Chapt. 14

31 9 0
                                    

“Apa aku penyihir sekarang?" Tanya Prim memandangi hutan.

Kai tertegun dan menatap Prim.

“Apa aku masih harus diadili?" sambung Prim mendongakkan wajahnya menatap langit yang tertutupi oleh dedaunan yang rimbun.

“Kalau aku seharusnya tidak berada didunia ini ataupun kelak aku akan jadi teman kegelapan. Mungkin Batu Lwyn akan melenyapkanku segera. Apa kau tidak akan menyesal nantinya akhirnya harus mencoba melenyapkan ku?" ucap Prim memandangi Kai yang juga tengah menatapnya sambil mengetuk- ngetuk dagunya.

"Senangnya diri mu akan mati sebagai pahlawan atau seorang peri abadi. Tapi aku berakhir mungkin menjadi debu atau menjadi seorang pembunuh di  dunia ku." ucap Prim tertunduk dan bergeleng.

“Apa mungkin aku bisa menghancurkan batu Lwyn dengan sihirku? Atau mungkin meminta Dhamour yang menghancurkannya?" ucap Prim tertawa.

“Itu lelucon yang bagus bukan?" ucap Prim tertawa-tawa memandangi Kai yang masih memandanginya dengan wajah aneh.

“Mungkin itu akan berhasil dan mungkin para ketujuh penyihir akan menghukum kalian dan membawa kalian ke Solanin. Berakhir sebagai naga dan manusia abadi." ucap Kai memandang kedepan tak perduli.

“Ya itu patut dicoba." ucap Prim tertawa.

"Ya." ucap Kai tersenyum memandangi Prim yang asik tertawa memikirkan kemungkinan hal-hal yang tak mungkin akan dilakukannya.

.
.
.
.

Mata Prim terhenti memandangi sebuah pohon yang seolah memandanginya dalam gelap saat tengah berkuda dengan santai bersama Kai tepat disebelahnya. Prim membeku segera ia menundukkan wajahnya saat melihat pohon itu bergerak.

"Kai." ucap Prim ketakutan, matanya tak indah dari tali kekang yang tengah dipegangnya.

Kai memandangi Prim dan melihat pohon yang baru saja dilihatnya. Wajah Kai berubah kelam matanya menelisik pohon yang bergerak-gerak hingga membuat Prim ketakutan. Kai pun menghentikan kudanya didepan Prim hingga Felix berhenti dengan cepat dan Primpun bertemu pandang dengan Kai yang berada dihadapannya.

“Itu menakutkan." ucap Prim dengan mata berkaca-kaca meremas tali kekangnya dengan kuat.

“Itu hanya pohon." ucap Kai tersenyum.

“Mereka menatapku. Mereka-" ucap Prim terdiam dan melihat kebalik punggung Kai menatap kegelapan yang ada dibalik pepohonan rimbun hutan hitam.

“Jangan lihat, tatap saja mataku." ucap Kai meraih dagu Prim dan membuatnya lurus menatap pada mata Kai seorang.

"Kai, ia berjalan kemari." ucap Prim mendengar langkah seseorang dibelakang Kai.

“Bukan, ia mencoba berjalan kemari namun sesungguhnya mereka hanyalah ilusi. Mereka mencoba untuk menjebakmu, mereka adalah ilusi dari sihir. Percayalah Kreim Mara adalah kerajaan yang damai dan jangan takut untuk menghadapinya." ucap Kai membuat Prim untuk mempercayainya.

Prim mengerutkan keningnya matanya mengedip dan melepaskan tali kekang dan terdiam sejenak dalam damai mencoba mendengarkan langkah itu yang semakin dekat namun tak ada siapapun yang Prim lihat mendekat saat ia membuka matanya.

“Baiklah." ucap Prim tersenyum dan Kaipun membalas senyuman itu dengan santai seperti biasanya tak berlebihan.

“Aku percaya pada Kreim Mara negeri kedamaian." ucap Prim menatap lurus tanpa dihalangi oleh Kai dan melihat pohon-pohon bergerak kearahnya namun ia hanya terhenti menatap Prim dari perbatasan Kreim Mara dan Hutan hitam.

“Ingatlah satu hal, Goura adalah bunga cermin, mereka tak akan menyentuhmu kecuali kau menyentuhnya. Ketika kau sengaja atau tidak sengaja dengan menatap salah satu dari mereka akan mempengaruhi pikiranmu untuk menyentuh mereka dan kalau menyentuh mereka. Kau akan keracunan parah seperti terkena kabut Gree. Mereka lebih mematikan saat kau menyentuhnya." Jelas Kai berhenti tepat diperbatasan dan segera berhadapan dengan pohon tinggi yang menyeringai dengan lubang dimulutnya dan mata yang berwarna merah darah.

Black Circle "Another World 2"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang