Yuhuu, update kembali. Buat kalian yang udah baca cerita ini, saya minta tolong tekan bintangnya jugaa, dong:(
BACA DOANG, KAGAK VOTE! JIAAKH><
🍳🍳🍳🍳
Hari ini hari minggu, Ain masih saja berada di kamarnya. Jam menunjukkan pukul delapan pagi, tapi tidak ada sebesitpun pikirannya untuk turun ke bawah sekedar menyapa orang rumahnya.
Disapa jika diacuhkan untuk apa? Sia-sia saja ia mengeluarkan suaranya, sudah terbiasa diacuhkan seperti itu, Ain selalu kuat dan mencoba sabar menghadapi ketidakadilan yang ia dapatkan di dalam rumah ini.
Jika orang lain beranggapan kalau rumah adalah tempat ternyaman, dan teraman di dunia, maka menurut Ainsley ini salah. Menurutnya rumah dalam definisinya adalah, tempat di mana untuk dirinya yang selalu dibanding-bandingkan, tempat di mana dirinya yang selalu mendapat ketidakadilan, diacuhkan, dikucilkan, dan selalu terasingkan di dalam keluarganya sendiri.
Sakit bukan? Hahaha, ini sudah biasa bagi Ainsley, mentalnya sudah cukup terlatih selama ini. Sabar, dan selalu mencoba sabar. Menanti akan kasih sayang orang tuanya yang datang menyayangi dirinya seperti Abangnya Ileen, tanpa diminta. Namun, kapan hal itu akan tiba? Kapan? Sanggupkah Ainsley terus bersabar seperti saat ini?
Ainsley berdecak. "Ini gak ada satu orang pun yang samperin gue ke sini suruh turun kek, suruh sarapan kek."
"Ohh iya, gue 'kan anak gak dianggap. Sampai lupa, kenapa bisa lupa, ya? Padahalkan emang selalu begini," ucap Ainsley merasa miris dengan dirinya sendiri.
"Mana? Mana Bang Ileen yang katanya sayang sama gue, yang katanya bakal nemenin gue, yang katanya bakal selalu ada sama gue. Lihat, lihat mana dia? Gak ada dia samperin gue, suruh makan atau sekedar nyuruh gue buat turun dari kamar sialan ini aja gak ada." Ainsley terkekeh.
"Pasti asik bercanda di bawah sama mereka, gue dilupain, ya? Ahhh, udah biasa tenang ... udah biasa," lanjut Ainsley.
Ainsley kembali merebahkan dirinya sambil membaca novel, kakinya bergoyang-goyang di atas kasurnya. Badannya bolak-balik ke kanan, dan ke kiri.
Ainsley bangkit dari posisi rebahannya dengan gusar. "Arggh, gue laper! Ini perut kenapa gak bisa diajak kerja sama, sih? Gue males ke bawah, pasti di sana mereka pada ketawa, bercanda tanpa gue. Sakit tau lihatnya," gumam Ainsley kesal.
"Aaaa, tapi laper, gimana dong? Oke, gue turun. Inget Ain, jangan lihat ke mereka, jangan lihat kemereka!"
Ainsley turun dari kasurnya, melangkah untuk keluar dari kamarnya. Langkah Ainsley yang menuruni tangga, menghentikan tawa beberapa orang yang sedang berada di ruang tamu, menatap Ainsley yang terus menuruni tangga menuju ke dapur.
"Baru bangun kamu? Bagus, anak perempuan macam apa kamu? Tidak tau diuntung." Suara Marva menghentikan langkah Ainsley yang ingin menuju dapur.
Ainsley membuang nafasnya kasar, ini yang membuat dirinya malas untuk turun ke bawah. Memilih tak peduli akan ucapan Papahnya, Ainsley tetap berjalan ke arah dapur.
"Memang gak ada sopan-sopannya, ya kamu sama orang tua. Papah bertanya bukannya kamu jawab." Lagi, dan lagi langkah Ainsley berhenti.
"Pah, udah. Jangan diperpanjang," ucap Ileen menengahi.
Ainsley berdecih di dalam hati, Ileen membelanya? Huhh, membosankan.
"Biar saja, biar saja dia tau kalau dia emang gak punya sopan santun," timpal Marva.
Ainsley masih diam tak bergeming dari posisinya yang membelakangi keluarganya itu, nafasnya tercekat, sesakit ini dikucilkan oleh keluarga sendiri.
"Ganggu saja, padahal tadi semua baik-baik saja sebelum kamu turun dari kamar," ucap Marva lagi.
"Pah, udah," tegur Ileen.
Sedangkan Rea hanya diam, menyimak apa yang diucapkan oleh suaminya, dan menatap Ainsley di sana yang masih belum bergerak sama sekali.
"Mau apa kamu turun? Bisa balik ke kamar aja? Kami ingin melanjutkan sesi kumpul bersama lagi." Marva mulai kesal melihat Ainsley yang masih saja belum bergerak.
Kumpul bersama? Tanpa dirinya? Sesuatu yang sudah biasa, fikir Ainsley.
Nafas Ainsley memburu, cukup! Ini sudah keterlaluan. Dirinya membalikkan badannya, menatap Papah, Mamah, dan Abangnya di sana dengan tatapan marah, dan kecewa. Matanya berkaca, mati-matian Ainsley menahan agar air yang ia genang di matanya tak jatuh di depan keluarganya, ia tak mau dianggap lemah!
"Cukup! Cukup, Pah. Aku turun hanya ingin makan, aku lapar. Setelah urusanku selesai, aku akan balik ke kamar, terserah kalian mau ngapain, aku gak peduli!" cerca Ainsley dengan nafas memburu.
"Masih ingat makan?" tanya Marva dengan nada menyindir.
Ainsley tak lagi memperdulikan Papahnya, melupakan rasa laparnya. Dengan emosi yang kian memuncak Ainsley berbalik arah menaiki tangga ingin menuju kamarnya.
"Dek, gak jad---"
"Shuuut, diam." Aisnley mengangkay tangannya.
"Aku gak akan makan, ini 'kan? Ini 'kan yang Papah mau? Sekalipun aku mati karena kelaparan, mungkin kalian semua gak akan peduli," sela Ainsley, dan berlanjut melangkahkan kakinya.
"Dek! Ngomong apa, sih?" sentak Ileen.
"Apa?! Emang bener 'kan?" Gagal sudah pertahanan Ainsley, air mata yang ia bendung kini luruh, menatap semua keluarganya yang berada di ruang tamu dengan tatapan terluka.
"Aku hanya ingin makan, cuma mau makan. Salah, ya? Aku gak berhak makan makanan kalian? Kalau iya, bilang dong, Mah, Pah. Biar aku juga bisa kerja cari uang sendiri buat aku makan, gak harus minta sama kalian."
"Bukan gitu, Nak. Kamu salah paham," ucap Rea sendu.
Ainsley menatap Mamahnya. "Capek, Mah. Aku capek banget, aku cuma mau makan, loh. Salah aku apa?"
"Makan kalau mau makan, Sayang. Mamah gak larang, ayo makan," ucap Rea kembali.
Ainsley menggeleng. "Gak usah, udah hilang lapernya. Udah kenyang sama ucapan Papah tadi," ucap Ainsley tersenyum.
Ileen terdiam, Marva juga ikut terdiam. Rea? Dia ikut meneteskan air matanya, ia gagal menjadi Ibu, ia gagal.
Ainsley kembali berjalan, membuka pintu kamarnya lalu masuk, dan menguncinya.
Ainsley bergerak mengusap air matanya. "Oke, ini konsekueinsnya."
Ainsley menidurkan badannya di kasur, dengan posisi yang memegang perutnya yang lapar, tak lama dari itu Ainsley sudah tertidur memasuki alam mimpinya.
TBC....
Jangan lupa tekan bintangnya:v jangan taunya baca doang><
Gak vote, gak kawan wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
Play Favor
Teen Fiction(TIDAK JADI HIATUS, KEMBALI SEPERTI SEMULA. ON GOING!) ~~~~~~~~~~~~~~~ "Ini bukan makanan kesukaan aku, Mah!" "Sampai kapan Mamah gini terus? Sampai-sampai makanan kesukaan aku aja Mamah gak tau!" "Bang Ileen, Bang Ileen, Bang Ileen terus! Akunya k...