◗5

88 30 19
                                    

"aku mau nanya deh," ucap ara tiba-tiba.

laurel menoleh. "apa?"

"semalem kan kita duduk berlima dikantin,"

ara berhenti sejenak yang belum dibalas apa-apa oleh laurel, kembali melanjutkan perkataannya. "salah satu ketiga dari mereka kan ada yang pergi duluan," ara menghirup udara. "nah, yang pergi itu siapa?"

laurel menyipitkan matanya mengingat-ingat. "ooh, kak jeva maksud lo?" ara tak bergeming.

"kenapa emangnya?" sambung laurel.

"ga papa cuma nanya,"

•••

pulang sekolah yang di nanti nanti telah tiba, bel berbunyi sekitar satu menit lalu, dimana sekarang murid kelas ara segera membereskan alat tulis masing-masing.

ara dan laurel berjalan bersamaan menuju keluar kelas hingga tiba tepat di depan pintu, seseorang dengan style baju sekolah yang dilapisi hoodie hitam tengah berdiri bersandar sambil memainkan ponsel. terdapat juga earphone di telinga kanannya menambah ketampanan si lelaki ini.

yes, he is a boy. sosok ini memberhentikan matanya pada layar handphone ketika melihat ara sampai di depan pintu. dia berjalan, mengatakan sesuatu pada ara.

"gue mau ngomong bentar sama ara," bilangnya seperti meminta izin pada laurel.

"oh silahkan, gue nunggu di luar, kalo udah selesai, lo kesana aja ra," ujar laurel memberi izin serta memberi tahu.

ara ingin menjawab tapi laurel sudah dahulu pergi, alhasil ara hanya melihat punggung anak itu hingga sampai ujung gerbang.

setelah kehadiran laurel tak lagi nampak dihadapan ara, anak itu menoleh ke keberadaan gevan yang tengah menatap datar sekaligus intens anak ini.

ara sontak kaget sampai membelalakkan matanya lalu mengerjakan nya kembali. dalam benaknya, orang ini yang kemarin hampir saja menghukum nya. dari situ ara mulai takut dengan orang ini.

"maaf, mau ngomong apa? soal hukuman semalem? kan kamu udah bilang gak jadi. oh iya, kamu kok tau nama saya ya?" tanya ara belibet.

gevan tidak menjawab melainkan tetap pada pandangan datarnya. ara jadi tidak enak dengan suasana canggung ini, ia memilih memandang ke arah lain.

merasa gevan tak lagi bicara, ara kembali melihat wajah gevan yang terus-menerus menatapnya tajam. "mau ngomong apa? ntar lagi tante jemput," ucapnya tak lagi sabar.

"tunggu aja sampe tante lo jemput, gue mau ngomong sama dia." kali ini gevan membuka suara, tapi ini bukanlah jawaban yang diinginkan ara, ara berfikir apakah gevan akan melaporkan perihal semalam pagi? sekujur tubuh gadis ini bergetar dalam diam.

"tante kayaknya nggak jemput deh, soalnya kata tante dia bakal jemput lebih awal, tapi ini kok belum dateng juga, ya?" balas ara pura-pura melihat keberadaan tante nya.

"kalo gitu telfon aja tante lo, titik jelas nya, gue mau ngomong sama dia." titah gevan dengan wajah, juga nada yang datar membuat ara semakin gerogi.

"gimana?" lanjut gevan

ara bingung, sebenarnya apa yang diinginkan cowok satu ini? rasanya dari semalam mencari masalah terus dengannya.

ara menghembuskan nafasnya, "huh, ya udah bentar," pasrah anak itu.

gevan memperhatikan gerak-gerik ara yang nampak kesal dibalik kepasrahannya, dilihatnya sesekali gadis itu menghentakkan kaki dan wajah masam yang dipancarkan seperti ingin menangis.

gevan memandang ke arah lain sejak tahu ara yang sedang menggerakkan jarinya untuk menelepon tante zea. dibalik itu, gevan diam-diam menahan tawanya melihat wajah gemas ara.

KAK GEVANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang