DETIK-08

198 27 0
                                    

Happy Reading!

Vote yukk

***

Malam ini udara terasa dingin bagi Kay. Bergulung di balik selimut menjadi kegiatannya sejak 1 jam yang lalu. Kepalanya terasa sangat sakit.

Sudah mencoba memejamkan matanya beberapa kali, tapi tetap saja tak bisa tertidur.

Badannya demam. Kay menggigil namun keringat membanjiri tubuhnya. Wajahnya sudah basah dibanjiri keringat yang bercampur air matanya. Napasnya tak beraturan sebab isakan yang tak kunjung berhenti. Giginya menggigit bibir bawah seolah hal itu bisa menetralisir rasa sakit.

Tangan pucatnya terkepal kuat hingga mencetak lecet di telapak tangan akibat kuku yang menembus kulit.

Orangtuanya sedang tidak ada di rumah. Entah ke mana mereka pergi. Bi Mina juga sudah pulang ke rumahnya karena memang hanya bekerja sampai sore saja. Dan Kay hanya sendirian saat ini.

Di kamarnya yang gelap ini.

Menghirup udara banyak-banyak lalu menghembuskannya melalui mulut. Kai melakukan itu berulang kali berharap rasa sakitnya bisa berkurang. Namun nihil. Usahanya seakan sia-sia.

"S-Sakitt..."

***

Pukul 11.50 malam. Glen dan Farah tiba di rumah. Semua lampu padam kecuali lampu terasnya.

Perlahan mereka memasuki rumah itu. Berusaha untuk tidak menimbulkan bunyi sedikitpun.

"Pah, Kay udah tidur belum ya?" tanya Farah berbisik. Tangannya membawa kue blackforest berukuran sedang dengan lilin padam berbentuk angka 1 dan 7 yang menancap di tengah-tengah kue itu. Tulisan 'Happy Birthday Klarybel' juga ikut serta menghiasi permukaannya.

Ya, kurang lebih 10 menit lagi, Kay berusia 17 tahun. Glen dan Farah sengaja tidak pulang ke rumah hanya untuk mempersiapkan surprise untuk Kay. Kue yang Farah bawa saat ini, adalah hasil buatannya sendiri. Farah ditemani Glen tadi membuat kue itu di rumah adiknya Glen.

"Kayaknya udah deh, Ma. Lampunya aja udah dimatiin."

"Nyalain lilinnya, Pah!"

"Bentar aku ambil di dapur dulu." Glen mencari korek gas di dapur. Setelah mendapatkannya, Glen langsung membawanya ke hadapan istrinya lalu menyalakan apinya itu pada lilin angka 17 itu.

"Kurang 1 menit lagi, Ma. Ayo!"

Mereka melangkah menaiki tangga untuk menuju kamar Kay. "1...2...3..." hitung Farah pelan. Dan dihitungan ketiga, Glen membuka pintu kamar Kay.

"Happy Birthday, Say-" ucapan Farah terhenti kamar gelap itu berubah menjadi terang karena Glen menyalakan lampunya. Bukan. Bukan karena itu Farah berhenti, tapi karena melihat kondisi Kay yang sangat-sangat membuatnya khawatir.

"Astagfirullah, Kay. Kamu kenapa sayang?" tanya Farah panik. Kue yang ia pegang langsung ia letakkan di nakas dekat tempat tidur Kay.

Sakit di kepala Kay sudah sedikit mereda. Namun, kondisinya lebih parah. Bahkan, kini wajahnya tak hanya dipenuhi keringat dan air mata, namun juga bercampur darah segar berasal dari hidungnya yang dia usap kasar sampai ke pipi.

"Mama, Papa?" panggil Kay terisak. Pertahanannya runtuh begitu saja ketika melihat wajah panik orang tuanya. Tangisnya pecah dalam dekapan Farah. Ia memeluk Farah erat. Seolah melampiaskan rasa sakitnya. Farah ikut menangis.

"Badan kamu demam sayang. Kita ke dokter, ya?" tanya Glen.

