22

1.2K 197 23
                                    

Selamat Membaca...

.
.
.

***

Naruto terdiam di kursi pojok kafe peninggalan Shizuka. Otaknya selalu memutar ucapan Hikari.

Siapa tau benih Naruto semalam akan sampai pada rahim mu?

Benarkah bisa seperti itu? Ah, ketika dengan Shizuka pun hanya satu kali meski berkali-kali saat menyemburkan sel miliknya.

Bibir Naruto tersenyum simpul, "Kalau dalam dua hari ini aku selalu menebar benihku, apa akan jadi bayi?" Monolog Naruto sendiri. Tapi memiliki anak disaat ini apakah tepat? Ketika ia berjauhan dengan Hinata seperti ini? Siapa yang akan membantu Hinata, hamil itu tidak mudah. Apalagi melahirkan butuh seseorang yang setia disamping Hinata. Memang ada Ibu tapi dirinya juga ingin mendampingi Hinata.

Apa ini adalah pertanda jika ia harus membatalkan beasiswanya di London? Demi Hinata dan Ibu? Siapa yang akan menjaga mereka disini? Bukankah sama saja, ketika sebelum ada dirinya dan sesudah ada dirinya? Mereka sama-sama tetap hidup berdua. Ya, masa depannya tidak hanya ada di London. Di Negara sendiri pun ada masa depan, bukankah begitu?

Naruto sudah memutuskan jika ia akan membatalkan beasiswanya meski nanti Hinata baik Ibu akan menentang keputusannya ini. Lagi pula, jika ia berjauhan dengan Hinata tidak ada yang menjamin ia akan setia oleh istrinya. Untuk cinta, saat ini memang Naruto akui jika belum mencintai Hinata. Tapi, rasa nyaman saat ini berbeda dengan rasa nyaman saat mereka masih sekolah.

"Naruto," mendongak saat suara seseorang mengalun masuk ke telinganya. Safir birunya sedikit tersentak, sungguh tidak menyangka akan disapa oleh gadis yang mungkin masih dicintainya.

"Ya," jawab Naruto singkat. Shion tersenyum lalu menarik kursi didepan Naruto untuk gadis itu duduki.

"Aku dengar kau sudah menikah dengan Hyuuga Hinata?"

"Ya,"

"Selamat. Mengapa tidak mengundang kami?"

"Untuk apa?"

"Wah, kau terlalu singkat ketika menjawab pertanyaan dari orang yang kau cintai," ujar Shion dengan kekehan. Naruto memalingkan muka, "Mau apa?"

"Makan, ini kan kafe,"

Naruto berdiri, "Kalau begitu silakan," ujar Naruto. Tubuh jangkung itu berdiri dan mulai berjalan menjauhi Shion, "Naruto, kau mencintaiku tapi kau menikah dengan gadis lain?" Naruto berhenti ketika mendengar pertanyaan Shion.

"?"

"Bukankah berarti kau tidak mencintaiku?"

"Mengapa kau bertanya tentang cinta sekarang? Kau disakiti priamu?" Tembak Naruto langsung. Shion menunduk dan itu tidak lepas dari safir Naruto.

"Untuk cintaku padamu, mungkin masih ada....sedikit," ujar Naruto lemah pada kata akhir, "Namun, sekarang aku sedang berusaha memupuskan rasa cinta padamu. Karena ada istriku yang akan mengisinya dengan cinta yang lebih besar dari cintaku padamu. Shion, aku harap kau tidak seperti yang ada dipikiranku. Mau kau berbuat apapun, aku tidak akan kembali menjatuhkan hati padamu,"

"Naruto-kun," lirih Hinata. Naruto menoleh lalu berjalan menghampiri Hinata yang sudah siap untuk menumpahkan air matanya. Sudah bisa ia pastikan jika Hinata mendengar semua ucapannya pada Shion.

"Ssst, jangan menangis. Dia bukan ancaman untukmu," mendengar perkataan Naruto tangan Shion mengepal dan juga setitik air mata jatuh dalam pangkuannya.

"Ayo, kita pulang. Shion hanya ingin makan saja." Hinata mengangguk hatinya berusaha untuk percaya pada Naruto. Sejoli ini berjalan keluar dari kafe.

Y O UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang