🍁09

798 63 8
                                    

Nafisa memasuki rumah papanya, tidak lupa Ia membawa buah-buahan dan makanan lain kesukaan papanya. Nafisa sangat merindukan papanya. Bibirnya ranumnya melengkung keatas begitu melihat papanya datang yang didorong oleh bi Arni. Melihat papanya yang tersenyum kearahnya membuatnya lega, hanya itu yang diinginkan oleh Nafisa.

"Assalamualaikum papa." Nafisa mencium punggung tangan Fatan. Rindu, sangat rindu.

"Waalaikumsalam cantiknya papa." Balas Fatan terseyum bahagia melihat putri semata wayangnya disini.

Nafisa memeluk Fatan, meluapkan kerinduan yang berjarak selama ini.

"Papa sehat kan?" Tanya Nafisa menatap lekat mata sayu Fatan.

Fatan mengangguk. "Alhamdulillah, papa sehat nak." Balas Fatan terseyum.

Nafisa lega, semoga papanya selalu sehat dalam lindungan Allah.

"Bi, ini ada buah dan sedikit makanan. Tolong bawa ke belakang ya." Ucap Nafisa sopan. Bi Arni mengangguk tersenyum.

Nafisa mendorong kursi roda papanya menuju taman di depan rumah. Nafisa duduk di bangku dan papanya berada di depannya.

"Kamu bahagia nak?" Tanya Fatan, pasalnya akhir-akhir ini perasaan dan pikirannya tertuju pada Nafisa.

Nafisa terdiam sesaat kala mendengar pertanyaan papanya. Nafisa menggenggam tangan papanya lalu tersenyum.

"Nafisa bahagia pa. Papa mengapa tanya seperti itu?" Tanya Nafisa.

"Akhir-akhir ini, papa hanya teringat sama kamu nak. Karena papa tidak mau jika putri papa sedih. Papa akan sangat sedih jika melihat kamu bersedih." Jawab Fatan mengelus kepala Nafisa.

"Bahkan papa bisa merasakan apa yang aku rasakan." Batin Nafisa.

"Suami kamu tidak ikut?" Tanya Fatan kemudian.

"Mas Rey belum pulang dari kantor pa, mungkin perkerjaanya banyak." Jawab Nafisa. Nafisa tak memungkiri jika suaminya selalu enggan untuk mengunjungi papanya. Nafisa merasa jika suaminya sudah berubah, tidak seperti awal kenal dulu.

"Nak, bagaimana perkembangan perusahaan milik Adi?" Tanya Fatan.

"Alhamdulillah pa, semua berjalan lancar. Papa jangan pikirkan itu ya. Biar Nafisa yang menghandle semuanya. Dan semoga kita lekas bertemu dengan keluarga om Adi." Nafisa menatap papanya. Bahkan disaat seperti ini masih mengingat perusahaan milik sahabatnya.

"Aamiin." Balas Fatan lega.

Nafisa berjanji akan menemukan anak-anak om Adi dan menyerahkan perusahaan itu.

"Nak, papa kangen dengan masakan kamu. Papa mau kamu masak untuk papa. Boleh?" Tanya Fatan.

Nafisa mengerjab, berbicara apa papanya ini? Setega itukah dirinya pada papanya.

"Papa bicara apa? Jelas Nafisa mau masakin papa. Apapun yang papa minta, In Sya Allah Nafisa akan menuruti jika Nafisa bisa. Jangan berbicara seperti itu lagi ya pa." Ujar Nafisa, matanya berkaca-kaca saat ini.

"Papa pengen telur balado." Ucap Fatan tersenyum.

"Baiklah, sekarang Nafisa akan memasak untuk papa." Balas Nafisa bersemangat.

Dengan bantuan bi Arni, akhirnya masakan Nafisa selesai. Kini hanya tinggal menghidangkan.

Nafisa menikmati makan malam bersama papanya, hal kecil yang sangat Ia rindukan selama sudah menikah.

"Enak." Ucap Fatan.

"Nambah lagi ya pa, aku seneng kalau papa nafsu makan." Balas Nafisa.

Ting.

Dendam PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang