"The problem with having problems is that 'someone' always has it worse."
-Tiffany Madison
-
-
Benua tidak tahu ingin pergi ke mana Sabtu ini. Hidupnya sudah berubah sejak kepindahannya ke kawasan baru. Benua tidak mau menemui teman-teman lamanya.
Seperti hari-hari biasa, Benua menyantap sarapan hanya berdua dengan ibunya. Kakak laki-lakinya tidak pernah pulang atau mungkin lebih senang menetap di apartemen daripada melihat banyaknya drama yang terjadi di rumah. Andai saja Benua boleh tinggal terpisah dari orangtua, dia sudah melakukannya sejak lama. Ibunya bilang, kalau dia ingin tinggal terpisah, maka tunggu sampai lulus kuliah.
"Kamu nggak keluar?" tanya Erlita.
Benua menjawab, dengan nada malas. "Buat apa?"
"Ketemu teman baru? Di komplek sini ada yang seumuran kamu, kan? Mama dengar sebelah rumah kita, anaknya seumuran sama kamu."
"Mama peduli apa." Benua bangun dari tempat duduknya. "Benua udah selesai sarapan."
"Kok kamu begitu? Siapa yang ngajarin kamu kurang ajar kayak gini?"
Benua menatap ibunya. "Benua bicara yang sebenarnya kok. Mama nggak pernah benar-benar ada untuk Benua. Mama dan Papa sibuk sendiri. Memangnya kalian tau masalah atau kesulitan apa yang Benua alami?"
"Kamu, kan, bisa cerita."
"Cerita?" Benua tertawa pongah. "Gimana mau cerita kalau tiap hari Mama pulang malam? Papa datang kalau Benua udah marah. Kalian nggak ada yang benar-benar peduli. Berhenti bersikap seolah-olah kalian peduli."
Tanpa mau melanjutkan debat, Benua berbalik badan dan beranjak pergi meninggalkan Erlita sendirian.
"Benua! Kurang ajar kamu, ya!"
Benua mengabaikan ibunya. Berdebat tidak akan membuat ibunya mengerti. Benua memutuskan keluar dari rumah, menghirup udara sejuk sekalian mampir ke rumah Atlanta. Dia ingin mencari Atlanta saja. Hanya perempuan itu obat terbaiknya sekarang.
Saat berjalan, Benua teringat kata-kata Bibi Sukma. Atlanta menderita sakit skizofrenia. Semakin dia ingat-ingat, Benua semakin penasaran. Sampai detik ini pun, dia tidak menemukan jawaban yang tepat bagaimana tepatnya skizofrenia bisa muncul. Benua perlu menyelami lebih jauh lagi.
Pada saat yang sama, Benua melihat seorang perempuan baru turun dari mobil. Benua menyipitkan mata, memastikan sosok yang terlihat familier. Bukan Atlanta. Perempuan ini... oh, dia ingat!
"Kak Spora!" panggil Benua cukup kencang, hingga berhasil mengalihkan pandangan perempuan itu padanya.
"Benua? Eh? Kok ada di sini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
If We Never Met
Non-FictionBenua Wirawan sering berharap dapat meninggal lebih cepat setelah hal-hal buruk yang dialami olehnya. Namun, harapan itu tidak pernah terkabul. Atlanta Salim mengidap skizofrenia pasca saudara kembarnya meninggal dunia. Pikirannya menolak menerima k...