"Be happy with what you have. Be excited about what you want."
—Alan Cohen
•
•
Benua baru saja pulang kuliah. Tidak seperti dulu setiap kuliah selesai, dia akan pergi bersama teman-temannya. Kali ini berbeda. Benua tidak ingin berteman lebih dekat dengan orang-orang di kampus. Dia tidak akan mengulang kesalahan yang sama. Dia memilih menjadi sosok penyendiri, meskipun sebenarnya tidak. Dikarenakan selesai kuliah dia langsung pulang, Benua memutuskan untuk melakukan hal lain. Benua ingin mengajak Atlanta bercocok tanam.
Semalam suntuk dia mempelajari cara bercocok tanam. Benua sudah membeli biji tomat berkualitas baik dan tanah organik dari toko. Tidak lupa Benua membelikan pot yang tepat untuk merawat tomat.
Setelah Benua keluar dari rumah, dia tidak melihat Atlanta sama sekali. Biasanya Atlanta sudah berdiri di depan rumah memandangi bunga kamboja atau menyiram pohon tersebut. Namun, Benua tidak mau menyerah dan masuk kembali ke dalam rumah. Dia berjalan mendekati rumah Atlanta sambil menenteng semua kebutuhan bercocok tanam.
Suasana rumah Atlanta tampak sepi. Rumah berpagar tinggi dan kokoh itu seperti tidak ditempati siapa pun. Benua mendekati pintu pagar hendak menekan bel yang ada di depan. Belum sempat dilakukan Benua terlonjak kaget saat Atlanta keluar.
"Hai," sapa Atlanta.
Benua mengusap dada. Dia seperti sedang dipergoki sang empunya rumah. "Hai, Atlanta," balasnya sambil tersenyum.
Atlanta melirik pot yang ditenteng oleh Benua. "Apa itu?"
"Ini pot untuk menanam tomat. Bukannya kemarin kita mau coba bercocok tanam?"
"Kapan bilangnya?" tanya Atlanta tidak ingat.
"Kemarin."
Atlanta menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali. "Oh, ya? Aku mungkin lupa. But, let's eat!"
"Let's eat? Mungkin maksud kamu let's try?"
Atlanta mengangguk pelan. "Jadi ini isinya apa?"
"Tadi aku udah bilang, kita tanam tomat. Kamu suka makan tomat nggak?"
"Suka. Kamu?" Atlanta melihat sekitar, sebelum Benua menjawab pertanyaannya. "Kita tanam di mana?"
"Di luar mungkin?" Benua menjawab ragu. Pandangannya tertuju pada sekitar, mengamati jalanan perumahan yang sepi. "Mungkin kita bisa coba tanam di depan rumah kamu."
"Boleh banget! Ayo, kita tanam!" Atlanta menggamit tangan Benua, menariknya dengan tidak sabar menuju depan pohon kamboja.
Sementara itu, Benua yang ditarik-tarik langsung salah tingkah. Hatinya senang. Senyum pun terbit dengan sendirinya. Ketika sudah berada di depan pohon kamboja dan Atlanta menoleh, dia buru-buru mengubah ekspresinya menjadi biasa saja dan menyembunyikan senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
If We Never Met
Non-FictionBenua Wirawan sering berharap dapat meninggal lebih cepat setelah hal-hal buruk yang dialami olehnya. Namun, harapan itu tidak pernah terkabul. Atlanta Salim mengidap skizofrenia pasca saudara kembarnya meninggal dunia. Pikirannya menolak menerima k...