Suara kicau burung saling bersahutan, memadu mengikuti irama angin mencipta musik alam khas pagi hari. Melodi-melodi indah terdengar—dari kotak musik berukuran kecil yang terletak asal di kamar minimalis milik seorang gadis.
Menatap bayangan di cermin, senyum manis itu merekah. Gumaman semangat ia lontarkan, pertanda siap menjalani hari baru, langkah baru, dengan seragam baru yang ia kenakan.
"Ainsley, ayo berangkat."
Dia menoleh, menatap Aileen yang berdiri di ambang pintu dengan tas berada di punggung. Yaa ... ini adalah hari pertama Ainsley memasuki sekolah menengah pertama setelah seminggu menganggur di rumah, Ainsley memilih satu sekolah dengan Aileen, ia pikir akan lebih mudah tidak mondar-mandir.
"Abang udah izin Papa, kita sekarang semobil kalau sekolah," ucap Aileen memberi tau sang adik. Ainsley tersenyum cerah, segera menyambar tasnya, tak lupa juga mematikan kotak musik, lalu ikut menyusul Aileen untuk sarapan. Sebenarnya makan bersama keluarganya adalah hal yang paling kalau bisa Ainsley hindari, ia hanya tidak suka melihat pemandangan yang menimbulkan luka lagi.
Memposisikan diri tepat di samping Aileen, menatap hidangan yang tersaji sebagai menu sarapan pagi ini. Ainsley meraih bungkus roti dan selai yang memang ada di sana juga, mengoles selai coklat dalam diam.
Aileen menoleh, mengamati kegiatan Ainsley yang mengoles roti. "Kok gak makan nasi gorengnya, Dek?" tanya Aileen.
Ainsley menoleh, tidak hanya dia, tapi Marva dan Rea juga ikut memperhatikan Aileen bersamaan lalu beralih menatap Ainsley.
"Enggak, pedas 'kan?" Tangannya bergerak mengambil roti di piringnya, lalu memakan dengan santai. Matanya menatap Rea dan Marva yang juga sedang memperhatikan dirinya dengan alis bertaut. "Kenapa?" Ainsley bertanya sembari mengunyah rotinya.
Tidak ada jawaban, Ainsley sudah lebih dari terbiasa soal ini. Tanpa berucap apapun Rea bangkit, berlalu kembali ke dapur. Ainsley 'tak peduli, tiga atau empat roti mungkin akan membuatnya kenyang.
"Diminum."
Ainsley melirik segelas susu yang disuguhkan untuknya, lalu mengangguk sebagai jawaban tanpa berkata. Aileen lagi-lagi hanya memperhatikan, pria itu merasa bersalah karena Ainsley tidak memakan nasi pagi ini, adiknya itu lebih memilih roti karena hidangan yang dimasak sudah pasti pedas semua.
Aileen makan dalam diam, benaknya berkecamuk. Abang macam apa dirinya? Lamunannya buyar saat Ainsley memegang pundaknya.
"Aku nunggu di depan, ya Bang?"
Aileen mengangguk cepat menanggapi. "Iya duluan, bentar lagi Abang selesai."
Ainsley bergerak bangkit, menyalimi Rea dan Marva lalu segera pergi ke teras depan. Setelah punggung Ainsley 'tak lagi terlihat, Aileen kembali menoleh menatap orang tuanya yang masih sibuk dengan makanan masing-masing.
"Aileen boleh minta?" tanyanya tiba-tiba.
Marva menatap Aileen lalu mengangguk singkat, mempersilahkan Aileen mengemukakan keinginannya.
"Bukan sama Papa mintanya."
"Terus?"
"Sama Mama," ucap Aileen setelah selesai menenggak minumnya. "Aileen minta, ya Ma? Mulai nanti malam sampai seterusnya, Mama masak jangan pedes-pedes lagi. Mama gak liat Ainsley lebih milih makan roti daripada nasi? Dia pasti gak kenyang, Ma."
"Aku gapapa kalau gak makan pedas, aku suka pedas bukan berarti setiap Mama masak harus pedas. Aileen gak masalah kalau gak makan pedas, kok. Boleh, ya Ma? Kabulin permintaan Aileen," kata Aileen sambil menatap manik mata Rea.
KAMU SEDANG MEMBACA
Play Favor
Novela Juvenil(TIDAK JADI HIATUS, KEMBALI SEPERTI SEMULA. ON GOING!) ~~~~~~~~~~~~~~~ "Ini bukan makanan kesukaan aku, Mah!" "Sampai kapan Mamah gini terus? Sampai-sampai makanan kesukaan aku aja Mamah gak tau!" "Bang Ileen, Bang Ileen, Bang Ileen terus! Akunya k...