- 9 -

531 110 12
                                    

"Hati-hati di jalan, Izana-kun."

Izana mengangguk.

Tangan kami saling melambai sebagai tanda perpisahan hari ini.

Sejenak sebelum kami benar-benar berpisah. Suara seseorang menghentikan masing-masing langkah.

"Kalian ini siapa?! Kenapa menghalangi jalan? Kami hanya ingin berjalan pulang!"

Suara wanita melengking terdengar begitu dekat. Aku tau jelas siapa pemilik suara itu.

"Mama?!"

Pandangku tertuju pada jalan yang dekat dengan rumah.
Terdengar jelas sekali suara riuhnya.

"Jangan-jangan..."

Rasa khawatir menghantuiku.
Berharap apa yang kupikirkan saat ini bukanlah kenyataan.

Pintu gerbang kubuka, agak tertatih, aku berjalan keluar.
Tapi Izana menghentikanku dengan menampakkan lengannya di depanku.
Memancingku untuk menatapnya.

"Kau masih terluka. Mundur saja."

Benar memang katanya, tapi...

"Mereka keluargaku. Aku tak ingin orang lain melukai mereka. Aku harus melindunginya!"

Izana masih tak juga memindah lengannya. Dia masih menatapku dalam diam.

"Aku yang akan mengurusnya."

Senyum lembut dia tampakkan, bagai berkata semua akan baik-baik saja.
Lantas dia pergi, meninggalkanku berdiri sendiri.

Tapi apa ini pilihan yang tepat?
Berdiri di kala orang lain yang malah melakukan tugasmu?

Memori dimana sensei berkata bahwa Izana juga akan menghadapi kematian terbang kembali dibenakku.
Dia tak menjelaskan kapan dan dimana Izana akan menghadapinya.
Bisa jadi hari lain, bisa jadi hari ini.

Dilema dalam kepala kumusnahkan begitu saja. Kaki yang berjalan sesuai keputusan bulatku, bergerak perlahan menuju sumber suara.

Sesekali bersandar pada dinding pagar, aku terus berjalan menuju tempat itu.

Sepasang lensaku menangkap suatu kejadian.
Dimana sekelompok anggota Valhalla sudah terkapar tak berdaya diatas tanah.
Menyisakan Izana yang berdiri di depan mereka dan dua orang tuaku yang terdiam di tempat.

Izana tak sedikit pun gentar meski menghajar orang-orang di depan orang lain sekalipun. Dia seperti sudah terbiasa melakukan hal itu.

Wajah tak beremosinya, tangan bernoda merah setelah membabak belurkan anggota valhalla.
Aku tak bisa berkata-kata melihatnya.

Dia berbalik kearah papa dan mama.

"Maaf, Paman, Bibi, mereka sudah membuat masalah dengan kalian."

Punggungnya sedikit membungkuk.
Walau begitu tetap saja, papa dan mama masih tak bisa berkata, sama sepertiku.

"Ketemu."

Diriku yang lengah tak menyadari salah satu anggota muncul dibelakangku.
Dengan tangan mengepal yang siap memukulku dari belakang.

Tubuhku tak bergerak, membeku begitu saja. Reflekku melengah kala fisik melemah.

Tepat saat itu deru angin berhembus begitu cepat di sampingku.
Deru angin dari gerakan seseorang yang begitu cepat.

Unknown Number From The Future (Izana x Reader) || Tokyo revenger FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang