- 12 -

524 107 19
                                    

Pagi pagi buta mataku sudah terbuka.
Niatku ingin berlatih fisik di pagi hari seperti perintah sensei sebelum-sebelumnya.
Namun pikiranku bertanya-tanya akan tidurku kemarin malam.

Telapak tangan kuusapkan ke kening.
Aneh, aku tidak bermimpi buruk lagi.
Bahkan rasanya aku bisa tidur nyenyak tadi malam.
Apa ada sesuatu dari kemarin yang berefek ke kepalaku?

Ah, sudahlah, mungkin cuma kebetulan.
Kembali fokus, pandangku memeriksa sekitar, aku melihat beberapa murid dojo melakukan pelatihan di depan bangunan dojo, beberapa lagi ada didalamnya.

Karena takut mengganggu, aku mencari halaman kosong di sebelah bangunan itu. Cukup untuk berlatih sedikit.

Aku melatih teknik kung fu mantisku disana. Berusaha sebaik mungkin tidak menimbulkan suara agar orang lain tak terganggu olehku.

"Kau belajar kung fu?"

Seseorang mengejutkanku saat aku tengah mempraktekkan tiga gerakan awal.

"K-kakek?"

Kakek yang membawa Iza kemarin malam mendekatiku.

"Panggil saja Sano-san."

Sano..

Lho, itu kan nama marga mereka bertiga!

"S-sano-san?! Jadi Sano-san yang mengangkat Mikey, Emma dan Iza?"

Sano-san tertawa mendengarku.

"Aku punya dua cucu, Shinichiro dan Manjiro. Sayangnya Shinichiro sudah meninggal. Kalau kau melihat dirinya, kau pasti menemukan kemiripannya dengan Manjiro."

Mataku melihat Sano-san, mencari kesamaan yang dia miliki dengan Mikey.

"Mata... mata kalian sama!"

Sano-san tersenyum padaku.

"Kau jeli juga rupanya. Jadi kau tau mana yang kuangkat dan tidak, kan?"

Aku mengangguk.
Mikey dan Shinichiro adalah cucu Sano-san.
Sementara Emma dan Iza adalah anak yang dia angkat sebagai keluarganya.

"Kalau begitu, ingin melatih sampai mana kemampuan bela dirimu?"

Aku terkejut mendengarnya.

"B-boleh?"

Sano-san mengangguk.

"Jangan remehkan penampilanku anak muda."

Dia menyiapkan kuda-kudanya.
Aku tau jelas itu kuda-kuda bela diri aliran Dojo.

"Tidak akan. Sano-san pasti jauh lebih berpengalaman dariku."

Aku menyiapkan kuda-kuda kung fu ku.
Detik selanjutnya pertarungan singkat tanpa melukai terjadi.

Serangan kaki Sano-san sama mengerikannya dengan milik Mikey maupun Iza.
Jadi ini kekuatan guru mereka.
Kekuatan mereka terkumpul di kaki yang bergerak kearah lawan untuk melumpuhkan.

Sementara aku menggunakan kakiku untuk menghindari musuh.
Sekali dua kali saja kugunakan untuk melawan.
Punggung lengan hanya kugunakan untuk mendorong atau menepis serangan musuh.

"Kau pandai dalam menghindar ya. Apa gurumu tak memperbolehkanmu melukai musuh?"

Aku mengangguk kala dirinya menghentikan gerakannya.

"Sensei bilang bela diri memang untuk menghadapi bahaya. Tapi bukan berarti aku harus melukai orang yang menyebabkan bahaya itu, mereka juga sama manusianya sepertiku. Melumpuhkan atau mendorong mundur mereka sudah lebih dari cukup."

Sano-san mendengarku, lantas bertanya.

"Bagaimana kau melumpuhkan mereka kalau tak mau melukai mereka?"

Unknown Number From The Future (Izana x Reader) || Tokyo revenger FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang