Jaehyun POVGue melangkahkan kaki ke arah lift, tergesa menuju lantai 15, ke ruangan ayahnya Doy. Jemari gue memutih, mengepal agar tidak memberikan tinjuan buta kepada orang-orang yang berlalu lalang menghambat langkah gue. Rumah sakit ini sangat ramai.
Pagi ini, kakak dilarikan lagi ke rumah sakit. Sehun 'sok kuat' Baskara pingsan sesaat setelah sarapan tadi. Padahal gue udah bilang, nggak usah dipaksa kalo emang nggak kuat buat ke kampus. Yap, hari ini jadwal dia ujian masuk universitas.
Perasaan gue emang udah nggak enak sih waktu nemuin dia megap-megap di karpet kamar tidurnya semalem. Gimana nggak kaget, lo udah excited banget untuk ngasih semangat ke kakak lo yang besok mau ujian tapi saat sampe di kamarnya, lo malah sibuk masangin masker oksigen dan obrak-abrik kotak obat karena orang yang lo mau semangatin ternyata lagi kesulitan bernafas.
Ah gila, benci banget gue kalo harus inget kejadian semalam. Lagian kenapa sih tuhan? Kenapa selalu gue yang harus menyaksikan kakak kesakitan? Sumpah, walaupun udah berkali-kali gue lihat kakak collapse dengan berbagai macam sakit yang dia rasain, gue nggak akan pernah terbiasa, gue tetep ketakutan. Gue bersumpah.
Kalian pasti udah tau, kenapa gue langsung ke ruangan ayah nya Doy. Yap, karena gue yakin seyakin-yakinnya orang yakin kalo setelah kakak sadar nanti, bukan hanya fisik nya yang menderita, psikisnya juga pasti kesakitan. Secara, dengan pingsannya dia pagi ini membuat dia nggak ikut ujian dan namanya otomatis masuk ke daftar blacklist peserta ujian dan kakak nggak akan diterima sampai kapanpun di univ yang dia perjuangin mati-matian.
"Bantuin Jae, Om."
Hanya kalimat itu yang bisa gue katakan di depan ayah nya Doy. Beliau adalah salah satu psikiater senior di rumah sakit ini, in case kalian lupa. Ayahnya Doy memandang gue prihatin, dia mendekat dan mengusap punggung gue untuk menenangkan. Jujur gue takut banget sama keadaan kakak.
"Jae tenang dulu ya, om juga masih nunggu hasil pemeriksaan dari teman om yang sekarang sedang memeriksa keadaan kakak kamu. Semoga hasilnya baik semua."
"Karena mau bagaimana pun, keselamatan Sehun menjadi prioritas kami saat ini." Jelas ayahnya Doy. "Kamu mau cerita bagaimana kronologis nya?" Lanjutnya
Dengan terbata gue ceritain semua yang gue lihat malam itu, kakak yang kepayahan di kamarnya sampai akhirnya pingsan setelah sarapan tadi. Ayahnya Doy mengangguk mengerti, menggambarkan bahwa penjelasan gue cukup jelas.
Kemudian telefon yang ada di ruang ini berbunyi dan wajah om Eric berubah serius saat sang penelpon berbicara diseberang sana. Om Eric menghela nafas berat sesaat setelah meletakan kembali gagang telepon ditempatnya.
"Ditemukan senyawa kimia di paru-paru Sehun. Tim IGD menduga ada seseorang yang sengaja ingin mencelakai kakak kamu." Kata om Eric
"Sebaiknya, kamu harus mengecek CCTV yang ada dirumah dan segera lapor ke polisi, karena ini sudah termasuk tindak kejahatan, Jae." Lanjut om Eric dengan kembali menepuk pundak gue.
Ini nggak akan pernah jadi mudah. Semuanya terlalu rumit buat gue.
________Brother from heaven_______
"Pak, kakak bakal bangun kan ya?"
Pertanyaan keduapuluh yang Haechan lontarkan selama mereka menunggu di depan ruang IGD. Pak Purwa tidak tau harus berkata apa. Ia hanya berusaha menenangkan majikan bungsunya itu agar tidak terus-terusan menangis.
"Tenang den, den Sehun pasti cuma kecapean aja." Ucap Pak Purwa dengan nada yang dibuat se-meyakinkan mungkin. Lagipula, Haechan pasti akan menanyakan hal yang sama lima menit lagi.
Pak Purwa memandang anak remaja yang sedang menangis disebelahnya. Matanya sudah bengkak memerah dan hidung nya mampet karena ingus. Sejenak Pak Purwa tertegun, pemandangan seperti ini bukanlah hal yang baru bagi nya. Menemani Haechan di ruang tunggu IGD seakan sudah menjadi memori yang terus berulang.
Lelaki paruh baya itu tidak mengerti, apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga majikannya ini. Mereka adalah orang yang amat baik, tapi mengapa seakan dunia tidak menjadi baik untuk mereka?
_______Brother from heaven________
Doy mengalihkan pandangannya. Terlalu tabu rasanya untuk berbincang dengan pria yang ada di hadapannya, pria dengan raut khawatir.
Asap tipis yang keluar dari dua cangkir teh diantara mereka menjadi satu-satunya objek bergerak yang ada di ruangan ini. Tetapi tidak, jemari kaki Doy juga bergerak gugup dibawahnya.
Mereka berdua terjebak dalam atmosfer canggung yang amat tebal. Doy tidak tau percakapan seperti apa yang harus ia mulai. Sampai akhirnya pria itu membuka suara
"Doyoung, terima kasih ya." Ucap pria itu, terdengar rancu di telinga Doy. Dengan menautkan kedua alisnya, Doy memberi tanda bahwa ia tidak mengerti.
"Terima kasih karna selalu ada untuk Jaehyun, nak." Jelas pria itu, mencoba menghangatkan suasana yang terlanjur beku. Doy menangkap banyak kesedihan di matanya.
"Jae melewatkan banyak hal berat, om. Doy nggak ngerti kenapa semuanya kayak bercanda gini sih?" Jawab Doy dengan suara bergetar menahan emosinya. Ia teringat bagaimana sahabatnya itu melewati hari-hari gelapnya sendiri.
"Kalau selama ini om masih hidup, kenapa om nggak bantuin Jae? Kenapa malah sembunyi?" Sambung Doy
Doy mulai menatap Baskara yang sedari tadi menjadi tamu di rumahnya. Ayahnya tadi bilang bahwa Sehun kembali collapse, dan Jaehyun berada di ruangannya sekarang. Sedangkan Doy harus menahan agar om Baskara agar pria itu tidak ke rumah sakit dan menemui Sehun.
Doy sebenarnya bingung, karena dia sama sekali belum tau dimana letak masalah yang sedang ia hadapi. Yang ia tahu adalah saat ini tangannya ingin sekali meninju wajah om Baskara.
Baskara menarik nafasnya dalam. Sepertinya ia harus menjelaskan letak masalah yang sedang ia dan Eric hadapi kepada pemuda labil ini, pikirnya.
"Ini rumit Doy, kamu tau Steve? Ayah dari Karen kekasihnya Jae, dia yang mencoba mencelakai om lewat kecelakaan pesawat itu."
Ucap Baskara seperti melepas beban yang selama ini ia tanggung.
_______Brother from heaven________
Happy Sunday & I love you so much guys! ❤️
-Sunday, 12 September '21
KAMU SEDANG MEMBACA
BROTHER FROM HEAVEN
Fanfiction"Kakak itu kayak air, sedangkan abang api. Nggak tau ah, gue bingung" -Haechan