Lima

35 9 0
                                    

Updatee! Votenya jangan lupa, tinggalin jejaknya setelah baca. Jangan jadi pembaca gelap, nanti hidupmu gelap kek masa depan, wkwk.

HAPPY READING GUYS!

🍳🍳🍳🍳


Pukul sembilan malam, Ainsley belum juga keluar dari kamarnya setelah kejadian siang tadi. Aileen sedaritadi berada di depan kamar Ainsley sambil mengetuk-ngetuknya, berharap pemilik kamar keluar menemui dirinya.

Kurang lebih sepuluh menit sudah Aileen berada di depan kamar adiknya, fikiran negatif mulai menghampiri otak Aileen saat mengetahui pintu kamar adiknya tak kunjung dibuka.

"Dek! Keluar, dong. Jangan bikin Abang khawatir, makan dulu, yuk!" pekik Ileen, tangannya tak berhenti mengetuk-ngetuk pintunya.

Rea yang kebetulan lewat ingin menuju kamarnya terhenti, melihat Ileen dengan raut wajah panik menatap pintu kamar Ainsley. Ileen yang menyadari ada Mamahnya di sana langsung menoleh, tatapan Ileen seperti tatapan meminta bantuan.

Rea masih diam tak bergeming, menatap Ileen yang juga sedang menatap Rea sekarang.

"Mah, bantu buat bujuk Ain keluar. Dia belum makan," ucap Ileen sendu.

"Biar saja, nanti kalau lapar juga keluar sendiri. Mending kamu tidur, ini udah mau jam sepuluh," kata Rea.

"Mah, kalian itu kenapa, sih? Ain juga anak kalian, kenapa kalian perlakukan seperti ini? Setidaknya bujuk dia buat keluar kamar, Mamah mau Ain mati di dalam karena kelaparan?"

"Persetan Mamah bakalan sedih atau enggak, tapi dia adikku Mah! Dia adikku!" pekik Ileen.

"Terserah, urus saja dia sendiri. Mamah mau tidur."

Ileen menatap tak percaya ke arah Mamahnya, kenapa ini semua tidak adil?

"Kalau gak peduli, ngapain nangis tadi? Ngapain bujuk dia buat makan tadi di saat dia mau balik ke kamar? Sekarang apa Mah? Ke mana kepedulian Mamah?" Lintang berucap sambil menatap Rea.

Rea hanya diam, kakinya kembali melangkah menuju kamarnya. Tatapannya masih sama, kosong. Tidak tau apa yang sedang wanita itu fikirkan.

Ileen membiarkan Mamahnya pergi, kenapa dengan semua orang yang berada di rumahnya ini?

"Arghhh! Gue harus gimana?!" tanya Ileen kepada dirinya sendiri.

"Dobrak? Iyaa, gue harus dobrak."

Ileen berancang-ancang ingin mendobrak. Gebrakan pertama masih belum kebuka, gebrakan kedua juga sama. Gebrakan ketiga....

Brak!

Pintu berhasil kebuka, mata Ileen menyusuri setiap kamar Ainsley. Tatapannya terkunci pada sosok tubuh mungil yang tergeletak di lantai dekat dengan ranjang.

"A--ain." Ileen mendekat ke arah Ainsley,  menatap adiknya yang tergeletak tidak berdaya.

Tangan Ileen gemetaran, matanya berkaca-kaca. Tangannya bergerak memangku kepala Ainsley di pahanya.

Ileen mengusap wajah adiknya yang pucat, air mata menetes dari pelupuk matanya.

"Dek, buka matanya. Ja--jangan buat Abang takut," ucap Ileen.

Play Favor Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang