- 13 -

613 103 28
                                    

Setelah hari itu, dimana aku dan Iza resmi berpasangan.
Hari itu juga aku kembali ke rumahku lagi.

Sesampainya di rumah, aku mengabarkan berita itu pada papa dan mama.

Mama hanya berdecak kagum padaku.
Dia menganggap anak sematawayangnya sudah tumbuh menjadi seorang wanita.

Sementara papa masih terdiam.
Menatapku dalam diamnya.

Aku hanya menunduk, menunggu jawabannya.
Hingga suatu ketika usapan lembut jatuh di kepalaku.

Itu kali pertama aku melihat papa tersenyum setelah bertahun-tahun lamanya dia tak melengkungkan ujung bibirnya keatas.

Dia mengatakan padaku agar tetap menjadi diriku. Bahkan dia berharap agar aku dan Iza bisa menjalankan hubungan sampai ke masa depan.

Aku yang begitu bahagia hari itu, memeluk papa dengan tangis bahagia.

Setelahnya dan seterusnya.
Aku tak lagi sendirian.

Emma dan Hina menyemangatiku.
Papa dan mama mendukungku.

Juga...

Iza yang selalu ada di sampingku.

Walau aku tau posisinya saat ini bukanlah di posisi yang mudah–dalam suatu geng yang berkemungkinan dirinya masuk ke dalam bahaya yang lain lagi.
Disanalah tugasku melindunginya dari belakang.

Tidak, aku tidak bergabung dengan geng manapun.
Siapapun itu, aku akan mengobatinya dengan sepenuh hati.
Karena itu tugasku menjadi seorang dokter suatu hari nanti.

Iza pun tak merasa keberatan.
Dia justru tampak senang, melihatku bisa menolong orang lain, apalagi yang pernah bernasib sama dengannya.

Walau ya, cemburunya nggak ketolongan, bahkan dia sampai mempertanyakan kesetiaanku dengannya suatu ketika.
Tapi aku tak gentar, aku membalasnya dengan jelas, mengusir pandangan buruk itu dari kepalanya, merubah sifat buruknya menjadi sesuatu yang lebih baik.

Sampai hari ini, dimana musim panas akhirnya datang juga.

Hina dan Emma yang berdandan begitu cantik dengan Yukata.
Bersama diriku yang dibantu oleh mereka untuk merias diri.

Kami bertiga menikmati pasar malam musim panas itu bersama-sama.
Tentu yang lain juga ikutan.
Entah dari Tenjiku ataupun Toman.
Walau mereka tak begitu rukun, setidaknya beberapanya berdamaian.

Malam itu, beberapa menit sebelum penyalaan kembang api.
Aku dan Iza bergandengan tangan, berjalan menuju kuil untuk memohon hal baik untuk tahun ini.

Setelah berdoa, kami berdua melihat pemandangan malam dari kuil itu.
Memandang taburan bintang yang tampak samar.
Menikmati pemandangan lampu terang stand pasar malam.

"(Y/n)."

"Hm?"

Pandangku melirik ke wajahnya yang melihat kearahku.

"Dari dulu aku bertanya-tanya. Bagaimana kau mengetahuiku semua itu."

"Kau bilang saat kau menyelamatkan Emma–hanya kebetulan. Tapi aku tak yakin dengan menyelamatkanku adalah suatu kebetulan juga."

Oh, apa dia mulai curiga dengan itu?

Aku tertawa mendengarnya.

"Jangan bilang Iza kepikiran itu terus dari dulu?"

Iza mengangguk.

"Tentu, kau satu-satunya orang yang selalu membuatku penasaran."

Terkejut, aku tak menduga Iza sampai sebegitunya memikirkan suatu hal.

Unknown Number From The Future (Izana x Reader) || Tokyo revenger FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang