part 11

33 7 0
                                    

Ini hari ketiga sejak kepergian Amelia Putri seorang wanita yang dulu aku cintai tapi mengalah karena dia lebih mencintai saudara kembarku.

Revan masih belum mau keluar kamar dan makan itu membuat Bunda juga Ayah khawatir akan keadaannya.

Aku juga sedih atas kepergian Lia tapi berusaha bersikap biasa saja agar tidak menambah khawatir orang tuaku.

Aku sering menyetel lagu dengan cukup kencang agar tidak ada yang mendengar suara tangisku.

"Rehan ... Berhenti menangis," ucap Brian.

"Kamu ini cengeng sekali mirip dengan adikku tapi tentu saja adikku lebih baik," lanjutnya.

Aku tidak menghiraukan dia dan terus menangis meski menyebalkan tapi Brian selalu menemaniku dalam keadaan apapun.

Aku mendengar suara hujan lebat dari luar. Bunda berteriak menyuruhku menyalakan penghangat agar aku tidak kedinginan.

"Padahal kau tinggal di negara tropis kenapa ada benda ini?" tanya Brian.

"Aku bisa mati kalau kedinginan," jawabku.

"Sudah berhenti menangis itu tidak akan mengubah apapun," ucap Brian.

"Kamu pikir aku mau menangis seperti ini terus? Dasar tidak berperasaan pergi dari sini!" teriakku penuh emosi.

"Aku ini mengkhawatirkanmu b*d*h! Tapi ini balasanmu yasudah aku pergi!" balas Brian pergi.

Aku menghapus air mata dengan kaos yang aku pakai lalu menyadari bahwa ucapanku ke Brian keterlaluan padahal ia orang yang paling mengkhawatirkan aku.

Aku bangkit dan berjalan ke jendela dengan perlahan. Aku menarik  gorden lalu membuka jendela.

"Dia pergi kemana ya?" gumamku melihat ke sekitar.

Di sebelah kamarku terdapat sebuah pohon yang tepat sekali di depan jendela di situ aku melihat sosok wanita dengan dress putih dan rambut sepinggang.

Aku yang melihat itu langsung berlari ke luar kamar menuju pintu belakang rumah tanpa mempedulikan tubuh ini basah karena hujan.

Aku mengatur nafas saat sudah berdiri dihadapannya. Ia menatapku dengan bingung.

"Lia!" panggilku tersenyum lebar.

"Kamu bisa melihatku? Akhirnya ada yang bisa melihatku!" ucap Lia senang.

"Aku takut sekali karena orang-orang tidak ada yang melihatku sebenarnya apa yang terjadi denganku?" tanya Lia.

"Lia ... Kamu tidak ingat apapun?" tanyaku balik.

"Lia? Apa Lia itu namaku? Apa sebelum meninggal aku pernah mengenalmu?"

Lia tampak bingung begitu juga denganku bagaimana bisa Lia tidak mengingat sama sekali tentang dirinya selama masih hidup.

"Rehan!"

Aku menoleh dan melihat Bunda menghampiriku dengan membawa payung.

"Anak nakal! Kapan Bunda ngasih kamu izin mandi hujan!" omel Bunda menyubit pinggangku.

"Maaf Bunda," jawabku.

"Jangan bikin Bunda khawatir dong," ucap Bunda memberikan aku satu payung.

Aku membuka payung itu lalu melirik Lia yang bahkan hujan pun tidak bisa menyentuhnya.

Padahal Lia sangat menyukai hujan.

"Ayo masuk!" ajak Bunda.

Tanpa disuruh pun Lia mengikutiku pasti karena dia tidak ingin sendirian lagi berkelana tanpa ada yang bisa melihatnya.

Twin HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang