Chapter 9

207 82 7
                                    

"Thoughts could leave scars deeper than almost anything else."

-Madam Ponfrey

-Madam Ponfrey

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-

-

Benua baru saja turun dari mobil. Setelah ini, dia akan pergi lagi ke rumah temannya untuk mengerjakan tugas. Semalam dia sudah bilang pada Atlanta agar menyiram tomat yang mereka rawat.

Tepat saat turun, Benua menangkap keberadaan Atlanta di depan pohon kamboja seperti biasanya. Akan tetapi, ada yang aneh. Benua menyadari Atlanta sedang berbicara. Bukan berbicara sendiri, tapi seperti sedang mengajak orang lain bicara.

Benua penasaran. Apa mungkin Atlanta bisa melihat hantu? Jika bicara soal hantu, ini masih siang bolong. Kata orang hantu muncul saat malam hari. Kalau begitu, Atlanta bicara dengan siapa? Tidak mau hanya bertanya-tanya tanpa jawaban pasti, Benua berjalan mendekati Atlanta sebelum masuk rumah.

"Atlanta?" sapa Benua.

Atlanta menoleh. "Hai, Benua."

"Lagi ngapain? Siram tomat, ya?" Benua bertanya penuh basa-basi. Sebenarnya dia hanya ingin tahu Atlanta berbincang dengan siapa.

"Lagi nyiram Mr. Tomato sekalian ngobrol sama kakakku." Atlanta menunjuk kakaknya yang berdiri di sampingnya. "Kenalin, ini kakakku namanya Atlas. Kembaranku."

Benua mengernyit bingung. Di mana kakaknya Atlanta yang dikenalkan?

"Kakak kamu mana, Atlanta?"

"Ini kakak aku." Atlanta menunjuk tempat yang sama. "Kamu nggak lihat kakak aku? Dia mau salaman sama kamu tau."

Benua tidak mengerti. Siapa yang harus dia salami jika orangnya tidak ada? Ragu akan hal itu, Benua kembali bertanya, "Atlanta, ini kakak kamu yang dimaksud mana? Aku nggak lihat siapa-siapa."

"Nggak lihat kakak aku? Ini ada di sini, Benua!" Atlanta melingkarkan tangan, seolah merangkul kakaknya.

Benua kaget bercampur tak mengerti. Kebingungannya mungkin bisa terjawab setelah dia melihat Bibi Sukma. Wanita itu tampak berlari mendekat.

"Non, aduh... kenapa nggak diminum obatnya? Kok ditinggalin aja?" tanya Bibi Sukma dengan napas terengah-engah. Terlalu memikirkan Atlanta, dia sampai tidak sadar ada Benua.

Kening Benua berkerut samar. Obat? Atlanta sakit? Kenapa bersedia menyiram tanaman kalau sakit?

"Aku lagi ngobrol sama Kak Atlas. Ini sekalian lagi kenalin sama Benua, Bi. Nanti aku minum," jawab Atlanta sambil tersenyum kecil.

"Kenalin?" Bibi Sukma melihat Benua yang tampak bingung. Hanya dengan menyadari raut wajah Benua saja, Bibi Sukma tahu kalau Benua bingung sama yang dibicarakan oleh Atlanta. "Nanti aja, Non. Ayo, masuk dulu," ajak Bibi Sukma.

"Kamu sakit, At? Kenapa nggak bilang? Biar aku bisa gantiin kamu nyiram tomat. Jangan dipaksakan kalau kamu sakit," sela Benua khawatir.

"Aku sehat kok." Atlanta melambaikan tangan. "Aku masuk dulu. Kamu mau mampir?"

"Nggak, aku ada kegiatan sama teman-temanku. Selamat beristirahat, At."

"Tapi kamu belum kenalan sama Kak Atlas. Dia nungguin kamu balas jabatan tangannya," kata Atlanta.

Benua tambah bingung. "Saya nggak lihat Kak Atlas. Maaf. Aku nggak lihat atau gimana, ya?"

Bibi Sukma langsung menyela, "Non, masuk. Nanti bisa menyusul kenalannya. Yang penting Non masuk dulu minum obat. Ayo, Non."

"Ya, udah." Atlanta melenggang pergi, masih dengan tangan menggantung seolah sedang merangkul pinggang seseorang.

Benua tak mengerti. Apa mungkin benar Atlanta bisa bicara dengan hantu? Apa itu berarti kakaknya menjadi hantu? Benua tak bisa mengenyahkan berbagai pertanyaan yang muncul di kepalanya.

Sebelum kebingungan semakin bertambah, Benua memanggil Bibi Sukma yang berada di belakang Atlanta.

"Bi! Tunggu, Bi!"

Bibi Sukma menoleh dan berhenti. "Ya, Mas Benua?"

"Bi, maaf, saya lancang. Saya mau tanya langsung. Atlanta bisa lihat hantu, ya?" tanya Benua tanpa basa-basi.

Bibi Sukma mengamati Atlanta yang sudah berjalan lebih dulu. Setelah memastikan Atlanta masuk rumah, barulah Bibi Sukma berani memberitahu. Soalnya Bibi Sukma takut Atlanta kabur atau melangkah ke tempat lain.

"Apa karena sakit makanya jadi ngelantur, ya? Sakit demam bukan, Bi? Soalnya kalaus sakit demam suka melantur," tanya Benua sekali lagi.

"Bukan, Mas," jawab Bibi Sukma. Singkat dan padat.

"Bukan? Soalnya saya nggak lihat kakaknya yang dikenalin, Bi. Apa Bibi lihat?"

Bibi Sukma menggeleng. "Nggak, Mas. Itu cuma Mbak Atlanta aja yang bisa lihat. Bibi nggak bisa."

"Oh, jadi beneran bisa lihat hantu?"

Bibi Sukma mengambil napas dalam-dalam, lalu mengembuskan perlahan untuk mengusir rasa gugupnya. Bibi Sukma takut untuk memberitahu. Bukan apa-apa, takutnya Benua tidak mau bermain lagi dengan Atlanta.

"Non Atlanta bukan demam atau bisa lihat hantu. Non Atlanta menderita skizofrenia," beber Bibi Sukma akhirnya.

"Ski apa, Bi?" ulang Benua.

"Skizofrenia, Mas."

Benua pernah mendengarnya, tapi dia lupa di mana. Dia ingin bertanya lebih jauh, tapi sayangnya Bibi Sukma sudah pamit lebih dulu.

Penasaran akan yang disebutkan, Benua mengambil ponsel dan mengetik nama itu. Setelah sudah selesai ditemukan, Benua membaca salah satu artikel di laman website.

Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan kronis ketika pengidapnya mengalami halusinasi, delusi, kekacauan dalam berpikir, dan perubahan sikap.

Benua membaca berulang kali maksud skizofrenia. Sejak kapan Atlanta memiliki skizofrenia ini? Pertanyaan baru muncul. Semua pertanyaan tidak penting tergeser hanya untuk satu pertanyaan mendasar.

Rasa penasaran Benua semakin tinggi. Dia mencari tahu penyebab dan apa bedanya skizofrenia dengan gila. Di situlah akhirnya Benua tahu.

Setelah ini, Benua ingin mencari tahu lebih dalam lagi tentang Atlanta dan skizofrenia. Benua akan bertanya nanti setelah semua tugasnya selesai.

*****

Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan vote❤

Follow IG:

tiamostudioid

tiamoapps

anothermissjo

If We Never MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang