Chapter 2

285 107 21
                                    

"The world breaks everyone, and afterward, many are strong at the broken places."

Ernest Hemingway

—Ernest Hemingway

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Atlanta menggambar di atas sketch book kesayangannya. Dia ingin menggambar wajah kakaknya. Belum ada satu menit berlalu, bentuk yang digambarnya tidak sebagus dulu, Atlanta kesal sendiri dan mencoret seluruh hasil gambarnya. Atlanta terus mencoret sampai kertasnya robek. Setelah itu Atlanta melempar bukunya ke sembarang arah.

Dengan langkah pelan Atlanta keluar dari kamar. Rumah besar bertingkat dua yang ditempatinya terlalu sunyi. Orangtuanya sibuk bekerja dan baru pulang setelah pukul delapan atau sembilan malam. Terkadang orangtuanya jarang pulang. Setelah dinyatakan memiliki sakit psikologis skizofrenia, Atlanta tidak lagi melanjutkan kuliah. Fokusnya selalu terpecah. Bahkan Atlanta pernah berhalusinasi bicara dengan Atlas waktu berada di kelas saat belum terdeteksi mengidap skizofrenia.

Hubungan Atlanta dan Atlas sangat akrab mengingat mereka saudara kembar. Atlas yang berjenis kelamin laki-laki lahir lebih dulu, baru lima belas menit kemudian disusul kelahiran Atlanta. Mereka hanya dua bersaudara. Atlanta sering bergantung pada Atlas. Jika Atlanta ingin pergi, maka Atlas akan diajak, begitu pula sebaliknya. Mereka tidak terpisahkan. Sampai akhirnya maut memisahkan mereka berdua. Atlanta benar-benar terpukul dan akhirnya sering menciptakan delusinya sendiri tentang Atlas

Orangtua Atlanta mengajak Atlanta berkonsultasi dengan salah satu dokter dari aplikasi Ti Amo. Dari sana Atlanta didiagnosa mengidap skizofrenia. Diagnosis ini bukan serta merta hanya karena Atlanta sering berhalusinasi. Ada hal-hal lain yang turut menjadi pertimbangan tentang diagnosa tersebut.

Pada fase-fase tersebut dua sahabat Atlanta sering datang untuk menemani karena tahu orangtua Atlanta sibuk. Hari ini, kedua sahabat Atlanta berhalangan datang karena ada kegiatan di kampus.

Atlanta mengamati sekitar. Tepat saat pandangan tertuju pada pintu rumah, Atlanta melihat kakak sepupunya, Spora Salim, melambaikan tangan sambil tersenyum.

"Kak Spora!" sapa Atlanta.

"Hei, Cutie." Spora memeluk Atlanta dengan erat. Pelukannya berakhir setelah dia menarik diri dan menaikkan tangan ke udara, menunjukkan paper bag yang dibawa. "Aku bawain apple pie untuk kamu."

"Makasih, Kak."

"Ayo, kita cicipi."

Baru akan berbalik badan, Atlanta melihat kakaknya mendekat. "Kak Atlas!"

Spora memerhatikan Atlanta yang memeluk dirinya sendiri. Spora mendengar Atlanta bicara pada sosok dalam halusinasinya.

"Kak Spora bawain kita apple pie, Kak," kata Atlanta.

If We Never MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang