Wuhuuuww bab 30 nihh...
HAPPY READING!!
***
Dua es krim di tangannya itu sudah meleleh karena teriknya matahari siang ini hingga mengotori tangan kecil gadis itu. Dengan bibir manyun ke depan, gadis itu menyandarkan punggungnya pada penyangga kursi taman berwarna putih yang ia duduki.
Tak lama, seseorang berlari kencang menghampirinya. Dengan nafas tak beraturan bocah lelaki itu meminta maaf atas keterlambatannya.
"Kamu jahat banget, ya! Aku udah nunggu lama lho ini. Tangan aku sampe pegal-pegal nih pegangin esc krlimnya. Ecs krlimnya juga udah dimakan mataharli, jadi tinggal sedikit. Tangan aku jadi kotorl." omel si gadis dengan aksen cadelnya.
Lelaki yang dimarahinya itu bukannya takut tapi malah terkekeh geli lalu mengacak pelan rambut gadis kecil itu. "Maaf, ya, tadi aku sekolah jadinya telat ke sini. Sini aku bersihin tangannya. Jangan marah, ya."
"Udah nanti aja sekalian. Sekarang, kita makan esc krlimnya."
***
Tertunduk lesu, Kay membuka genggaman tangan kanannya yang terdapat sebungkus permen yupi. Untuk kesekian kalinya, ia mendesah gusar. Lalu menelungkupkan kepalanya pada boneka beruang besar.
Enam hari ini, waktu terasa lambat berjalan. Satu jam bagaikan satu hari, satu hari bagaikan satu minggu. Bahkan ia tak yakin bahwa bumi masih berputar. Terlalu lebay untuk manusia normal tetapi sangat wajar untuk manusia yang sedang galau seperti Kay. Tidurnya tak nyenyak, makan pun tak enak, udah kayak lagunya Armada aja.
"Cuci muka gih!" suruh Lyla.
Masih di posisi yang sama, Kay menggelengkan kepalanya. Tubuhnya lemas mirip nutrijel kelebihan air.
Enam hari yang lalu, tak ada angin ataupun hujan, tiba-tiba saja Kay mengatakan bahwa ia akan menghapus perasaannya pada Shaka, membuat Lyla sebagai pendengar itu shock bukan main. Tentu saja Lyla tak langsung percaya. Dilihat dari cara Kay mengatakan saja, Lyla sudah sangat ragu. Apalagi dalam beberapa hari terakhir ini, Kay sering diam-diam mencuri lihat Shaka.
Tetapi satu hal yang dapat membuat keraguannya goyah, yaitu tembok yang perlahan-lahan Kay bangun dan semakin nampak terlihat. Entah mengapa, semakin hari membuat Lyla semakin yakin bahwa Kay serius dengan ucapannya. Rekor pertahanan diri yang cukup kuat bagi Kay tidak mengganggu Shaka selama beberapa hari ini.
"Kalo nggak kuat, nggak usah dipaksa," ucap Lyla lagi. Melihat Kay yang tak ada tenaga seperti ini, membuatnya merasa tidak tega.
"Gue kuat kok," jawab Kay dengan suara bergetar dan terredam.
Lyla menaruh telapak tangannya pada pundak Kay saat menyadari bahwa suara gadis itu berbeda. "Nggak usah nangis kali," Lyla bingung harus berbuat apa. Ia tidak ahli dalam menenangkan orang menangis.
Beberapa detik setelah mengatakan itu, terdengar suara tangisan Kay yang semakin menjadi. Lyla semakin panik. Ia yakin kata-kata yang dipilihnya, salah.
"G-gue bisa, gue ng-gak papa!"
Lyla menghembuskan napas berat. Ia juga bingung harus bagaimana. Di satu sisi, ia senang karena perlahan Kay mempunyai tekad untuk berhenti mengejar Shaka. Namun, di sisi lain Lyla sangat tidak tega melihat Kay seperti ini.
"Tuh, kan! Nggak usah dipaksa deh!" kesal Lyla malah membuat tangis Kay semakin keras. Lyla tidak seperti Kay yang pandai menenangkan.
"Sekarang ayo ketemu Shaka, mau?" ajak Lyla dengan suara yang dibuat halus. Ajakan itu tak sepenuhnya benar. Semata hanya untuk meredakan tangisan Kay.
KAMU SEDANG MEMBACA
DETIK
Teen Fiction[𝐅𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐝𝐮𝐥𝐮 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐛𝐚𝐜𝐚, 𝐎𝐊𝐄𝐘𝐘?] ----------------------------------------------------- Apa yang kalian pikirkan tentang hari ulang tahun ke-17? • Hari yang paling berkesan? Ya! Sama halnya dengan Kay. Hari ulang tahunnya...