•
•
Pagi ini langit terlihat cerah. Angin berembus merusak tatanan rambut Benua. Matanya terpejam sebentar sambil menghirup udara segar di perumahan baru yang dia datangi. Dari dalam mobil dan kaca jendela yang diturunkan, Benua menikmati hari ini. Setidaknya masih tenang untuk bisa dia rasakan. Pelan-pelan Benua membuka kelopak matanya, mengamati satu per satu rumah bertingkat dua dan tiga berdiri kokoh.
"Kita akan tinggal di sini."
Benua tidak menjawab apa-apa. Dia tahu kepindahannya ke sini atas keinginan ibunya. Sebelum pindah ke perumahan elite ini, Benua menetap di perumahan lain bersama ayahnya. Kini, dia hanya akan tinggal bersama ibu dan kakaknya.
"Besok kamu udah bisa kuliah di kampus yang Mama pilih," jelas Erlita, ibunya Benua.
"Oke, Ma."
"Belajar yang benar ya, Sayang. Jangan kayak papamu."
"Iya."
"Ingat, hargai perempuan seperti kamu menghargai Mama. Jangan bersikap semena-mena. Papamu contoh yang nggak patut kamu tiru."
"Iya, Ma."
Benua kembali mengamati pemandangan di luar. Setiap hari sang ayah menjadi pembahasan dalam setiap percakapan singkat antara dirinya dan ibunda tercinta. Benua tahu ada hal yang tidak bisa dimaafkan dan menjadi beban dalam keluarga. Entah lah. Benua tidak pernah mengerti kehidupan orang dewasa.
"Oh, ya, apa Kak Samosir bakal tinggal di sini?"
"Iya. Pulang dari luar kota, dia akan langsung ke rumah baru kita."
"Oke, Ma."
Di kala Benua tengah menikmati pemandangan, dia melihat seorang perempuan berambut panjang sepunggung berwarna cokelat sedang mengamati dan menyiram bunga dengan gembor berukuran kecil. Wajahnya lebih cantik dari gambar 3D dalam komik yang sering Benua baca.
"She's so pretty," gumamnya pelan.
"Kamu bilang apa, Nak?" Erlita mendengar putranya samar-samar mengatakan sesuatu.
"Nothing, Mom."
"Oh, oke. Kita udah sampai." Erlita memarkir mobil di depan pintu pagar rumah baru, turun dari mobil, dan mengetuk kaca jendela mobil. "Let's go inside. Kita beres-beres."
Benua ikut turun. Ibunya sudah membuka pagar rumah dan masuk ke dalam. Dia tidak langsung mengikuti ibunya karena ada pemandangan yang memecah fokusnya. Benua memandang lurus dari tempatnya berpijak. Perempuan cantik itu tinggal di samping rumahnya. Kilau cokelat dari rambutnya seolah memancarkan cahaya yang indah.
Mungkin Benua sudah gila melihat perempuan itu seperti karakter manhwa favoritnya.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
If We Never Met
SachbücherBenua Wirawan sering berharap dapat meninggal lebih cepat setelah hal-hal buruk yang dialami olehnya. Namun, harapan itu tidak pernah terkabul. Atlanta Salim mengidap skizofrenia pasca saudara kembarnya meninggal dunia. Pikirannya menolak menerima k...