- 6 -

641 133 33
                                    

Aku kenal jelas lensa keunguan dan kulit gelap itu.

Sosok itu sama terdiamnya denganku.
Sama terkejutnya denganku.

"Kau–kenapa kau ada di rumah Emma?!"

Mulutku bergerak tanpa diperkirakan dulu.

Pikiranku tak bisa lurus kalau sudah lelaki satu rumah dengan Emma.
Apalagi Izana sama sekali tak mirip dengan Emma, justru makin menimbulkan tanda tanya besar.

"Maaf semua, aku agak lam–eh?"

Emma terkejut saat aku berdiri di depannya, melindunginya dari Izana.

"Emma, bagaimana Izana bisa tau kamarmu? kenapa dia ada di rumahmu?"

Dua tanganku menggenggam pundaknya,  begitu ingin mengetahui kebenaran dari mulutnya.

Emma–di lain sisi–menamppakkan salah dua telapak tangannya padaku, mengkodeku untuk tenang lebih dulu.
Sementara itu Hina bingung bagaimana menghentikan salah paham ataupun menjelaskan situasi padaku.

"T-tenanglah. Kau salah paham."

"Izana itu saudaraku."

Aku melirik kearah Izana, mengacungkan jari telunjukku padanya.

"Tidak mungkin! Orang dia beda sekali denganmu, tidak seperti Mikey-kun. Warna rambut kalian berbeda. Apalagi dia!"

Izana sempat ingin angkat bicara karena kelancanganku, tapi lebih dulu Emma menggeleng kepala, menyuruhnya untuk tenang lebih dulu.

"Dengar. aku, Mikey ataupun Izana. Kami tak punya hubungan darah. Kami hanya saudara angkat dan tinggal bersama disini."

Lonjakan emosiku mereda.
Lah, berarti aku salah paham pakai 'sekali' juga.

Tanpa angkat bicara, aku membalikkan tubuhku pada Izana, membungkuk sedalam-dalamnya.

"Aku minta maaf karena kelancanganku."

Emma dan Hina hanya tersenyum miring melihatku yang begitu resmi dalam memintamaaf.

Tak berani menatap Izana, aku tetap begitu sampai dia angkat bicara.

"Hey, sudahlah, aku tak marah padamu."

Aku mengangkat wajahku.
Melihat wajahnya yang kini tersenyum.
Ah tidak, itu bukan senyum tulus, aku tau itu berusaha terlihat 'tersenyum'.
Terimakasih atas ajaran psikologi sensei.

Entah memaafkanku atau tidak, Izana memberiku handuk yang tadi dibawanya.

"Ini untukmu. Emma bilang dia bawa teman ke rumah."

Emma mengangguk.

"Tiba-tiba saja hujan tadi. Jadi mau tidak mau mereka harus berteduh disini. Bisa gawat kalau mereka kehujanan."

Izana hanya tersenyum mendengar Emma. Lantas dia berputar balik.

"Kalau begitu aku tinggalkan kalian, ya. Selamat bersenang-senang."

Dia pergi begitu saja.
Meninggalkanku yang menatapnya dalam diam.
Tak tau apa yang kurasakan sebenarnya, antara bersalah dan suka, tak ada bedanya.

Emma menatap kearahku, kini dia kembali tersenyum begitu.

"Ehem~"

Aku yang tersadar, segera saja mengusap wajahku dengan handuk, pura-pura mengeringkan wajah.

"Ciee, siapa nih yang lagi beruntung?"

Emma semakin menggodaku.

"Ng-nggak tau, siapa ya. Dah ah, aku mau masu–aduh!"

Unknown Number From The Future (Izana x Reader) || Tokyo revenger FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang