Son and Dad

1.3K 157 33
                                    

"HALO ANAK ANAKK PAK BUDI TAPI TIDAK BERBUDII, KEMBALI LAGI SAMA OM BUDI DISINI"

Teriakan seorang pria paruh baya itu mengalihkan semua atensi orang orang yang tengah mengobrol ria diwarung mang Ipan.

Terkhususnya untuk empat serangkai yang menjabat sebagai inti dari pasukan Anemos geng yang kini telah mengernyit merasa heran. Apalagi Edgar dan Resvan yang sama sama melongo melihat kedatangan ayah kandung keduanya.

"Loh papi, papi ngapain kesini?"tanya Edgar keheranan.

"Apa? Nggak boleh?! Ini juga sekolah papi tau"balas Dewa Budiman atau orang yang lebih suka dipanggil Budi itu dengan sewot.

Edgar mendengus, merasa heran dengan tingkah papinya sendiri "ya gak usah sewot juga kali pi,"

Budiman mengedikkan bahunya mengabaikan Edgar selaku putra kandungnya dan malah berjalan menuju Samuel yang tengah menyender ria sambil bermain game.

"Sam, ayo mabar," ajak Budiman mengeluarkan ponselnya dan login dalam game yang sering pria dewasa itu mainkan.

Samuel yang memang sedari tadi fokus pada gamenya sedikit tersentak kaget ketika melihat  Budiman ada didepannya.

"Lho kok papi disini?"

Budiman berdecak "udah jangan kepo, cepet ayo kita mabar," ajak Budiman sekali lagi dengan memaksa.

Samuel mendengus "gak mau ahh Papi suka jadi beban," jawab Samuel sedikit bercicit, takut takut Budiman mengamuk seperti biasanya.

"Enak aja kamu tuh yang beban!"

Wajah Samuel langsung memelas lalu ia menoleh kepada Raga meminta bantuan. Bukannya apa karena Papinya Edgar ini itu selalu menyusahkan, dia selalu saja membuat tim Samuel kalah diawal pertandingan.

Bukannya membantu Raga malah tertawa dan memalingkan wajahnya.

Samuel mendesah pasrah akhirnya dengan hati tidak ikhlas Samuel pun menemani papi Edgar bermain game.

"kekiri Pi Astagaaaa papii itu didepan!"

"LAWAN SAM LAWAN GIMANA SI KAMU INI LAKI!"

"PAPI GIMANA SI, KALAH TUH KAN"

"KAMU YANG BIKIN KALAH ENAK AJA NYALAHIN PAPI,"

Edgar, Resvan dan Raga serta seluruh anggota dari Anemos geng hanya ternganga ketika melihat perdebatan Sam dan Budiman.

Edgar dan Baim saling pandang kemudian keduanya mulai saling senggol menyenggol

"Papi lo tuh Res,"ucap Edgar menyenggol lengan Resvan kuat kuat..

Resvan tak terima "enak aja, papi lo kali bang,"balasnya ikut menyenggol lengan Edgar tak mau kalah.

Raga memutar bola matanya malas, Edgar dan Resvan adalah definisi sesungguhnya dari anak durhaka yang harus diruqyah "papi kalian berdua kali, pake ribut segala lagi," ucap Raga menyudahi perdebatan Edgar dan Resvan.

Edgar dan Resvan menghela nafasnya terlihat berat sekali, terutama Resvan yang kini menatap Budiman selaku papinya dan Edgar selaku kakaknya dengan wajah prihatin,

"Kenapa keluarga gue gini banget ya Allah, untung papi gue kaya kalo enggak behhh udah gue tuker sama om bilgets,"gumam Resvan prustasi yang diangguki oleh sang kakak disebelahnya.

"Ide bagus tuh im, tuker papi aja yuk"sambung Edgar ikut ikutan.

"Cara nukernya gimana?"tanya resvan antusias.

"Lewat tokopedia"

Raga mendengus dari pada mendengarkan percakapan ngaur Edgar dan Resvan lebih baik ia memesan makanan pada mang Ipan

"Raga..."

Langkah Raga terhenti ketika mendengar suara seseorang memanggil namanya, Raga berbalik tapi wajahnya langsung berubah datar ketika melihat siapa yang datang.

"Papa ngapain disini?"tanya Raga sedikit ketus.

Genta berjalan mendekati Raga "Papa harus bicara sama kamu Raga."

Raga mendengus "kalo papa mau maksa Raga, Raga tetep gak mau."

Genta menghela nafasnya kasar, ia tau Raga sangat keras kepala "Raga kamu harus dengerin papa, setelah kamu dengerin papa. Papa janji gak akan maksa kamu lagi."ucap Genta mencoba memberi pengertian pada putra satu satunya.

Raga terdiam sejenak sebelum akhirnya, ia mengangguk menyetujui papanya yang ingin mengajak bicara.

***

Raga dan Genta terduduk di bangku yang letaknya dibelakang warung mang Ipan, seolah paham teman temannya dan seluruh anggota Anemos yang sebelumnya nongkrong dibelakang sini langsung menyingkir dengan sendirinya. Memberi ruang pada Raga dan papanya untuk bicara.

Gentala Alxavier, alumni sekolah yang terkenal dingin. Berbeda dengan anaknya yang menjabat sebagai ketua geng maka Gentala adalah seorang ketua osis yang justru jatuh cinta pada Naya Daniella, Mamanya Raga.

"Raga kamu harus dengerin papa, papa gak mungkin jodohin kamu tanpa alasan."

Genta membuka pembicaraan meski Genta sendiri tau bahwa putranya sudah terlihat muak sekali dengan topik perjodohin ini.

Raga sendiri hanya diam mendengarkan tapi matanya berkelana tak ingin menatap mata tajam papanya yang diwariskan padanya.

Genta menghela nafasnya berat, topik tentang Naya istrinya selalu sulit untuk dibicarakan.

"Perjodohan ini bukan keinginan papa Raga, tapi keinginan terakhir mama kamu."

Raga yang mendengar itu langsung menoleh pada papanya, dahinya mengernyit meminta penjelasan "maksud papa?"

"Beberapa jam sebelum kamu lahir Raga, tante Marina dan mama kamu pernah membuat kesepakatan untuk menjodohkan kedua anak mereka saat mereka lahir sepasang."

"Dan ya, mama kamu pernah minta sama papa Raga. Mama kamu minta bahwa kesepakatan perjodohan itu harus tetap dilaksanakan saat Marina melahirkan anak perempuan, Papa gak bisa mengabaikan begitu aja permintaan mama Raga"

Raga mengacak rambutnya prustasi, Genta benar bukan hanya papanya yang tidak bisa mengabaikan begitu saja keinginan mamanya. Karena Raga sendiri tidak akan pernah bisa mengabaikan itu semua. Meski Raga sendiri tidak pernah melihat ibu kandungnya, karena mamanya meninggal saat Raga baru saja dilahirkan.

Tapi masalahnya, "kenapa harus Gia pah? Kenapa gak yang lain aja," tanya Raga prustasi, jika perempuan lain Raga bisa saja menerima. Tapi jika itu Gia, hey Gia itu musuh bebuyutan nya bahkan jika dibanding dengan Xerous Gia jauh lebih memiliki masalah dengan Raga.

"Karena Gia anak Marina,"jawab Genta lempeng.

Raga mendelik, ya enggak salah si.

Genta terkekeh ia menepuk pundak anaknya dua kali dengan pelan.

"Papa gak akan maksa kamu Ga, pikirin lagi aja Ga kamu harus percaya mama kamu gak mungkin ngasih sesuatu yang bisa hancurin hidup kamu."

Raga terdiam, Gentala bangkit dari duduknya menepuk pelan celana bahannya yang sedikit kotor.

"Papa pergi dulu, kamu bisa hubungin papa kalo kamu mau."ucap Gentala mengelus kepala putranya dengan sayang sebelum meninggalkan Raga yang termenung seorang diri.

Pikiran dan hati Raga berkecamuk antara ia yang tidak mau membuat mamanya kecewa tapi Raga juga tidak mau menikah diusia muda  apalagi orang yang akan menikah dengannya adalah Gia.

Jodoh Wasiat MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang