Ara pun memasuki rumah sakit dengan tergesa, dan langsung pergi ke resepsionis.
"Permisi, saya keluarga ibu Sinta. "
"Ah.. Iya, silahkan langsung ke IGD ya. Disebelah kiri. " Tunjuk sang resepsionis.
"Baik, Terima kasih. "
Ara pun langsung pergi ke IGD. Kebetulan saat Ara sampai ia melihat para suster dan dokter di depan pintu IGD dengan beberapa orang berbaju formal, kelihatannya mereka sedang berdebat. Tanpa berpikir panjang Ara mendekat.
"Permisi, saya keluarga ibu Sinta. " Ucap Ara yang membuat suasana gaduh menjadi hening.
Semua orang disana langsung menoleh kepada Ara. Tak terkecuali orang berbaju formal tersebut.
" Ah. Anaknya?." Tanya seorang suster ramah.
Ara pun mengangguk. " Baik ay-
Ucapan suster pun terpotong oleh suara bas yang berat di samping kanan Ara. "Kau benar anaknya?. "
Ara pun menengok ke kanan dan terpampang lah seorang pria payah baya, mungkin seumuran mamangnya tapi lebih tua dan tampan. "Ia, Ara anaknya. Kenapa ya tuan?." Tanya Ara ramah.
"Bukankah anak bu Sinta hanya satu orang, dan itupun seorang pria?. " Tanya pria tersebut sembari melangkah mendekat.
Dan Ara yang terus mundur "Akh.. Ti-dak, saya anak keduanya, dan yang tuan katakan itu kakak saya. " Jawab Ara gugup.
"Benarkah?. "
"I--
" Cukup Pram. " Suara bas yang lebih berat terdengar mengalun lembut di telinga Ara. "Kau menakuti nya. "
Pram pun mundur dan menundukkan kepalanya "Maaf kan saya, tuan Agler."
"Nah.. Kau anaknya bu Sinta? Bisa tolong telfonkan kakakmu? Kamu masih di bawah umur untuk menjadi wali. " Ucap tuan Agler lembut. Tak lupa tatapan matanya yang tak lepas dari wajah Ara.
"Ta-pi, kakak saya ada di Bandung. " Ara gugup. Ia langsung meremas tangannya hingga memerah.
Melihat tangan Ara yang memerah, tuan Agler pun mengambil tangan Ara dan memisahkannya. "Tangan mu bisa sakit bila kau meremas nya kuat. " Ucapnya " Sini handphone mu, saya saja yang telfon kakakmu. " Pinta Tuan Agler.
Ara pun memberikan handphone nya tanpa ragu, entah kenapa saat berada di dekat tuan Agler ini Ara merasakan kedamaian, sama seperti saat ia deket dengan sang kakak.
"Terima kasih Ara, sekarang Ara duduk di kursi itu ya. Om ini yang akan menemani kamu." Titah Agler.
"Iya, tu-
" Panggil saja om Agler. Saya bukan bos kamu Ara. " Kekehan Agler terdengar. "Yasudah, Pram jaga Ara selagi saya pergi menelfon. " Lanjut Agler lalu pergi ke tempat yang sedikit jauh dari Ara.
Ara pun sama, ia langsung berjalan ke arah kursi yang tadi ditunjuk oleh Agler. Ia duduk diam sembari melamun, tak lupa tangannya yang kembali meremas. Sepertinya Ara melupakan sesuatu. Ah iya.
"Em. Permisi om. " Ucap Ara sembari menepuk pundak Pram yang berada di sisinya.
Pram pun menoleh tanpa mengeluarkan suara, menunggu apa yang akan dikatakan anak bernama Ara tersebut.
"Bagaimana keadaan umma? Apakah baik baik saja? Tadi, Ara lupa bertanya pada om Agler. " Tanya Ara sembari menunduk tak kuasa melihat tatapan tajam Pram.
"Hem. Ibumu baik baik saja. Semoga."
Kepala Ara pun mendongak. "Hah? Semoga? Maksudnya?. " Tanya Ara beruntun.
![](https://img.wattpad.com/cover/281853283-288-k222507.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AGLER
Teen FictionSeorang anak akan selalu mengingat jasa orang tua yang sudah membesarkannya. Entah itu hal kecil ataupun hal besar. Sama halnya dengan orang tua, ia akan menyayangi si anak tanpa lelah, orang tua akan selalu memberikan yang terbaik untuk si anak. ...