Kay melepas pelukannya. Kay menggeleng lalu mengusap air mata dan juga darah di hidungnya menggunakan punggung tangannya. "Nggak, Pa. Aku nggak apa-apa kok." Farah dan Glen saling bertukar pandang. Mereka tahu Kay tidak baik-baik saja. Mereka tahu Kay sedang menyembunyikan rasa sakitnya agar mereka tidak khawatir. "Mama sama Papa bawa kue buat Kay?" tanya Kay berusaha terlihat antusias.

Farah mengusap air matanya. Membiarkan Kay melanjutkan aktingnya. Berusaha agar tidak terlihat khawatir. Lalu mengambil blackforest tadi dan menyerahkan pada Kay. "Happy Birthday, Sayang." ucapnya diiringi air mata yang kembali mengalir.

"Happy Birthday putri Papa!" Glen mencium kening Kay penuh kasih sayang.

"Makasih Ma, Pa." ujar Kay tersenyum.

"Make a wish, sayang." Kay mengangguk lalu memejamkan matanya.

'Aku ingin selalu bahagia bersama orang-orang yang aku sayang,'

Kay membuka mata lalu meniup lilin yang tertancap di kue itu.

Farah kembali memeluk erat tubuh Kay setelah meletakkan asal kue yang ia pegang. "Anak Mama udah besar, ya?" ia terkekeh pelan walaupun air mata terus membanjiri pipinya.

Kay tak mampu menjawab. Sakit di kepalanya muncul lagi. Tubuhnya lemas seketika. Perlahan pelukannya mengendur. Matanya terpejam.

"Kay?" panggilnya sambil menepuk punggung Kay.

Tak ada jawaban, Farah menjauhkan tubuhnya dari tubuh Kay dan mendapati putrinya yang terpejam. "KAY!"

"Ma, siapin mobil! Kita ke rumah sakit sekarang." ujar Glen pada Farah lalu menggendong tubuh lemah putrinya.

***

Glen membawa putrinya ke rumah sakit terbesar di Jakarta. Beruntung letaknya tak terlalu jauh dari rumah. Jadi tidak butuh waktu lama untuk sampai.

Dan saat ini mereka masih menunggu Kay sadar di samping ranjang tempat Kay berbaring. Dokter tadi juga sudah melakukan beberapa pemeriksaan dan hasilnya akan keluar sebentar lagi.

Farah menggenggam tangan Kay cemas. Takut terjadi sesuatu pada putri semata wayangnya itu.

Selang beberapa menit kemudian, pintu terbuka menampilkan seorang dokter lelaki paruh baya yang tadi memeriksa kondisi Kay. Glen dan Farah menoleh.

Dokter bernama Handoko Susilo itu mendekat, "Hasil pemeriksaan sudah keluar," jeda beberapa detik. "Ikut saya ke ruangan saya. Saya akan menyampaikan kondisi putri Bapak dan Ibu." sambungnya.

"Bisa kita bicara di sini saja, Dok?" tanya Farah.

"Biar aku aja yang ke ruangan Dokter Han." ujar Glen pada Farah.

"Aku pengen tahu kondisinya." Farah sebenarnya ingin ikut, tapi ia tidak ingin meninggalkan Kay sendirian di sini.

Dokter Handoko menatap Kay beberapa detik sebelum berkata, "Baik, kita bicara di luar." ujarnya lalu keluar ruangan itu diikuti Glen dan Farah.

Bersamaan dengan ketiga orang itu keluar, Kay mengerjapkan matanya. Tangan kanannya menyentuh dahinya yang sedikit pusing.

"Jadi bagaimana kondisi putri saya?"

Itu suara Glen dari luar kamar. Pintu ruangan itu tidak tertutup sempurna jadi Kay bisa samar-samar mendengar perbincangan mereka di luar.

Beberapa detik tak ada sahutan. Kay semakin menajamkan pendengarannya.

"Begini Pak, Bu." suara laki-laki yang Kay pastikan adalah seorang dokter itu menjelaskan, "Dari hasil pemeriksaan yang telah saya lakukan tadi, saya menemukan fakta bahwa putri bapak dan ibu menderita kanker darah jenis Leukimia Limfonlastik Akut."

Deg

***

Thank you for reading!

Yuk vote dan komen sebanyak-banyaknya
Bantu share cerita ini juga kalau kalian suka

See you...

DETIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang