan antar kelompok hanya demi gadis ini. Biasanya dia tidak sebodoh itu. Adikmu berarti untuknya. Tidak peduli seberapa keras kau mengingkarinya. Maupun membenci kenyataan itu."

Pietro ingin sekali meludahi wajah puas Santiago. Juga melubangi kepala pria yang melibatkan adiknya dalam situasi ini. Bertahun-tahun dia berusaha menjauhkan Abigail dari dunia gelap yang dia jalani. Menjaga gadis itu tetap aman dan hidup normal. Namun, Cesare De Santis menghancurkan usahanya hanya dalam hitungan bulan.

"Aku tidak akan menyerahkan adikku kembali kepada De Santis. Bukan begitu perjanjiannya." Pietro berujar keras. Mulai tidak menyukai arah pembicaraan mereka.

"De Santis tidak akan memberiku berlian-berlian itu dengan cuma-cuma!" Santiago berdiri mendadak. Kini tidak lagi terlihat sesantai tadi.

"Berikan apa yang dia inginkan. The drugs."

"Semua hancur saat di Bogotá! Aku jauh-jauh kemari untuk membuat dia membayar kekacauan yang dia buat di sana!"

"Itu bukan urusanku. I got my sister, you got the diamonds from De Santis. That's our deal."

"Perjanjian kita belum berakhir sebelum berlian-berlian itu ada di tanganku."

Pietro mengatupkan rahang dengan marah, meski tidak berkomentar lebih jauh. Dia tahu berurusan dengan pria seperti Santiago Parra sangat berisiko. Namun, hanya pria itu satu-satunya harapan untuk membebaskan Abigail. Kini, Pietro tidak yakin bahwa dia telah melakukan tindakan yang benar. Tak ada lagi yang bisa dia lakukan selain menghormati perjanjian mereka demi keselamatan Abigail. Tidak lama lagi. Dia hanya harus bersabar hingga pagi tiba. Cesare De Santis harus datang dengan berlian yang telah dijanjikan. Atau dia bersumpah akan mengeluarkan organ dalam Cesare dan menyajikannya sebagai makan malam. Andai dia masih hidup untuk melakukannya.

***

"Take it off, Abby."

Dengan enggan, Abigail menanggalkan cardigan longgarnya, meninggalkan gadis itu hanya dengan gaun musim panas tanpa lengan. Menampakkan garis-garis pucat bekas lukanya  yang kini terpampang jelas. Pietro meraba salah satunya, menyapukan ibu jari pada luka menonjol di lengan Abigail.

"We can fix this."

Gadis itu menggeleng, memakai kembali cardigan-nya. "I'll live with it. Aku tidak lagi malu dengan luka-luka ini."

"Dia yang melarangmu untuk menghilangkan bekas-bekas luka itu?" tuduh Pietro tidak suka.

Abigail membalas tatapan Pietro dengan raut yang sama. "I see more pain in his eyes everytime he sees my wounds. But, he said it's his burden. Bahkan meski bekasnya menghilang, ingatan tentang apa yang telah kulewati tidak akan pernah sirna. Cesare mengerti. Aku juga mengerti. Dan kami memilih untuk hidup dengan itu."

Bound to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang