Dua belas

1.4K 245 61
                                    

Selamat Membaca...
.
.
.

❤️❤️❤️

Siang ini terasa sangat terik namun, teriknya seakan tidak dirasakan oleh dua orang yang sedang berjalan bersisihan sembari sesekali melempar tanya dan juga kejahilan. Naruto rasa sudah lama ia dan Hinata tidak jalan seperti ini. Dulu, biasanya saat disekolah ia akan menjahili Hinata yang menurutnya sangat menggemaskan ketika marah.

Shion, gadis yang sukses melukai hatinya namun entah mengapa Naruto merasa baik-baik saja meski hatinya terluka karena penolakan gadis itu. Kepalanya mendongak, safir biru serupa dengan awan itu pun seakan mengabsen awan yang berarak diatas sana.

"Hah, jika aku punya seorang bayi aku harus apa?" Tanya Naruto lemah pada dirinya sendiri namun masih bisa didengar oleh Hinata. Kening gadis indigo itu mengkerut ketika mendengar ucapan sahabatnya.

"Bayi? Kau berniat menikah muda?"

Naruto menghela nafasnya, ia memang belum menceritakan semuanya pada Hinata. Dihatinya ada setitik rasa takut jika ia jujur pada Hinata. Apalagi jika membayangkan Hikari akan membencinya, sungguh ada rasa ketakutan disana. Baru saja ia merasakan keluarga yang benar-benar bersama Hinata dan Hikari, ia tidak mau semua berakhir.

"Tadaima, Ibu ak-," teriakan Hinata terhenti saat netranya melihat sosok Shizuka di rumahnya, "Kau...!" Dan ya, teriakan itu semakin meninggi ketika ia meneriaki Shizuka.

Hikari terkejut dengan teriakan Hinata namun tidaklah lama. Wanita paruh baya itu tersenyum pada anak gadisnya.

"Ibu, aku da---tang," jantung Naruto rasanya berhenti berdetak saat netranya mendapati keberadaan Shizuka di rumah Hinata. Untuk apa wanita itu disini?

Hikari beranjak dari duduknya guna mendekati Hinata. Ia menarik lengan Hinata agar duduk di sofa. Gadis itu menurut, namun dengusan terlepas dari hidungnya saat bersitatap dengan Shizuka.

"Aku rindu padamu lo Hinata," ujar Shizuka. Hinata hanya melotot tidak santai pada Shizuka yang menimbulkan kikikan dari Shizuka.

"Masuk Naruto,"

Mendengar perintah Hikari, Naruto masuk dengan mencoba langkah yang biasa. Entahlah, ia masih takut jika Hinata tau peristiwa di malam kelulusan itu. Shizuka menatap Naruto, mata keduanya beradu namun tidak menggetarkan satu sama lainnya.

Hikari melihat Naruto yang menunduk, ia tau jika pria muda di depannya ini tau jika Shizuka sudah menceritakan semuanya. Dan ya memang begitulah adanya. Akan tetapi, belum tentu juga jika Shizuka bisa hamil. Bolehkah jika dirinya berharap tidak ada benih Naruto yang tumbuh didalam rahim gadis lain selain Hinata? Ya, niatan Hikari masihlah sama. Ia sangat percaya dengan Naruto yang mampu menjaga Hinata setelah dirinya tak ada. Dari mata Hikari selama ini, ia bisa mengambil kesimpulan jika Naruto dan Hinata bisa saling melengkapi. Mereka tidak akan segan berbagi keluh kesah atau rasa bahagia. Semoga saja, Tuhan mau mendengarkan doa seorang Ibu tua seperti dirinya.

"Kau mau apa sih?" Tanya Hinata dengan ketus. Hikari memukul pelan lengan Hinata, "Tidak sopan...!" Gertak Hikari lirih. Hinata hanya mampu mencebik serta mendengus lagi.

"Rumahmu ternyata nyaman juga ya, Hinata?" Mendengar pujian dari Shizuka, Hinata hanya mampu menaikan satu alisnya.

"Dan kau punya Ibu yang sangat menyayangimu,"

"Hee... Apa kau tidak punya Ibu?!" Nada Hinata sedikit tinggi. Tidak salah juga Hinata bersikap ketus, karena semasa sekolah menengah atas dulu, Shizuka lah yang membuat harinya mengalami banyak kesusahan.

Shizuka tersenyum getir, Hikari yang melihat itu menatap Shizuka sendu.

"Ya, aku tak punya Ibu."

Hinata yang mendengar itu meluruh. Sungguh, ia tidak tau jika Shizuka tidak memiliki Ibu.

Y O UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang