Selamat Membaca...
.
.
.***
Hinata terkejut melihat segerombolan orang berbadan besar di depan ruang rawat Ibunya, setau Hinata Ibunya tidak mempunyai hutang pada siapapun. Didikan Hikari tentang hidup sederhana dan apa adanya bukanlah main-main. Hikari bahkan mendidik Hinata untuk menerima jika lauk hari ini hanya dengan garam. Lalu, siapa gerangan mereka? Dari pakaian yang mereka pakai, Hinata yakin mereka adalah suruhan seseorang. Celana hitam, baju hitam, jaket hitam dan kulit pun hitam hanya gigi mereka yang tampak putih.
Dengan langkah ragu dan juga sedikit takut, Hinata mendekati ruang rawat Ibunya. Salah satu dari mereka mengetahui kedatangan Hinata. Pria dengan kacamata berwarna hitam itu berdiri tegak lalu membungkuk, membuat semua rekannya melirik kelakuannya.
"Selamat sore Nona Hinata," ujar perwakilan salah satu dari mereka. Hinata tentu saja shock mendapati perlakuan macam itu. Hei, dia bukanlah kaya atau pejabat negara.
"Ka-kalian siapa?" Tanya Hinata disela ketakutannya plus keheranannya. Salah satu dari mereka membuka kaca mata, "Kami adalah orang yang bekerja pada Nona Shizuka," jelas pria yang membuka kaca matanya tadi.
"Shizuka?"
"Mau apa?"
"Kami hanya ingin menyampaikan pesan terakhir dari Nona kami pada Anda dan Nyonya Hikari,"
"..."
Pria tadi menjulurkan sebuah map berwarna hitam. Hinata tidak segera menerima map itu. Ia yakin, map itu berisi sesuatu yang penting.
"Aku tidak mau menerima apapun dari Shizuka," tegas Hinata.
Para komplotan itu saling beradu pandang, seakan sedang mengkode hal apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.
"Baiklah kalau begitu, biarkan anak-anak di panti asuhan kelaparan,"
"Apa maksudnya?"
"Berikan padaku,"
Suara Naruto tidak membuat Hinata terkejut, karena sedari tadi mereka memang bersama. Hanya saja Naruto ingin pergi membeli beberapa camilan di kantin rumah sakit jadi mereka berpisah di belokan depan.
"Naruto-kun...!" peringat Hinata pada Naruto.
"Kau tau Hinata, terakhir kali aku bertemu dengan Shizuka, ia mengatakan jika bukan kau yang merawat anak kami maka ia akan menggugurkannya. Dan... Wanita gila itu mewujudkannya saat aku menolak permintaannya itu." Hinata terdiam mencerna ucapan Naruto.
"Kau mengerti maksudku?" Tanya Naruto yang diangguki Hinata. Tentu saja paham, kalau Hinata menolak maka anak-anak di panti asuhan bisa dipastikan kelaparan. Yahhh, meski Hinata belum tau mengapa anak panti asuhan sampai kelaparan?
Naruto membuka map dengan hati-hati, membaca isinya dengan cermat dan teliti. Isi didalam map itu mampu membuat Naruto tercengang. Shizuka wanita itu kelihatannya sudah menyiapkan semuanya sebelum pergi meninggalkan dunia fana ini. Hinata berjinjit, ia ingin tau apa isi map itu. Namun, Naruto menutup map sebelum Hinata dapat membaca satu pun kata dari sana.
"Ck...!" Hanga itu yang keluar dari mulut Hinata, decakan yang mengartikan jika dia sedang kesal.
"Kalian tau maksud dari isi surat wasiat Shizuka?"tanya Naruto pada anak buah Shizuka. Mereka dengan kompak menjawab haik secara bersamaan, layaknya sebuah grup paduan suara. Safirnya melirik Hinata yang masih memasang wajah kesalnya. Naruto bahkan bisa melihat bibir Hinata yang komat-kamit tanpa suara yang bisa ia artinya jika Hinata sedang mengumpatinya. Dalam hati, Naruto berkata apakah bisa Hinata mengemban amanah dari Shizuka? Dan untuk wanita gila yang sudah ada di Neraka sana, mengapa suka sekali dengan Hinata.
"Cebol,"
"Hn,"
"Jadi Ibu panti mau?" Hinata menoleh dengan cepat pada Naruto, "Apa maksudmu? Apa Shizuka memberikan amanah macam itu?"
"Tidak," jawab Naruto santai membuat Hinata kesal. Kalau bukan amanat Shizuka lalu mengapa Naruto bertanya seperti itu padanya?
"Kau hanya disuruh mengelola cafe milik Shizuka," jelas Naruto, "Karena selama ini penghasilan cafe itu untuk panti asuhan dan karena Shizuka sudah mati jadi ia ingin kau yang mengelolanya," lanjut Naruto lagi.
Hinata tercenung, mengelola cafe katanya? Shizuka benar-benar, tidak bisakah wanita itu pergi tanpa memberi amanah macam ini? Bukan Hinata tidak mau, ia hanya tidak punya pengalaman mengelola cafe. Selama ini hanya menjadi pegawai saja.
"Aku tidak bisa,"
"Nanti aku bantu," sela cepat Naruto, "Bantu apa, doa?" Sinis Hinata pada Naruto. Pria dengan kumis kucing itu terkekeh, "Boleh juga,"
"Ishh,,," tertawa melihat tanggapan Hinata. Naruto merubah wajahnya menjadi serius lalu menatap Hinata tegas sembari memegang pundak Hinata, "Kau tau, hidup di panti asuhan adalah harapan terakhir bagi mereka yang tidak ada orang tua. Anak-anak panti hanya berharap kasih sayang dari Ibu panti. Aku tau bagaimana rasanya menjadi mereka, Hinata. Mari berjuang bersama untuk mereka," entah mengapa pipinya bersemu saat Naruto berkata demikian. Otak Hinata bertraveling ria, otaknya menjurus ke arti lain dari perkataan Naruto tentang berjuang bersama. Yang Hinata artikan berjuang bersama Naruto selamanya, dalam biduk rumah tangga misalnya.
"Mau tidak?"
"Jelas mau lah," jawab Hinata dengan cepat. Naruto menyerahkan map itu kepada anak buah Shizuka setelah Hinata menadatangani surat perjanjian. Hari ini, Hinata resmi menjadi pemilik cafe milik Shizuka dahulu.
"Naru, aku sudah terlihat kaya belum?" Naruto menatap datar Hinata, "Kaya monyet." Hinata melotot, apa-apaan setan kuning ini mengatainya seperti monyet.
"Kau kaya sedari dulu Hinata," ujar Naruto untuk membuat mood Hinata membaik.
"Aku kere dari dulu,"
"Kaya hati, aku suka kau yang kaya hati.
Hinata berdehem guna menghilangkan rasa malu karena ia salah tingkah setelah Naruto mengatakan hal macam tadi.
"Kau suka?" Ulang Hinata, "Ya, aku suka Hinata," jawab Naruto lugas.
"Sebagai apa?"
"Partner,"
Jawaban Naruto membuat Hinata tersenyum canggung. Ya, apa yang kau harapkan Hinata?
***
Hikari sudah sadarkan diri, meski belum bisa banyak berbicara. Ternyata saat peristiwa malam itu, kepala Hikari membentur lantai cukup keras, sehingga ada sedikit masalah yang membuat penyakitnya semakin parah.
"Ibu, kau tau aku sudah menjadi pengusaha muda," tutur Hinata semangat pada sang Ibu yang hanya mampu mengedipkan matanya.
"Ibu tidak usah khawatir tentang biaya rumah sakit lagi. Yang harus Ibu lakukan sekarang hanyalah fokus pada kesehatan Ibu," celoteh Hinata tanpa henti. Tidak menghiraukan Hikari yang berusaha mengangkat tangannya. Namun, itu tidak lama, Hinata menyadari tangan Ibunya sedikit terangkat. Alis Hinata menyatu saat bibir Ibunya bergerak tanpa suara.
Naruto yang bisa menebak apa yang dikatakan Hikari tanpa suara pun mendekat, "Ada apa Bu?"
Hikari tersenyum, ia senang Naruto mengerti kode darinya. Naruto melepaskan alat bantu pernafasan yang dipakai Hikari pada mulutnya agar bisa berbicara.
"Menikahlah,"
***
Hello aku update nih...
Semoga suka yah...
Sesuai pilihan kalian, aku akan menamatkan story ini... Diakan semoga ide ada terus ya... Dan enggak mager ngetik hehehehe...
See you...
Pag pay...
.
.
.
Bersambung...
.
.
.
Arigatou Gozaimasu...
KAMU SEDANG MEMBACA
Y O U
Short Story. . . Hinata itu ceria, humoris, dan bucin banget ke Sasuke. Sasuke itu dingin, kaku dan benci banget sama Hinata. Naruto itu berandalan, misterius, dan bucin sama orang yang hanya dia yang tau. Sakura itu baik, lembut, dan pintar. Bagaimana jika me...