◗11

76 31 28
                                    

Pulang sekolah berlangsung, Ara terlihat duduk di kursi depan ruangan satpam sedang menunggu Jafar menjemputnya. Awalnya ia sendiri, tapi tidak setelah ketertibaan Aksa yang sudah duduk di sebelahnya.

"Gak pulang?" Tanya Aksa.

"Ah? Oh, lagi nunggu Jafar kak," Jawab Ara canggung.

Aksa nampak mengernyitkan dahinya. "Siapa Jafar? Pacar kamu?"

"Hah? Eng-enggak kak, hehe."

"Terus?"

"Sepupu," Jawab Ara yang dibalas kan oh-ria oleh Aksa.

"Kak Aksa sendiri nggak pulang?"

"Nungguin kamu." Ucap Aksa santai yang membuat Ara malah heran sendiri.

Keduanya sama-sama tidak berbicara setelah itu sampai Gevan hadir tanpa kendaraannya alias berjalan kaki, Mungkin hendak ke parkiran? Gevan berpapasan dengan sepasang yang tengah duduk manis ini tentunya.

"Ara? Kok gak pulang?" Tanya Gevan.

Ara yang duduk santai sambil mengayun-ayunkan kakinya sontak menoleh ke sumber suara, tepat jika ia menolehkan kepalanya ke kiri, disitulah nampak Gevan tengah berdiri.

"Iya kak? Lagi nungguin Jafar," Jawab Ara. Yang membuatnya heran, Gevan sepengetahuan nya melirik Aksa sekilas lalu pergi begitu saja. Ara yang melihat kepergian punggung Gevan menyimpan raut wajah bingung. Ia pikir, tumben Gevan tidak mengajaknya pulang bersama.

Tak lama dari itu, seseorang yang bisa dilihat laki-laki memberhentikan motornya yang tak jauh dari tempat Ara dan Aksa duduk. Dan memang benar, sosok itu tentu laki-laki.

Pemuda itu membuka helmnya agar orang yang ia cari mengetahui keberadaan dirinya.

Ara yang sudah menyadari itu langsung beranjak dan berlari kecil seperti anak balita ke arah Jafar. Ditengah acara larinya Ara berhenti secara tiba-tiba dan membalikkan tubuhnya. Gadis ini kembali berlari kecil pada Aksa yang masih diam menatap Ara.

"Ara duluan ya kak, makasih udah nungguin," Cengir Ara.

Aksa mengangguk datar, dan setelah itu juga Ara kembali menuju Jafar di seberang sana.

Perjalanan hanya membutuhkan menit yang singkat, apalagi Jafar membuat kecepatan lajunya yang tinggi. Disaat akan sampai ke komplek rumah Jafar, sebuah mobil terlihat dari jauh terparkir di luar rumah. Semakin dekat lajuan motor yang di duduki nya dengan rumah Jafar, semakin tidak asing pula benda beroda empat ini dimata Ara yang tengah ia sipit kan, dan lebih tepatnya, mobil tersebut terparkir rapi di pinggir komplek.

Tanpa basa-basi, dengan cepat untuk menghilangkan penasaran nya yang menggebu-gebu, Ara menyelonong masuk ke dalam rumah tanpa melepas helmet nya.

Betapa terkejutnya Ara melihat sosok yang sedang berdiri seraya tertawa ria dengan tante Zea. "Loh, kak Gevan ngapain kesini?"

Gevan memberhentikan tawanya dan beralih pada Ara. "Mau ajak kamu ketemu bunda."

Ara mengernyit dibalik helmet kecilnya. "Kenapa nggak langsung aja dari sekolah tadi?"

"Heh, kamu. Gevan kan mau ketemu tante, kenapa sih?" Bukan Gevan yang menjawab, melainkan tante Zea yang sambil menutup kaca helm Ara yang tadi dibukanya.

"Ara kenapa gak bilang bilang sih sama tante kalo udah jadian sama--" tante Zea menunjuk Gevan menggunakan lidah dalamnya berniat menggoda Ara.

Benar saja, pipi merah bersemu di wajah Ara. "Tante ah," Cicit Ara.

Tante Zea tertawa kecil dan Gevan hanya senyum tipis. "Ya udah, sana main ke rumah calon mertua." Goda tante Zea berbisik di telinga Ara yang di lapisi helm, sementara Ara hanya menunjukkan wajah kesalnya.

KAK GEVANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang