11. Speechless 2

886 20 5
                                    



" Kalau nanti gue jadi suami lo gimana? " tanya lelaki tersebut duduk di atas kasur menghadapnya.

" Tunggu tanggal mainnya aja! " sahut Disha speechless.

" Pulang yuk! "

" Anjing! Gue susah payah dapetin kamar ini, lo sekarang ngajakin gue pulang? Gue bunuh lo lama - lama! " cerocos Enzy mengeluarkan sungu ungunya. Bukan lagi merah yang menandakan kemarahan, tapi kemarahannya kali ini sangat memuncak sehingga sungunya berwarna ungu.

Disha tertawa hingga terjungkal - jungkal di atas kasur.

" Baku hantam yuk, yang kalah jadi budak! " ajaknya setelah menenangkan tawanya yang pecah tidak karuan.

" Setahun?! " sahut Enzy menantang keberanian Disha yang mengajaknya baku hantam.

" Deal! " balasnya menyalimi tangan Enzy yang mengulur di depannya.

Disha mempersiapkan diri dengan nafas yang di buatnya seteratur mungkin. Dengan posisi yang sama, ia memicingkan matanya tajam, mengepalkan tangannya meremas seprei. Dari posisi duduk bersila ia mengubahnya menjadi jongkok. Ia mengeratkan giginya keras menatap Enzy yang berlagak songong dengan melipat tangannya di dada yang kekar seperti kingkong.

" One,,, " ucapnya perlahan.

" Two,,, "

" Three! "

Seketika ia berlari kencang keluar kamar langsung mengunci pintunya dari luar. Terdengar suara gobrakan pintu berkali - kali yang di lakukan Enzy yang terjebak di dalam kamar tersebut. Disha tertawa tanpa mengeluarkan suara takut menganggu penghuni kamar di sebelahnya.

Bayangan wajah songong Enzy membuat tawanya tak kunjung berhenti. Mendengar teriakan Enzy yang terdengar sangat pelan seperti suara cempreng anak kecil karena pengaruh kamar yang kedap suara dari luar.

Disha mengintip Enzy lewat lingkaran kaca kecil yang ada di pintu kamar tersebut. Hanya kegelapan yang ia lihat dari sana. Apaan? Ia sama sekali tidak bisa mendengar suara lelaki tersebut.

Setelah sekian pari purna ia menertawakan Enzy, Disha memutuskan untuk menelfonnya. Tidak ada niatan sama sekali untuk membuka pintu tersebut. Buat apa menguncinya kalau ujung - ujungnya ia buka lagi.

[ Lo buka atau gue bunuh lo? Hah! ] teriak Enzy dari dalam handphone Disha.

Disha yang awalnya menempelkan handphonenya pada telinganya,seketika menjauhkannya dari telinga kecilnya agar gendang telinganya tidak jebol mendengar umpatan - umpatan dari Enzy.

" Gimana lo mau bunuh gue kalau lo masih di dalam gobl*k?! " balasnya cekikikan nggak jelas seperti orang gila.

Beruntungnya hanya ada beberapa orang yang lewat sana. Walaupun pandangan orang lain menatapnya heran, tentunya Disha tidak menghiraukan itu.

[ Bukain dong, Sha! Katanya mau pulang? ]

Terdengar jelas dari nada bicara Enzy yang sedang kesal kepadanya.

" Jadi budak gue setahun! Baru gue buka pintunya, " ucapnya dengan penuh penegasan.

[ Kayaknya setiap hari gue sudah jadi budak lo deh?! ]

Disha menjulurkan lidahnya menempelkan  pada bibir atasnya. Benar juga yang di kata Enzy, lelaki tersebut seolah - olah menjadi budak yang selalu nurut kepadanya.

Dengan rasa sedikit bersalah Disha membuka pintu kamarnya. Terpampang jelas Enzy berkacak pinggang menatapnya tajam. Bukan takut malahan Disha kembali tertawa melihat ekspresi lelaki tersebut yang menurutnya lucu.

EksibisionismeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang