Satu

96 14 5
                                    

Hidup di bawah tekanan orang tua, dituntut harus seperti Abangnya. Ainsley akan melakukan itu semua demi mendapat kasih sayang kedua orang tuanya, di sinilah Ainsley berada, di kamarnya.

Di kamarnya, duduk di depan meja yang lengsung dihadapkan dengan buku-buku tebal, ia harus belajar untuk ulangan harian matematika besok.

Jam menunjukkan pukul sembilan malam, tapi gadis itu belum juga menyudahi belajarnya.

Cklek!

Pintu kamarnya terbuka, Ainsley lantas langsung menoleh melihat siapa yang baru saja membuka pintunya.

"Abang, ngapain masuk kamar aku?" tanya Ainsley.

"Kamu yang ngapain, ini udah jam sembilan, tapi kamu masih belajar. Tidur, besok juga sekolah 'kan?" ucap Aileen---Abang Ainsley.

"Iyaa, aku besok sekolah, tapi tadi kata Mamah, aku gak boleh berhenti belajar sebelum jam sepuluh," kata Ainsley.

Aileen bergerak mengambil pena yang digenggam oleh adiknya, menutup buku yang masih terbuka dan merapikannya.

"Udah tidur, udah malam, Ain. Jangan sering begadang gini, nanti malah kamu yang sakit."

"Ehh, nanti aku dimarah, Bang."

"Kalau dimarah, abang yang tanggung jawab. Jangan khawatir."

Aileen bergerak menuntun adiknya ke atas kasur, merebahkannya dan menutupi badan mungil adiknya dengan selimut. Dirinya duduk di tepi ranjang sambil mengusap-usap pucuk kepala adiknya sayang.

Jangan kalian kira Abangnya tidak sayang kepada Ainsley, Aileen sangat menyangi Ainsley, adik kecil satu-satunya yang paling ia lindungi.

Terkadang Aileen juga suka marah kepada orang tuanya yang seperti memerperlakukan Ainsley tidak adil, berulang-ulang kali Aileen memberi tahu kalau Ainsley juga butuh kasih sayang mereka, tapi semua upaya Aileen hanya sia-sia. Kedua orang tuanya masih saja memperlakukan Ainsley beda dari dirinya.

"Bang, kapan, yaa Mamah mau usap-usap kepala aku kek gini, aku juga mau sama seperti Abang dulu," ucap Ainsley menatap Aileen.

"Abang udah gede, mana diusap-usap gini kalau mau tidur."

"Iya tau, dari kecil aku belum pernah diginiin, jadi kepingin di usap-usap kepalanya sama, Mamah," ujar Ainsley.

"Jangan bahas gini, ah."

"Udah-udah, tidur, Ain. Yang nyeyak, yaa? Abang keluar dulu," ucap Aileen lalu bergerak keluar dari kamar Ain.

Ain memandang Abangnya yang baru saja keluar, ia tersenyum melihat ketulusan Abangnya. Ain memejamkan matanya, tak lama kemudian dia sampai di alam mimpinya.

***

"Ain! Bangun kamu! Sekolah, jangan jadi anak pemalas, ayo bangun," pekik Rea---Mamah Ainsley.

Ain tersentak kaget, akhirnya ia bangun dari tidurnya dan menatap Mamahnya sayu.

"Bangunin aku pelan-pelan bisa gak, Mah? Aku kaget denger suara Mamah yang kenceng banget teriak-teriak," ucap Ainsley.

"Udah berani ngatur-ngatur Mamah? Iya?!"

"Enggak, Mah. Aku cuma ngomong doang kok, aku mandi dulu." Ain bangkit dari kasurnya dan berjalan ke kamar mandi.

"Tunggu, semalam kenapa kamu belajarnya cuma sampai jam sembilan? Udah berani nentang omongan Mamah?!" ucap Rea dengan sedikit membentak.

"A--anu, Mah an---"

"Anu apa? Ngomong yang jelas, dong. "

"Mah, udah. Pagi-pagi jangan buat ribut, apa masalahnya?" tanya Aileen yang baru saja datang memasuki kamar Ainsley setelah mendengar suara keributan.

Play Favor Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang