Selamat Membaca...
.
.
.***
Wajah cantik milik Hinata kini tertekuk sebal, matanya dengan tajam menatap suami barunya yang sukses memonopoli dirinya dari malam hingga pagi tadi. Well, tidak Hinata pungkiri, kejadian semalam memang sangat menakjubkan. Ketika kau melakukan ritual malam pertamamu tepat pada saatnya. Tidak ada perlakuan kasar, Naruto melakukan semua dengan pelan serta hati-hati. Naruto sangat tau bagaimana seharusnya memperlakukan Hinata yang memang baru pertama kalinya bercinta. Mereka cukup lama bergelut dengan aktifitas menyenangkan itu semalam. Walau harus berhenti dalam waktu beberapa menit guna memulihkan tenaga mereka. Hinata kira, Naruto akan canggung ketika pagi datang, namun yang terjadi tidak sesuai dengan ekpektasi dirinya. Naruto yang mungkin saja ketagihan dengan aktivitas menyenangkan mereka semalam pun meminta kembali pada Hinata dan lebih parahnya di kamar mandi. Salah? Tidak sebenarnya, hanya saja Hinata merasa tidak leluasa dan Naruto kembali menjadi dominan.
Hinata menggelengkan kepalanya kencang saat sadar apa yang dipikirkannya saat ini. Mata yang sedari tadi menatap tajam pada Naruto akhirnya melembut. Harusnya Hinata bahagia ketika Naruto ketagihan dengan aktivitas mereka semalam. Bukankah Naruto pernah berkata, jika ia harus melakukan hal apapun untuk membuat pria itu jatuh cinta padanya? Tapi Naruto harusnya tau jika bagian sensitifnya masih sakit dan juga pinggangnya masih terasa linu. Pemikiran seperti ini saja mampu memunculkan rona merah jambu di pipi Hinata.
"Ada apa denganmu?" Tanya Naruto yang heran melihat Hinata berdiri terdiam di pintu kamar.
"Tidak apa,"
"Bohong, mengapa wajahmu memerah seperti itu? Kau ingat semalam ya? Atau tadi pagi saat di kamar mandi?" Goda Naruto.
"Ya, bukankah hal wajar jika aku masih selalu teringat? Melakukan hal semacam itu, baru pertama kalinya untukku,"
"Kemari." Hinata melangkah mendekati Naruto yang duduk bersandar di ranjang. Tangan Naruto terulur dan disambut oleh Hinata.
"Ada hal yang ingin aku sampaikan padamu,"
Perasaan Hinata tidak enak, sepertinya memang hal yang akan diucapkan Naruto adalah hal penting. Buktinya, jantungnya berdebar kencang sebelum Naruto memberitahunya.
"Aku... Akan berangkat ke London lusa," bagai disiram oleh seember es batu, tubuh Hinata terkaku. Berjauhan dengan Naruto disaat suaminya belum mencintainya? Hinata sanksi akan hal itu, bagaimana jika Naruto jatuh hati pada gadis lain?
"Aku ingin kau ikut," perkataan Naruto selanjutnya mampu membuat Hinata tercenung. Ikut bersama Naruto? Mau saja, lalu bagaimana dengan Ibu?
"Inginku seperti itu, tapi ada Ibu yang harus kau jaga kan?" Hinata menatap Naruto penuh, "Sementara ini kita harus melakukan hubungan jarak jauh, Hinata. Dan aku juga tidak bisa menjanjikan akan sering-sering pulang ke Konoha. Kau tau sendiri aku kuliah disana karena beasiswa," Jelas Naruto dengan hati-hati. Air muka Hinata sudah sendu, Naruto berusaha untuk membuat Hinata tetap nyaman dengan penjelasannya yang mungkin akan membuat istrinya ini bersedih, "Setelah aku mendapatkan pekerjaan disana, aku akan mulai menabung agar bisa pulang satu kali dalam setahun. Bagaimana menurutmu?" Tanya Naruto dengan menggenggam tangan Hinata erat saat melihat embun tipis berkabut dimata Hinata. Tidak mendapat jawaban dari Hinata membuat Naruto menghela nafas berat, "Hah... Atau aku batalkan saja beasiswaku?" Hinata merespon dengan gelengan cepat.
Naruto tersenyum, "Lalu aku harus bagaimana?" Tanya Naruto lembut.
"Aku...takut kau akan mencintai gadis lain disana?" Kini Naruto tau, sifat wanita seperti ini memanglah alami, penuh prasangka. Salah satu ciri wanita cemburu selain marah-marah adalah menangis. Naruto terdiam, disatu sisi ia ingin menepis prasangka Hinata namun disatu sisi ia tidak bisa jika memang suatu saat dia mencintai gadis lain saat tidak ada Hinata disampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Y O U
Short Story. . . Hinata itu ceria, humoris, dan bucin banget ke Sasuke. Sasuke itu dingin, kaku dan benci banget sama Hinata. Naruto itu berandalan, misterius, dan bucin sama orang yang hanya dia yang tau. Sakura itu baik, lembut, dan pintar. Bagaimana jika me...