Ragia || Pernikahan?

1.7K 178 6
                                    

***

Gia berjalan menuruni tangga dengan langkah malas, disampingnya ada Marina yang terus berbicara memberinya wejangan yang sama sekali tidak didengarkan oleh Gia.

Karena apa? Karena ucapan ibu nya itu selalu sama sejak ia keluar dari kamar mandi.

"Inget Gia kamu harus waras, jangan jadi gila dulu. Harus jaga image, kalo gak mama lempar kamu ke antartika."

Gia memutar bola matanya malas, telinganya sudah pengang karena mendengar kata yang sama berulang kali.

"Mamah lebay banget, padahal kan yang dateng tamunya papa. Kenapa Gia yang diseret seret." Kata Gia sedikit sebal, rencananya untuk nonton drakor harus tertunda karena mamahnya ini malah menariknya ke meja rias dan mendandaninya. Entah apa yang akan sang ibu ratu lakukan padanya yang cantik jelita.

Bukannya menjawab Marina justru tersenyum misterius, Gia bergidik. Biasanya jika mamahnya sudah tersenyum seperti itu pasti akan ada hal buruk yang terjadi padanya.

"Ih mamah jangan senyum begitu, mama udah kaya mau ngejual Gia ke om om perempatan tau gak," ucap Gia bergidik ngeri yang langsung mendapat cubitan keras dipinggangnya. Siapa lagi pelakunya selain ibunda ratu Marina.

"sakit tau mah," keluh Gia mengusap ngusap pinggangnya.

Marina merotasikan bola matanya "lebay."balas Marina lempeng.

"Udah nanti kamu liat aja," sambung Marina kembali memasang senyum misterius.

Melihat itu Gia semakin penasaran, apa yang sebenarnya sedang ibunya itu lakukan.

***

Gia dan Marina sudah tiba diruang tamu, ketika sampai diruang tamu Gia bisa melihat ada dua orang lagi yang ikut berkumpul selain papanya.

Diantaranya seorang pria paruh baya seumuran papanya dan juga seorang cowok remaja. Tetapi Gia tidak bisa melihat siapa orang itu karena cowok itu duduk membelakangi nya.

Gia semakin kebingungan hatinya mendadak resah ketika melihat mamanya sudah tersenyum dengan senang.

"Maaf terlambat, biasalah anak perempuan." Ucap mamanya.

Dari tempatnya Gia bisa melihat seorang pria paruh baya yang memakai setelan serba hitam itu tersenyum senang menatap Gia dari atas a hingga bawah.

"Gak papa, ini Gia kan?"tanya pria itu menunjuk kearah Gia.

Gia langsung bergidik ngeri ia menatap mamanya dengan tatapan curiga. Perasaan resah tadi semakin terasa dihatinya.

Apa papa dan mamahnya benar benar akan menjualnya pada seorang om om?

Gia bergidik ngeri, apa orangtuanya setega itu? Padahal ia adalah gadis manis dan baik meski kerap kali membuat Marina berteriak kesal.

Tapi apa harus sampai menjualnya?

"Iya ini Gia, ayo sayang kita duduk."

Gia membatu ditempatnya, bahkan ketika mamanya menyuruhnya duduk Gia hanya diam sambil menelan ludahnya susah payah.

"Gia ayok duduk," bisik Marina sedikit geram.

Gia menoleh kearah Marina dengan tatapan takut "mah, mamah gak bener mau jual Gia ke om om kan?" Tanya Gia takut takut.

Marin melotot, lagi lagi ia mencubit pinggang Gia dengan keras membuat Gia memekik kesakitan.

"Sembarangan kamu, udah cepet duduk."

Gia merutuki mamanya dalam hati, hanya dalam hati karena tidak berani. Dengan hati yang masih ketakutan Gia akhirnya pasrah ketika Marina terus saja memaksanya agar duduk.

Jodoh Wasiat MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang