Ragia || Koridor

1.3K 172 2
                                    


***

Gia terduduk lemas dikursinya, wajah tertekuk tidak ada gairah bahkan Gia yang biasanya antusias memperhatikan pelajaran Ekonomi kesukaannya kali ini Gia tidak terlihat memperhatikan sama sekali gadis itu memilih diam sambil mencoret-coret bukunya dengan asal.

Irsyad disebelahnya bahkan mengernyit heran melihat tingkah tak biasa sahabatnya.

"Lo kenapa si Gi? tumben banget dari pagi cemberut Mulu,"tanya Irsyad berbisik pelan. Sejak pertama kali Irsyad melihat Gia pagi ini wajah gadis itu sudah cemberut tapi Irsyad tak tau alasannya

"Syad... Gue mau kabur boleh gak si?"tanya Gia tak nyambung menelungkupkan kepalanya kemeja. Pertanyaan Irsyad membuat Gia teringat kembali tentang rencana jahat kedua orangtuanya yang akan menjodohkannya dengan manusia setengah setan, Raga.

Dahi Irsyad terlipat tak mengerti ucapan Gia "kabur? Lo mau bolos?"tanya Irsyad menebak.

Gia hanya menggeleng lemah, dalam hatinya ingin sekali menceritakan semuanya pada sahabatnya akan tetapi ia ragu apalagi ada Dea yang menyukai Raga.

Akhirnya Gia hanya diam selama pelajaran berpura pura memperhatikan padahal pikirannya sedang melanglang buana. Sesekali Gia menggeleng ketika Irsyad bertanya ada apa dengan dirinya.

Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat jam istirahat kedua telah berbunyi, meski malas Gia tetap berjalan mengikuti teman temannya yang mengajak pergi kekantin.

"Lo kenapa si Gi, lemah lesu tak
bertenaga gitu?"tanya Hamid diangguki teman-teman Gia yang lain.

"Tau tuh gue tanya dari tadi dia cuma geleng-geleng doang,"timpal Irsyad kesal sendiri jadinya.

Alin dan Dea saling pandang, keduanya bergerak merangkul Gia disisi kanan dan kiri.

"Lo ada masalah Gi? Lo bisa cerita sama kita kalo ada masalah."sambung Alin ikut bertanya.

Dea mengangguk "bener tuh cerita aja Gi, lo kaya orang habis putus cinta tau gak."ujar Dea ikut menimpali.

Gia menghembuskan nafasnya dengan kasar "gak kok gue gak papa cuma kepikiran ulangan minggu depan aja."bohong Gia.

Andai mereka tau masalah Gia jauh lebih besar dari sekedar putus cinta. Gia jadi bertanya tanya bagaimana reaksi mereka jika tau orangtuanya yang memintanya untuk menikah dengan Raga.

"Serius gak papa? Kok gue gak yakin."

Gia menarik bibirnya mencoba tersenyum meski pada akhirnya senyum Gia malah terlihat sangat aneh "gue gak papa kok tenang aja."

Teman temannya memincingkan mata mereka masih tidak percaya akan ucapan Gia, tapi akhirnya mereka mengangguk mencoba percaya. Selain itu mereka juga paham bahwa Gia juga memiliki privasi.

"Yaudah kalo ada apa apa cerita aja ya."

Gia tersenyum lalu mengangguk, Gia pun mencoba untuk bersikap biasa saja karena tidak ingin membuat teman temannya merasa khawatir.

Akhirnya teman teman Gua memilih tidak bertanya lagi, Sepanjang jalan menuju kantin mereka terus bercanda ria Alin dan Hamid yang terus berdebat karena masalah sepele, Dea yang mengompori dan Irsyad yang menjadi pendengar yang baik.

"Lo bego!! ngapain ngebut ngebut tadi pagi?! kalo mau mati ya mati sendiri lah anjir gak usah ajak- ajak gue HAMID KAMPRET!!!" teriak Alin  yang pagi tadi ikut menebeng bersama Hamid, Alin kesal karena Hamid mengebut dijalanan yang macet. Tentu saja Alin yang tubuhnya seringan kapas kan jadi was was kalo tiba tiba ia terhempas ke udara.

Gadis itu terus saja memukuli Hamid dengan lengannya yang mungil, berusaha melampiaskan segala kekesalan yang sudah ditahannya sejak pagi.

Bukannya kesakitan Hamid justru tertawa, tangannya tak tinggal diam mencoba menghalau setiap pukulan yang Alin layangkan padanya

"kebut-kebutan itu sebagian dari ibadah Lin." Ujar Hamid membuat Alin melotot

"ibadah mata lo!!" ketus Alin semakin menjadi jadi mengejar Hamid  yang kini berlari menjauh karena pukulan Alin yang semakin tak terkendali.

"Ih lo mah gak tauen, semakin ngebut semakin dekat sama Tuhan,"

"IYA DEKET SAMA TUHAN DEKET JUGA SAMA MALAIKAT IZRAIL!"teriak Alin bersungut-sungut.

Alin dengan sadus memukuli Hamid sekuat tenaga, yang mana pukulannya kali ini jauh lebih keras sehingga Hamid berteriak detik itu juga.

Brughh

Brughhhhh

"Awshhhh.... Alinnn bangke!! lepasin!!"jerit Hamid mencoba melepaskan diri dari jeratan Alin yang terus memukulinya.

Dea dan Irsyad tertawa melihat keduanya sedangkan Gia tersenyum merasa lega paling tidak pikirannya sedikit teralihkan dengan interaksi teman temannya.

"Hajar aja Lin jangan kasih kendor," Dea mengompori menyemangati Alin yang tengah mengejar Hamid yang mulai berlari.

Gia menggeleng "heran gue mereka berantem mulu tapi sekalinya kompak kompak banget."gumam Gia heran.

Irsyad terkekeh "lo kaya gak tau mereka aja Gi."

Gia tersenyum, mereka terus berjalan dengan santai tidak terlalu terburu buru meski Alin dan Hamid sudah berlalu meninggalkan mereka. Mengobrol dengan ringan sepanjang jalan.

Saat ketiganya berada dipersimpangan menuju kantin, mereka berpapasan dengan Raga dan teman temannya yang berjalan beriringan.

Mata Gia dan Raga tanpa sengaja beesibobrok saling memandang dalam diam sebelum keduanya memutus dengan saling memalingkan wajah masing masing dengan sinis.

"Dasar manusia setengah setan," gumam Gia yang ternyata bisa didengar oleh Raga.

"Apa lo bilang?" Sungut Raga memandang Gia dengan tajam.

Gia menaikan sebelah alisnya ia mengangkat dagunya tinggi tinggi "manusia setengah setan, kenapa? Ngerasa?" Ujarnya berani.

Raga berdesis geram "Awas lo," ancam Raga tajam sebelum ia berlalu karena Samuel dan yang lainnya sudah memanggilnya terlebih dahulu.

Setelah Raga pergi Gia meggerakan bibirnya mencibir "Ewes Le,"gumamnya dengan nada yang dibuat buat.

"Mit amit jabang bayi kalo sampe gue beneran nikah sama tuh orang. Bisa bisa mati berdiri yang ada." Sambungnya dalam hati, ia tidak mau sampai teman temannya mendengar dan malah salah paham.

Jodoh Wasiat MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang