10

345 68 4
                                    

Waktu menunjukan pukul 20.00 beberapa anggota Sekbid 6 sudah ada yang pulang.

"gapapa kalo lu pada mau balik duluan, atau kali aja ada yang mau ngapel haha" seru Davi kepada anggotanya

"okede gua balik duluan Dav"

"gua juga"

"gua juga"

"gua juga" Jea ikut berdiri dan berniat untuk tos pamit ke Davi seperti yang lainnya.

"lu nggak yaa, bikin resume dulu hasil diskusi tadi"

"eh? kok bikin emosi?" Jea melotot mendengar ucapan Davi.

"kenapa? emang tugas kita itu"

"lu aja lah gantian"

"nggak, nggak" Davi menarik Jea untuk duduk kembali.

Jenanta dan Juan yang sejak tadi menunggu seperti kambing conge pun beranjak pindah ke meja Davi dan Jea.

"heh! kekerasan dalam organisasi ini namanya" seru Jenanta.

Jea menoleh ke Jenanta.

"Hi Je" sapa Jenanta dengan senyum lebar hingga matanya menyipit.

"lu belum balik juga?"

"nungguin lu"

"kok? gua ga ada minta tungguin perasaan"

"inisiatif aja gua"

"biar kek orang-orang Je dia mau ngerasain malmingan sama cewek" celetuk Juan gemas melihat interaksi keduanya.

"lu naik ojek online kan kesini? nanti balik sama gua aja, mamah lu kan khawatir kalo lu balik malem naik ojek online"

"liciiiin" seru Davi yang matanya fokus ke handphone

"kenapa jadi tiba-tiba gua punya ojek pribadi gini, yaa gapapa sih, selagi bukan gua yang minta" ujar Jea mengedikan bahunya tak acuh.

"yess!!"

"ga sia-sia lu nungguin 4 jam Nan" Juan mengusap bahu Nanta.

"gua terharu Wan, usaha gua berbuah manis" Jenanta berlagak seperti habis mendapat award dengan mengusap mata dan hidungnya.

"efek nunggu 4 jam, otaknya jadi sefrekuensi" celetuk Davi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Jea fokus mengetik resume diskusi tadi di iPadnya tanpa terusik drama di depannya.
….

"bisa pake sendiri gak?" Jenanta menyerahkan helm ke Jea.

"bisa" Jea mengambil helm dan langsung memakainya. Namun tampaknya ia tetap belum bisa mengaitkan helm itu.

"lu sengaja ya beli helm susah gini dipakenya?" kesal Jea

"hahahahahaha"
"lu tuu emang gampang emosi yaa?"

"biasa aja, emang helm lu aja yang salah"

Jenanta tidak bisa menahan tawa perempuan di depannya sangat lucu di mata Jenanta.

"berarti ini tugas tambahan gua, selain nganter lu pulang dengan selamat" Jenanta mendekat ke Jea. Jea gugup dan memalingkan pandangannya. Jenanta tersenyum menang melihat itu.

"dah ayo naik"
"pegangan yang erat"

"ga mau"

"ohh lu tipe yang suka inisiatif sendiri, bagus deh jadi bikin ga sabar"

"apa sih!!" Jea memukul bahu Jenanta. Jujur Jea sebenarnya terpesona dengan bahu lebar Jenanta, bikin nyaman buat senderan–astagfirullah sadar Jea.

Jea ini tipe orang yang jarang tertarik sama cowok yang suka dia duluan. Dia tidak bodoh dengan segala perlakuan Jenanta kepadanya sejak kejadian di kantin waktu itu. Dia sadar Jenanta tertarik kepadanya.

Namun karena dia tidak tertarik duluan, makanya ia enteng saja menanggapi semua perlakuan Jenanta. Bukan jahat, tapi ia juga tidak bisa menebak akhirnya akan gimana, karena itu ia tidak menutup hati.

Sudah cukup bagi Jea menutup hati setelah kejadian di masa SMP nya dulu da memang sejak naik kelas 11 ia sudah berniat untuk membuka hati.

Makanya meskipun Jea suka dengan Aksa–kakak kelas yang ga cuma modal tampang tapi otaknya juga encer ia tidak mau melabeli dirinya suka, ia trauma melabeli suka kepada seseorang sejak SD hingga SMP, namun saat dikira orang itu juga suka Jea, ternyata dia malah mengaku suka teman sekelas Jea. miris bukan?

"sini gua lepasin"

"nggak, udah bisa"

"lu dari tadi diem aja belajar buka helm ternyata? hahaha"

"makasih, tapi ga bisa mampir udah malem" Jea mengembalikan helm Jenanta.

"iya.. yauda gua langsung balik, masuk gih sana"

"hah? gua mah tinggal balik badan juga udah masuk"

"yauda sekarang balik badannya"

"ish aneh, thanks again!" Jea masuk dan menutup pagernya baru kemudian Jenanta berlalu pergi.

….

Hari ke hari, Jea dan Jenanta semakin dekat, bukan tanpa alasan, mereka dekat karena mengurus proker bersama. Jenanta dengan senang hati selalu ikut serta dalam segala diskusi bareng Osis dan Jea yang sudah mulai terbiasa dengan hadirnya Jenanta dimanapun dan kapanpun.

Terhitung sudah satu bulan lebih Sekbid 6 mengurusi segala persiapan prokernya. November awal ini Jea akan ikut Jenanta mencari semua kebutuhan untuk pertandingan futsal.

"Je"

"hmm"

"wasit dari luar semua bener?"

"iyaa"

"ga mau pake alumni aja?"

"nggak nanti disangka curang gimana?"

"yaaa kita gausa revealed profile nya"

"nggak Nantaaa! jangan macem-macem deh"

"mangap" Jenanta menyuapkan buah anggur ke Jea, saat ini mereka sedang berada di kelas Jea, mengecek semua keperluan pertandingan futsal.

Orang-orang yang melihat pasti akan mengira mereka sudah menjalin kasih.

"nih titipan kalian" Zia dan Jihan habis dari kantin. Diikuti Harbi, Juan dan Davi yang mengekor di belakangnya.

"Thanks Ya"

"makasiiii Zia Jihan" Jea sumringah karena dibelikan Es Jelly kesukaannya.

Jenanta memperhatikan Jea. "suka banget sama es Jelly?"

"banget!"

"suka gua nya kapan?"

Waktu seakan berhenti, Jea mematung. Aktivitas mengaduk Es Jelly nya terhenti. Kemudian ia menoleh ke kiri, melihat Jenanta dengan tatapan tepat ke dirinya dengan senyum ramah yang selalu terpampang di wajahnya.

'gua harus jawab apa?'–batin Jea.

….

Hi! Jika kalian suka cerita ini, tolong bantu vote dan beri feedback dengan bahasa yang baik di comment yaa.. ✨

—flawersun🌻

Boy #01 - Jeongwoo ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang