Sebelas

19 3 2
                                    

Hi! Kembali lagi dengan next chapter, enjoy!

***

Angin berhembus, menciptakan musik alami yang sejuk jika didengar. Seolah ada sihir 'tak kasat mata, musik alami itu mampu menerbangkan angan yang mungkin tidak akan menjadi nyata. Seorang gadis dengan rambut panjangnya terus melamun, menerka-nerka jalan hidupnya di masa depan. Berulang kali helaan napas kasar terdengar, menyatu dengan suara angin yang kian mengencang. Entahlah, mungkin hari ini akan hujan, pikir gadis itu.

"Hoyy! Bengong teros!" pekik seseorang berhasil mengagetkan gadis bersurai panjang itu.

"Hiss, Mora! Kebiasaan suka ngagetin."

Mora tertawa kecil menanggapi. "Lagian elo, sih. Ngapain coba bengong gitu? Sendirian lagi di taman sepi gini," ucap Mora kemudian.

"Sepi gini enak tau, Mor. Dengerin musik yang diciptakan alam itu bikin hati adem."

"Yain aja, deh. Ibu Ainsley 'kan yang paling bener," ejek Mora sambil terkekeh.

"His, beneran, Mor! Ini sejuk banget," ucap Ainsley mempertegas.

Mora hanya mengangguk saja, kalau tidak disudahi adu mulut ini, bisa aja gak selesai-selesai sampai besok.

"Nanti mapel tambahan, lo ikut?" tanya Mora memecah keheningan.

Ainsley mengangguk mantap. "Ikut, dong. Kalau gak ikut bisa ribet urusannya, Mor."

"Bokap lo, ya?" tanya Mora lagi, Ainsley mengangguk membenarkan. "Iyaa, lah. Terus siapa lagi coba? Bisa kena amuk gue kalau gak ikut mapel tambahan ini," jawab Ainsley.

Mora tersenyum, kenapa gadis di sampingnya ini sangat-sangat hebat? Mora kagum dengan sikap Ainsley yang santai menghadapi cobaan.

Nyatanya tidak begitu.

"Ngumpul gak ngajak-ngajak lo bedua." Suara bass milik Adeen mengalihkan atensi dua wanita yang sedang duduk bersama itu.

Mora berdecak malas. "Gak usah gitu muka lo, sok paling merasa tersakiti." Mora yang kesal melihat wajah Adeen langsung menggeplaknya tanpa dosa.

"Sakit dodol! Jadi cewek gak ada kalemnya, heran gue," ucap Adeen sambil mengusap-usap wajahnya yang masih terasa sakit.

Ainsley tertawa melihat kelakuan kedua temannya itu, atensinya beralih menatap Adeen yang masih terlihat kesakitan.

"Sakit banget, Deen?" tanya Ainsley mendekati Adeen.

"Udah gak terlalu, tapi gak gue pungkiri kalau pukulan Mora emang yang terdahsyat," sindir Adeen sambil menatap Mora ogah-ogahan.

Mora mendelik tajam menatap Adeen, sungguh manusia satu itu sangat menguras emosi dan kesabaran dari seorang Mora.

"Hahaha, udah-udah. Kalian kalau ketemu udah persis kucing sama tikus." Ainsley melerai keduanya, takutnya nanti maah terjadi perang dunia jika tidak dilerai.

Adeen menduselkan kepalanya di lengan Ainsley dengan manja. "Mora duluan yang mulai, Ain," rengek Adeen masih terus menduselkan kepalanya.

Ainsley kaget mendapati tingkah Adeen yang tidak biasanya, sedangkan Mora yang melihat itu langsung melotot. Dengan cepat Mora menyingkirkan kepala Adeen yang bergelayut dari lengan Ainsley, lalu tanpa berperasaan untuk yang kedua kalinya Mora menggeplak wajah Adeen.

"Mati kek lo, Deen! Sembarangan main dusel-dusel ke lengan orang," protes Mora tersulut emosi.

"Lah, Ainsley aja gak marah, kok. Kok lo yang marah? Huuu, bilang aja iri, Mor," ledek Adeen menjulurkan lidahnya.

Play Favor Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang